All Chapters of Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing: Chapter 1 - Chapter 10

91 Chapters

Satu : sebuah Kabar

"Mama? Papa? Apa-apaan ini?" Alin Kamelia Putri atau yang biasa disapa Alin itu syok bukan main saat ia melihat kedua orangtuanya yang sedang berlutut pada seorang pria.Ia langsung berlari menuju orang tuanya dan meminta keduanya untuk berdiri. Wajah mamanya sudah kacau balau. Mata bengkak seperti habis menangis. Begitupun wajah papanya yang terlihat panik."Alin. Alin untung kamu datang nak. Bantu kami." isak mamanya sambil merangkul Alin."Kenapa? Kalian kenapa? Dan siapa orang ini? Kenapa mama sama papa sampai sujud-sujud seperti itu." tanya Alin kesal."Apa kau yang bernama Alin?" tanya Tian basa basi. Padahal sebenarnya ia sudah melihat foto Alin sebelumnya dari anak buah yang ia suruh.Alin menatap pria tersebut. "Iya. Kau siapa? Kau apakan kedua orang tua ku? Jangan macam-macam, aku bisa melaporkanmu ke polisi." ancam Alin yang justru membuat Tian tertawa. "Melaporkanku ke polisi? Apa tak salah? Kau yakin?" tanya Tian sambil menatap kedua orang tua Alin.Alin menatap mama
Read more

Dua : Kecewa

Pagi ini Alin dibuat tak fokus dengan pekerjaannya. Bahkan ia sudah melakukan beberapa kesalahan yang membuatnya harus dipanggil keruangan manajer.Ia menghela nafas panjang. Cukup lama Alin berdiri di depan pintu ruangan Zaki sebelum akhirnya ia mengetuk pintu tersebut.Alin membuka pintu itu perlahan dan masuk ke dalam.Alin tak banyak bicara setelah ia masuk ke dalam. Ia lebih memilih langsung duduk di kursi yang ada di depan meja Zaki.Zaki yang sedari tadi fokus melihat Alin, langsung bertanya pada gadis tersebut."Kau kenapa?" tanyanya.Bukannya menjawab, Alin justru mengacak rambutnya kesal membuat rambut yang tadi terikat rapi menjadi tak berbentuk."Dasar pria brengsek!" umpat Alin kesal namun sedetik kemudian ia menangis meraung seperti gadis yang baru saja diputus cinta.Zaki yang melihatnya hanya bisa meringis bingung. Alin nyaris seperti gadis gila kehilangan akal."Apa kau putus cinta?" tebak Zaki yang langsung mendapat tatapan tajam dari Alin."Putus masa depan!" jawab
Read more

Tiga : Bingung

Langit sudah semakin gelap. Namun berbeda dari malam-malam sebelumnya, malam ini bintang tak menampakan dirinya satupun. Bulan pun enggan untuk menyapa. Yang terlihat hanyalah awan hitam yang berkelompok-kelompok. Seolah sebentar lagi akan turun hujan lebat.Walaupun malam sudah cukup larut, Alin masih enggan untuk tertidur. Ia masih kesulitan memejamkan matanya. Dalam benaknya sangat dipenuhi dengan masalah yang sama, yaitu hutang kedua orang tuanya dan masa depannya.Dari rentang waktu yang Tian berikan, hanya tersisa satu hari lagi untuknya berjuang, sedangkan uang dua milyar itu belum ia dapatkan sama sekali.Di mana ia bisa dapat uang sebanyak itu. Ia bahkan sudah mencoba meminjam uang pada Ruli, namun masih tak cukup. Zaki pun baru mengumpulkan sebanyak lima ratus juta.Setiap hari, ia selalu dicerca dengan pertanyaan yang sama dari orang tuanya, yaitu 'apa uangnya sudah ada?'. Sungguh, ia nyaris gila. Orang tuanya yang berhutang, tapi justru dirinyalah yang disengsarakan.Ia ta
Read more

Empat : Kenapa Harus Alin

Alin membanting pintu kamarnya dengan sangat keras. Ia tak peduli pintu itu akan hancur. Ia sangat ingin berteriak sekeras mungkin."KALIAN MINTA AKU MENGEMBALIKAN SEMUANYA BUKAN? BAIKLAH! AKAN KU TURUTI. TAPI SETELAH INI, JANGAN HARAP AKU AKAN LUNAK!!!" Alin berteriak keras seperti orang kesetanan. Ia hanya ingin melepaskan sesak di hatinya. Semua kekecewaan yang selama ini ia rasakan dan berakhir dengan puncak yang sudah meledak.Ia tahu bagaimana akhir dari masa depannya. Karena besok adalah hari penentuan. Sedangkan uang itu belum ia dapatkan. Ia sudah meminjam ke sana ke mari. Menemui satu per satu teman-temannya dulu. Namun sikap mereka seperti tak mengenalnya. Adapun yang sudah berhasil, namun mendadak menjadi manusia paling miskin di dunia. Apalagi saat ia mendengar kalimat dari mamamya tadi. Ia semakin tak ada semangat lagi untuk mendapatkan uang sebanyak itu.Pasrah? Memang itu yang akan ia lakukan. Menanti hari esok dengan perasaan campur aduk.Ia sudah tak peduli lagi de
Read more

Lima : Sebuah Keputusan Yang Berat

Alin menatap lurus keluar jendela mobil. Sejak keluar dari rumahnya tadi, Alin tak bicara sedikitpun. Bahkan Tian yang mengendarai mobil, selalu melirik dari spion yang ada di atas kepalanya."Kau ingin puasa bicara?" tanya Tian pada Alin. Sedikit melirik dari sudut matanya, Alin tersenyum simpul namun sinis."Bukan urusanmu." jawabnya."Memang bukan urusanku. Tapi aku membenci suasana hening seperti kuburan.""Nyalakan saja musik di mobilmu.""Aku bukan musisi." Jawab Tian kesal. Suasana kembali hening. Ia kembali melirik Alin dari kaca spion yang ada di atas kepalanya dan lagi-lagi gadis itu hanya diam, sembari melihat keluar jendela.Tian menghela nafas kasar. Baginya, menghadapi gadis seperti Alin itu tidaklah sulit. Namun memang butuh proses sampai Alin bisa berbaur dengannya.Tian jahat? Tidak sama sekali. Ia hanya sedikit kaku dan memang sedikit bermulut tajam. Namun 'sedikit' itu, berhasil membuat asisten pribadi Tian tak pernah betah berada di samping pria tersebut.Sebenarn
Read more

Enam : Ini Kamarmu

"Harus mengikuti semua perintah tuan rumah. Bangun jam 04.00 subuh untuk menyiapkan sarapan pagi? kenapa terlalu cepat?" protes Alin saat ia membaca tulisan yang ada dalam selembar kertas yang diberikan oleh Tian padanya tadi. "Sudah kubilang jangan protes!" Alin lagi-lagi mendengus kesal. ia kembali menatap tulisan yang ada dalam kertas tersebut. "Tak bisa mengkonsumsi ayam broiler, udang dan kepiting. Ckckck seleramu sungguh tak menyenangkan."Alin kembali melanjutkan isi kertas tersebut. Setelah ia memahaminya, ia pun kembali menyerahkan kertas tersebut pada Tian."Hanya ini?" tanya Alin namun Tian langsung menggeleng. "kau tahu, ini perjanjian untuk asistenku terdahulu.""Terdahulu? apa bedanya denganku?" "Kau tak boleh lupa, kalau keberadaanmu di sini statusnya berbeda. Akan ada poin tambahan yang nanti harus kau tandatangani.""Kau memaksaku kerja rodi?""Anggap saja begitu." jawab Tian, "tapi satu hal yang paling penting, selama kau berada di sini, jangan pernah masuk ke da
Read more

Tujuh : Masa Lalu

Sudah hampir setengah jam Tian menatap nasi goreng yang tadi ia bawa masuk ke kamarnya. Minatnya untuk menyantap nasi goreng tersebut belum ada sama sekali, walaupun ia tahu rasanya pasti akan mengecewakan, tapi entah kenapa ia tak mau menyentuhnya.Tian berbaring di atas ranjangnya. Ia menatap langit langit kamar yang temaram. Hatinya seketika sakit saat mengingat kenapa ia membenci makanan tersebut.****Dua puluh tahun yang lalu.Praaakk!"Kamu bisa masak tidak?" Pria paruh baya bernama Andi itu baru saja membanting piring berisi nasi goreng yang tadi dihidangkan oleh istrinya.Di samping Andi, anak laki-laki semata wayangnya juga duduk bersama dan melihat semua kejadian yang baru saja terjadi.Anak itu adalah Tian saat kecil. Tian menatap ibunya yang menangis sesegukan. Hatinya marah dan murka melihat perlakuan kasar ayahnya."Maaf mas. Hanya ini yang bisa aku hidangkan sekarang. Kita--""Alah! Banyak alasan kamu. Kenapa kamu nggak minta uang pada keluargamu yang kaya raya itu?
Read more

Delapan : Harga Diri

"Aku membawamu ke sini bukan untuk memecahkan semua barang-barang ku." Alin terkejut saat Tian tiba-tiba muncul di hadapannya saat ia sedang membersihkan pecahan kaca dari gelas yang tadi ia pakai.Alin mendadak kikuk. Ia sungguh tak sengaja. "Aku tak sengaja melakukannya." Ucapnya tertunduk."Tentu saja kau tak sengaja. Jika kau sengaja, sudah ku pastikan kau untuk menggantinya. Kau tahu berapa harga gelas yang tadi kau pecahkan?" Alin menggeleng. "Gelas itu seharga iPhone keluaran terbaru.""Ha? Gelas kaca bening ginian doang, seharga iPhone?" Tian mengangguk. "Kau tak percaya?"Alin langsung menggeleng yakin. Ia tak percaya gelas kecil ini harganya semahal itu. Di balik ketidak yakinkan Alin, Tian justru tertawa dalam hatinya. Ia menertawakan wajah bodoh Alin. Mana ada gelas seperti itu belinya seharga iPhone."Pintar. Aku pikir kau bodoh. ternyata tidak." Lanjut Tian membuat Alin seketika mengumpat kasar dalam hatinya."Cepat kau bereskan dan sekali lagi kau pecahkan peralatan
Read more

Sembilan : Putuskan Dia

Alin menenangkan hatinya terlebih dahulu. Ia tak ingin masak dengan suasana hati yang buruk. Karena ia yakin itu akan mempengaruhi rasa dari masakannya sendiri.Setelah dirasa tenang, ia pun mulai mengeluarkan beberapa bahan yang ada di dalam lemari pendingin dan mulai menyianginya satu persatu. Alin menghela nafas panjang untuk melegakan suasana hatinya. Melihat situasi tadi pagi, Alin tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya nanti untuk kedepannya. Seketika ia menyesal mengiyakan untuk menjadi penjamin penebus hutang-hutang keluarganya. jika dulu ia menolak, mungkin ia masih bisa bebas saat ini.Dan jika bicara tentang orang tuanya yang akan dipenjara jika hutang itu tak bisa dilunasi, jujur itu bukan urusannya. Karena selama ini ia sendiri juga tak pernah mendapatkan kasih sayang yang cukup dari mereka. Bahkan ia selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya. Tapi nasi sudah jadi bubur. penyesalan memang datang di akhir. ia juga tak bisa berbuat apa-apa lagi dan yang bisa ia lakuka
Read more

Sepuluh : Kabar Irene

Zaki kembali mengumpat kasar. Sudah dua Minggu ia putus kontak dengan Alin. Ia bahkan nyaris putus asa. Saat ia ingin mengikuti pria sialan itu, pasti ada saja yang menghalanginya. ia tahu dimana rumah Tian, namun tak pernah bisa masuk pagi semenjak insiden ia menerobos masuk ke dalam sana.Zaki meraih ponselnya lagi dan mencoba untuk kesekian kalinya menghubungi Alin. Berharap untuk kali ini ada titik terang dimana Alin disembunyikan oleh si brengsek itu."BRENGSEK!!" Umpatnya keras. Ia membanting ponselnya dengan sangat keras, membuat benda tersebut terbelah beberapa bagian."Dimana lagi aku harus cari kamu Alin!" Keluhnya lirih. Ia sungguh kehilangan akal sehatnya. *****Dua Minggu sudah ia berada di kediaman Tian menjadi 'tawanan' pria tersebut. Namun tak seperti tawanan biasanya, ia justru bisa bebas di rumah sebesar ini. Asal ia tak keluar, posisinya sudah aman.Sudah 1 jam yang lalu Tian berangkat ke kantor. Entah di mana pria itu bekerja, Alin sangat tidak mempedulikannya. K
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status