Zaki kembali mengumpat kasar. Sudah dua Minggu ia putus kontak dengan Alin. Ia bahkan nyaris putus asa. Saat ia ingin mengikuti pria sialan itu, pasti ada saja yang menghalanginya. ia tahu dimana rumah Tian, namun tak pernah bisa masuk pagi semenjak insiden ia menerobos masuk ke dalam sana.Zaki meraih ponselnya lagi dan mencoba untuk kesekian kalinya menghubungi Alin. Berharap untuk kali ini ada titik terang dimana Alin disembunyikan oleh si brengsek itu."BRENGSEK!!" Umpatnya keras. Ia membanting ponselnya dengan sangat keras, membuat benda tersebut terbelah beberapa bagian."Dimana lagi aku harus cari kamu Alin!" Keluhnya lirih. Ia sungguh kehilangan akal sehatnya. *****Dua Minggu sudah ia berada di kediaman Tian menjadi 'tawanan' pria tersebut. Namun tak seperti tawanan biasanya, ia justru bisa bebas di rumah sebesar ini. Asal ia tak keluar, posisinya sudah aman.Sudah 1 jam yang lalu Tian berangkat ke kantor. Entah di mana pria itu bekerja, Alin sangat tidak mempedulikannya. K
Tian terbangun dari tidurnya. Kerongkongannya mendadak kering dan ia butuh air. Ia melirik ke arah jam yang terpanjang di dinding kamarnya. Jarum jam masih menunjukkan pukul satu malam.Tian menyibak selimut tebal yang ia kenakan dan turun dari tempat tidurnya. Ia memutuskan untuk ke dapur saja, karena persediaan air dalam kamarnya pun sudah habis.Baru saja ia membuka pintu kamarnya, ia dibuat terkejut karena mendengar suara krasak krusuk dari arah dapur.Tian yang memang selalu parno dengan hal mistis membuat bulu kuduknya seketika meremang.Secara perlahan, ia mencoba turun ke bawah dan melihat siapa yang ada di dapur.Di hadapannya, ia bisa melihat seseorang yang membelakangi nya. Seperti perempuan namun dengan pakaian yang, haaah. Sangat minim.Tian memperhatikan kaki perempuan itu. Kakinya menapak lantai. Itu artinya, yang dihadapannya ini pastilah manusia."Apa yang kau lakukan malam-malam begini?"Gadis itu terkejut dan langsung memutar tubuhnya ke belakang."Sudah ku duga."
Alin keluar dari kamarnya saat ia mendengar suara pintu kamar Tian terbuka."Kau mau ke mana?" Tanya Alin cepat.Tian menatap dengan tenang, "Bukan urusanmu."Tersenyum tipis, Alin melangkah mendekati Tian. "Apa libur begini kau tak ada niatan keluar?" Tanya Alin sedikit ragu. Namun melihat reaksi Tian membuatnya cemberut, "Aku bosan di rumah." Rengeknya kemudian. "Kau biasanya akan menghabiskan cemilanku diwaktu senggang. Jadi lakukan itu.""Tidak. Kau lihat badanku? Aku semakin gemuk di sini. Kau lihat ini lenganku? Ya Tuhan, apa ini. Kenapa banyak sekali gelambirnya." Alin memperlihatkan lengannya yang hanya diisi sedikit lemak.Alin kembali melihat ekspresi Tian. Dan kalian tahu? Raut wajah itu tetap masih sama, datar."Cih! Kalau tidak boleh ya sudah." Alin melangkah lesu melewati Tian begitu saja. Setiap anak tangga yang ia injak, mulutnya tak henti mengomel.Ia sesekali melirik ke belakang dan kembali mengomel.Tian tersenyum tipis melihat kelakuan Alin. Ia melangkah turun le
"Alin." Alin terlonjak kaget saat tubuhnya tiba-tiba dipeluk oleh seseorang. Dengan cepat Alin melepaskan pelukan itu dan melihat siapa pelakunya."Delon, kau?" "Hehehe. Jangan marah. Aku hanya bercanda." Pria itu lalu mencomot gorengan yang baru saja Alin masak. "Mana Tian?" Tanyanya.Alin yang masih kesal, hanya menjawab seadanya saja, "Kamar." Ucapnya."Jangan marah. Aku bercanda, Alin.""Tapi bercandanya keterlaluan. Nanti kalau aku kena minyak panas bagaimana?""Buktinya nggak kan.""Kau--"Delon langsung berlari menuju kamar Tian saat Alin ingin melayangkan spatula padanya.Setibanya di kamar Tian, Delon melihat Tian sedang santai membaca sesuatu di atas tempat tidur."Sibuk bro?" Ucapnya sambil mengintip."Kapan kau tiba?""Baru saja. Asistenmu itu lucu." Tian menyipit, "Alin?""Siapa lagi. Asistenmu saat ini hanya satu.""Kenapa dia?""Aku memeluknya tadi di bawah, tapi dia heboh bukan main. Padahal aku hanya memeluknya sebentar."Tian mengehentikan kegiatan membacanya. Ia t
Seperti janji Tian tadi siang, pria itu sungguh mendatangkan MUA ke rumahnya hanya untuk mendandani Alin. Dan untuk baju Alin, pria itu juga membelikannya sendiri dan ukuran baju tersebut sangat pas dengan tubuh Alin dan itu terlihat cantik.Entah dari mana Tian belajar tentang ukuran tubuh perempuan, yang jelas pakaian tersebut terpasang rapi di badan Alin."Mbak nggak apa-apa?" tanya MUA pada gadis tersebut."Nggak apa-apa mbak. Kenapa memangnya?""Wajah anda pucat nona Apa kau sedang sakit"Perutku sedikit sakit. biasalah perempuan.""Oh Anda datang bulan."Alin mengangguk. MUA tersebut kembali melanjutkan pekerjaannya, walaupun sesekali ia melihat Alin meringis kesakitan, tapi ia sendiri juga tak bisa memberikan saran karena ia juga merasakan hal sama setiap ia datang bulan. Setelah cukup lama, proses merias wajah Alin pun selesai. Ia menatap dirinya di cermin.Tangan MUA tersebut berhasil mengubahnya seperti ratu yang ada di negeri dongeng, dengan baju dress selutut berwarna pea
Tian duduk terdiam di samping tempat tidur Alin. Sudah tiga jam sejak Alin pingsan dan di bawa pulang, gadis itu belum sadar juga. Walaupun dokter pribadi Tian mengatakan jika Alin tak apa-apa, namun ia tak percaya sebelum melihat Alin membuka mata dan berbicara dengannya."Sudah. Dia tak apa-apa. Kau dengan apa yang dokter katakan, bukan? Itu hanya sakit perut keram saja. Delapan puluh persen perempuan merasakan itu jika sedang datang bulan. Jadi santai saja." Delon menepuk pundak Tian pelan, "Yang tak biasa adalah, kenapa kau se khawatir itu?" Tanya Delon berbisik pada Tian."Dia tinggal di sini. Dia asistenku, apa kalau posisi ini dibalikkan padamu, apa kau akan diam juga?"Delon mencibir lalu mengangguk. Ia tersenyum mendengar jawaban Tian. Itu bukan jawaban yang sebenarnya, Delon tahu itu. Sepertinya sahabatnya ini ingin berdamai dengan keadaan. Ia sendiri berharap Tian bisa menemukan pengganti Irene.Delon ingin bicara lagi, namun terhenti karena ponselnya berdering. Ia mengan
"Mau apa kau ke sini?" Tian menatap Yanto yang duduk di depannya dengan tatapan meremehkan."Maaf saya datang dan mengganggu istirahat anda Tuan, tapi apa boleh saja pinjam uang lagi. Tak banyak, hanya 200 juta.""Apa jaminanmu untuk membayarnya? Apa kau punya putri lagi?"Wajah Yanto mengeras, tersinggung dengan ucapan Tian."Kali ini saya pasti bisa bayar, tuan."Tian tertawa keras. Perutnya terasa geli mendengar penuturan Yanto, "Kenapa saat hutangmu 2 miliar dulu kau tak bisa mengatakan hal seperti ini? padahal aku tak pernah meminta sekaligus, tapi tak ada niatan darimu untuk mencicilnya. sampai akhirnya kau jual anakmu padaku, sekarang kau pinjam lagi?""Tuan, saya mohon! usaha saya sedang bangkrut tuan, jadi saya butuh dana lagi untuk investasi.""investasi seperti apa yang kau minta? investasi di meja judi?" Yanto mendadak diam. Sepertinya walaupun Alin sudah di sini, pria di hadapannya ini masih mengintai gerak-gerik dirinya dan juga istrinya"Saya mohon tuan, hanya 200 juta
"Brengsek!!!" Yanto membanting ponselnya dengan sangat keras ke atas tempat tidurnya. Ia tak menyangka akan diperlakukan seperti itu oleh anaknya sendiri. Padahal ia bisa melihat jika Alin bertambah cantik saat di rumah Tian. Pasti anaknya itu diperlakukan dengan baik oleh Tian.Tapi kenapa Alin bisa Setega itu padanya. "Dasar anak tak tahu terima kasih. Sudah dibesarkan, tapi tak mau membantu." Umpatnya pada Alin.Pria itu seolah melupakan apa yang Alin lakukan agar ia dan sang istri tak dipenjara."Anak itu tak bodoh, suamiku. Kau pikir dengan alasan sudah membesarkannya, kau bisa memanfaatkan nya terus? Kau salah besar. Dia itu sudah besar, jadi harus perlu strategi yang lebih."Yanto melirik istrinya yang baru saja masuk."Minta anakmu yang sedang kuliah itu untuk membantu." Ucap Yanto yang langsung membuat wanita itu murka."Jangan pernah kau sentuh gadisku itu.""Cih! Kau memanfaatkan Alin, namun tak mau memanfaatkan Sonia.""Anak itu punya impian yang besar.""Lalu, kau pikir
Tak jauh beda dengan Delon, Haris dan Naura pun baru saja merasakan pelepasan mereka. Dan kini keduanya sedang berada di bawah selimut, setelah tadi Haris berkali-kali melepaskan benihnya dalam rahim Naura. "Capek?" Tanya Haris pada sang istri.Naura mengangguk, "Ngantuk yank." Ucapnya."Ya udah, kamu tidur ya. Aku mandi dulu." Naura lagi-lagi mengangguk. Ia mengeratkan selimutnya untuk kembali tidur, sementara Haris memilih untuk mandi. Tubuhnya terasa begitu lengket setelah pertempuran penuh nikmat yang ia lakukan bersama Naura.Seperempat jam setelahnya, Haris selesai dan kembali masuk ke dalam selimut. Ia memeluk Naura Yang sudah terlelap dan sama-sama mengarungi mimpi.*****Paginya, Kediaman Tian sedang Tak baik-baik saja. Pasalnya sang istri merajuk karena perkara ia minum pakai gelas warna merah. Bahkan keributan itu menarik perhatian pengantin baru.Naura yang saat itu baru masuk ke dalam langsung dibuat heran dengan Alin yang sedang menangis sesenggukan di sofa keluarga. Di
Tita masih syok. satu kalimat yang tak ia bayangkan akan keluar dari mulut Mas Delon, satu kalimat yang tak pernah ia bayangkan akan ada yang meminta itu padanya, berhasil membuat kerja jantungnya meningkat. Tita menyentuh dadanya lalu menatap Delon. "Mas, Jantung aku." bisik Tita. Delon langsung panik. ia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang, namun langsung dicegat Tita. "Mas mau ngapain?" tanya Tita cepat."Nelpon dokter. tapi jantung kamu--""Iiiihh Mas Delon. kok dokter sih." Dengan tanpa sadar dan spontan, Tita menarik telapak tangan Delon dan meletakkannya tepat di dadanya. sebenarnya tujuan Tita ingin meminta Delon merasakan detaknya, namun sepertinya yang Tita lakukan adalah sebuah kesalahan. karena bukan merasakan detak jantung Tita, justru Delon yang dibuat berdetak tak karuan."Kerasa nggak?" Tanya Tita polos.Delon belum menjawab. Ia menatap Tita Lamat. Sampai Tita sadar jika ia sudah sedikit keterlaluan. Tia langsung menarik tangan Delon dari dadany
Pesta pernikahan sudah usai. yang tersisa hanyalah lelahnya saja. namun beda dengan penagntin baru. bukan sisa, melainkan hal baru. bagaimana tidak, keduanya bahkan tak canggung lagi sama sekali berbicara soal malam pertama. dan itu membuat Delon menatap keduanya kesal. adn saat ini mereka sedang berkumpul di rumah Tian. di sana juga ada Tita."Bisa disortir sedikit kalimat kalian?" Ucap Delon sewot. Naura menatap Delon dengan tatapan usil, "Makanya, buruan nikah. jangan sampai Tita disalip yang lain."Tita langsung tersipu. sementara Delon menggerutu kesal."Bro, kalimat yang di pesta tadi serius?" kini giliran Tian mengambil alih."Yang mana?""Kamu lihat? Dia yang saat ini sedang abang--"Buugghh!Sebuah bantal kursi melayang ke arah Tian. dan pelakunya adalah Delon sendiri. gugupnya Delon membuat semuanya tertawa."Ngapain malu. kalau benar ya diakui saja. toh nggak ada yang salah kok. kalau Tita sendiri, mau nggak sama om om seperti Delon?" Delon menatap tajam Alin. namun hanya
Hari pernikahan."Kak, selamat ya. Akhirnya nikah juga." Ucap Alin dengan bahagia. Ia tak menyangka jika kakaknya akhirnya berakhir di pelaminan dengan kak Haris.Dan status Naura berubah menjadi istri orang tepat satu jam yang lalu. Pesta pernikahan yang bertemakan white garden itu dihadiri banyak tamu. Khususnya dari rekan-rekan Haris dan Tian di perusahaan dan kawan nongkrong.Di tengah-tengah tamu yang hadir, juga ada Delon dan Tita. Gadis itu terlihat begitu cantik. Delon berhasil menyulap Tita menjadi seorang ratu yang begitu sempurna. Dan selama pesta berlangsung, Tita hanya duduk dan sesekali saja berdiri. Delon juga terlihat melayani Tita dengan sangat baik. Sepertinya pria itu sudah tersihir dengan pesona Tita.Sebelum h-1 pernikahan Haris dan Naura berlangsung, Delon datang ke kediaman Tian. Pria itu berkunjung untuk berkumpul bersama sekaligus mengatakan jika besok Tita akan datang ke pesta dan Delon juga mengatakan bagaimana kondisi Tita sebenarnya membuat Naura dan Alin
Haris dan Naura melihat tim dari WO sedang menyulap aula gedung perusahaan di kantor Tian menjadi ruangan yang dipenuhi berbagai jenis bunga dan lebih mendominasi warna putih. Dan persiapan itu sudah hampir rampung. Setelah dua Minggu pengurusan semuanya, mulai dari surat-surat yang dibutuhkan sampai penentuan konsep pernikahan, bahkan Haris menemui ayah kandung Naura yang sudah pindah ke Bandung untuk memberitahukan rencananya tersebut. Dan kini tibalah saatnya memasuki H-3 pernikahan dirinya dan Naura.Haris merangkul pinggang Naura. "Kamu suka?" Tanyanya pada Naura. Naura mengangguk. "Sangat." Jawab Naura penuh haru. Ia tak menyangka jika dirinya dan Haris akan menikah juga. Dan setelah menikah, mereka tak perlu dipisahkan jarak, karena Haris sudah mendapat izin cuti dari Tian untuk menemani dirinya selama kuliah di Aussie."Oya, kamu sudah dapat info terbaru dari Delon?" Haris menatap Naura yang tiba-tiba menanyakan soal Delon. "Jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Kamu sadar nggak
Alin dan Tian baru saja sampai di Jakarta setelah satu minggu lamanya mereka berbulan madu. dan kedatangan mereka siang ini di sambut oleh Haris dan Naura di bandara. dan sepasang kekasih itu sudah menunggu pengantin baru sejak setangah jam yang lalu.Naura asik menyantap es krim yang Haris belikan di cafe bandara. "Enak banget kayaknya." Goda Haris pada gadis itu."Banget yank. kamu mau?"Haris menggeleng, "Kamu aja. aku lagi nggak mau makan es krim.""Kenapa? panas-panas gini mending makan atau minum yang dingin dingin." Tak tergoda sama sekali, Haris tetap menggeleng. Naura mencibir. Ia kembali menyantap es krim coklat kesukaannya. Dari tempatnya berdiri, Haris bisa melihat pengantin baru tersebut keluar dari pintu kedatangan. Ia segera melambaikan tangannya memberi kode pada Tian di mana posisinya saat ini.Naura yang melihat kehadiran sang adik langsung keluar dari mobil dan berlari mengejar Alin. "Aaaaa kangeeennn." Teriak Naura yang langsung memeluk Alin saat dia sudah sampai
Alin melenguh dalam tidurnya. ia merasakan tubuhnya remuk seketika saat ia baru saja terbangun. ia membuka matanya dan melihat suaminya masih terlelap. Alin menatap wajah tenang Tian. ia sangat suka dengan pahatan wajah Tian yang sempurna baginya. bahkan saking sempurnanya, ia akan memasang mata elangnya saat ada perempuan yang melirik pada sang suami. bahkan saat mereka di sini pun, Tian tak lepas dari tatapan para pemangsa. dan ia tak akan pernah mengizinkan pemangsa itu mendekati miliknya.Alin menyentuh pipi Tian lembut membuat Tian terbangun. "Suamiku tersayang, bangun." bisik Alin. Tian tersipu. ia menarik Alin semakin masuk dalam pelukannya membuat Alin tertawa. "bangun sayangku. sudah jam sebelas. kita melewatkan sarapan kita sayang." "Sebentar lagi istriku. atau aku ganti sarapan saja gimana?"Alin menautkan alisnya tak paham. "Ganti sarapan? maksudnya?"Tian tersenyum penuh makna. ia masuk ke dalam selimut dan detik berikutnya Alin memekik saat Tian bermain dengan puncak ke
Tian menatap istrinya yang sudah terlelap. Seharian jalan-jalan membuat Alin lelah dan memilih untuk cepat tidur. Baginya juga tak masalah, biar besoknya Alin punya tenaga lagi untuk kembali menjelajahi Jepang. Masih banyak tempat yang ingin ia tunjukkan pada Alin. Tian turun dari tempat tidur. Ia meraih ponselnya lalu berjalan keluar menuju balkon. Ia mencari kontak ponsel Haris dan langsung menghubungi pria tersebut.Tak lama panggilan itu pun tersambung dan langsung diangkat oleh Haris."Bagaimana di Indonesia?" Tanya Tian tanpa basa-basi."Ck! apa kau tak bisa basa-basi terlebih dahulu?" ucap Haris membuat Tian berdecak kesal.. "Kau tahu aku tak terlalu suka hal itu. bahkan darahku mendidih saat melihat pria sialan itu berani masuk ke dalam rumahku. sialnya aku tak meminta orang-orangku untuk berjaga di sana." jawab Tian dengan nada suara yang begitu dingin.Haris paham itu. ia sangat tahu jika Tian tak suka rumahnya dimasuki oleh orang sembarangan. bahkan untuk Naura bisa di sa
Haris dan Naura menikmati makanan yang mereka pesan dengan sangat nikmat. Naura yang awalnya ingin Haris makan bersamanya di tempat tidur rumah sakit, berubah menjadi ia yang mengikuti Haris makan di meja beserta sofa yang sudah di siapkan di ruangan tersebut.Setelah makanan habis, Naura belum ingin kembali ke tempat tidur. Toh ia juga tak butuh apa di tempat tidur. Makanya ia mengatakan jika ia sudah bisa pulang sebenarnya. Namun karena dokter mengatakan belum, jadi ia pasrah saja. Dari pada ia ribut lagi dengan pria yang ada di sampingnya ini."Alin kapan balik?" Tanya Naura pada Haris yang sedang mengupas buah."Katanya sih cuma liburan seminggu. Kamu tahu sendiri Tian. Dia bos nya di sini. Jadi seminggu katanya, belum tentu seminggu. Bisa jadi sebulan.""Ih jangan. Kok sebulan."Haris langsung menatap Naura,"kenapa kalau sebulan?""Kalau sebulan, berarti aku udah balik dong ke Aussie, terus kita nikahnya kapan?" Ucapnya cemberut. Tawa Haris nyaris meledak kalau ia tak menahannya