Home / Pendekar / Satria Roh Suci / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Satria Roh Suci: Chapter 161 - Chapter 170

260 Chapters

Kritis

Kelelawar Hitam tidak menduga jika dia mendapatkan luka yang cukup parah dari serangan Rawai Tingkis.Berkat kekuatannya, juga sedikit keberuntungan, Kelelawar Hitam berhasil menyelamatkan dirinya dari kerusakan fatal.Saat ini, hanya bahu kirinya yang terkoyak sangat parah. Darah mengalir hingga mencapai betisnya.Setiap kali dia membayangkan serangan Rawai Tingkis barusan, luka di pundak kirinya terasa semakin sakit dan perih.Ketika malam semakin larut, situasi di dalam Padepokan Surya terdengar penuh dengan sorak gembira.Dari luar Jaka Rakap mendengar teriak yang ‘Kebangkitan Manusia Murni, kebangkitan raja dari segala raja.’Hal ini membuat Jaka Rakap tersenyum pahit, pasalnya untuk melahirkan 9 manusia murni, hampir 20 orang anggota Padepokan Surya mati saat berjaga.Yang lebih memprihatinkan saat ini, Rawai Tingkis dalam keadaan kritis. Jaka Rakap membuat api unggun saat ini, karena tubuh Rawai Tingkis begitu dingin.“Adakah yang memiliki keahlian dibidang medis?” tanya Jaka R
last updateLast Updated : 2023-05-12
Read more

Kondisi Parah

Walaupun pengorbanan Rawai Tingkis begitu besar, tapi masih ada beberapa orang yang tidak menghargai pemuda tersebut. Bahkan, dari 9 orang anggota Manusia Murni, 3 diantaranya merasa terlalu berlebihan jika mengkhawatirkan Rawai Tingkis.“Harusnya ini adalah waktu bagi kita untuk saling berkenalan satu sama lain, kenapa banyak orang terlalu menganggap pemuda itu penting?”“Kau benar, setelah Manusia Murni terbentuk, kekuatan pemuda itu akan terlupakan.”“Jika dia hidup, aku penasaran seberapa tangguh dirinya, aku ingin melawannya.”3 orang itu merasa bahwa kekuatan mereka kini jauh lebih tinggi dibandingkan Rawai Tingkis.Kehilangan Rawai Tingkis tidak akan membuat Padepokan Surya kehilangan kekuatannya.Di sisi lain, Ki Langit Hitam mendengar perkataan tiga orang pria itu. Dia kemudian menghela nafas panjang, seraya menggelengkan kepalanya.Setelah dibawa ke ruang medis, Rinjani segera menggunakan kemampuannya untuk menyelamatkan hidup Rawai Tingkis.Dia meminta beberapa tabib untuk
last updateLast Updated : 2023-05-12
Read more

Kepergian Rawai Tingkis

Beberapa hari setelahnya, kondisi Rawai Tingkis semakin membaik. Dia sudah bisa menghabisakan lima ekor ayam panggang sendirian, hanya saja Putri Intan Kumala masih melarang dirinya untuk bergerak terlalu bebas. Ah, meskipun sebenarnya ucapan Putri Intan Kumala tidak pernah diindahkan oleh Rawai Tingkis.Rawai Tingkis sering kali mendengar kesombongan beberapa orang dari 9 manusia murni, membuat Rawai Tingkis tersenyum.Hanya karena mereka berdiri di atas pohon kelapa seraya telah menyentuh langit. Rawai Tingkis tidak ingin meladeni orang seperti mereka.Lagipula tidak ada gunanya, tidak ada untungnya sama sekali.Namun sering kali, Ki Langit Hitam yang mendengar ucapan 3 Manusia Murni itu merasa jengkel dan kesal. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan banyak hal saat ini, khawatir jika hal ini malah akan menimbulkan kekacuan di antara Manusia Murni yang susah payah dilahirkan.Lain harinya, Ki Langit Hitam meminta agar Rawai Tingkis tidak tersinggung dengan ucapan 3 orang itu.“Kenapa
last updateLast Updated : 2023-05-14
Read more

Jembatan

Ki Langit Hitam menyerahkan sebuah surat kepada Ki Sundur Langit. Isinya adalah permintaan maaf dari Putri Intan Kumala, mewakili tiga temannya yang lain.“Cucumu sedang mengejar cinta sejatinya …” Ki Sundur Langit lantas tertawa terbahak-bahak, menyerahkan kembali surat itu kepada Ki Langit Hitam. “Rawai Tingkis memiliki kharismatik dan aura yang memikat, dia bisa jatuh ke pelukan gadis lain …hahaha.”“Tua Bangka sialan, bukan itu maksudku …”“Bukan itu, lantas apa lagi? Karena mereka adalah bagian dari 9 Manusia Murni? Meski demikian, mereka memiliki pikiran dan jalannya masing-masing, kita memang tidak bisa menahan mereka! Kau tidak perlu takut, Putri Intan Kumala memiliki teman-teman yang kuat, mereka pasti akan aman!”Rupanya berbicara dengan Ki Sundur Langit membuat pikiran Ki Langit Hitam menjadi tercerahkan.Sebagai seorang Kakek, dia pasti mengkhawatirkan Putri Intan Kumala, cucu satu-satunya yang menjadi pewaris sah kerajaan mereka.Namun, di sisi lain, saat ini Putri Intan
last updateLast Updated : 2023-05-14
Read more

Jembatan Putus

Rawai Tingkis membuang semua harta rampasan ke dalam jurang. Dia lalu menepuk tangannya, “ah, sekarang aku akan pergi …terima kasih atas makannya…” ketika pemuda itu hendak melangkahkan kaki, dia berbalik, “satu lagi, ngomong-ngomong jika aku melewati jembatan ini, aku akan tiba di mana?”“Kau akan tiba di Negri Bulan Merah …” salah satu dari perampok itu menjawab dengan gagap, apa lagi setelah setengah dari pakaian mereka sengaja dilucuti oloh Rawai Tingkis.“Negri Bulan Merah ya?” Rawai Tingkis menyipitkan mata, sebelum kemudian mulai melangkahkan kakinya.Di atas jembatan dia masih memikirkan ucapan para bandit barusan.Namun …“Hoi pemuda kurang ajar, ini adalah pembalasan dari kami!”Rawai Tingkis cepat-cepat menoleh ke belakang, tapi wajahnya seketika menjadi tegang saat melihat kelompok bandit itu mengayunkan parang pada tali tambang yang mengikat jembatan. Senyum jahat mereka tersungging lebar saat ini, tapi Rawai Tingkis mendadak panik.“Tu …tu…tunggu dulu, kita bicarakan bai
last updateLast Updated : 2023-05-15
Read more

Dunia Penuh Keajaiban

“Mak, aku pulang …” gadis itu tersenyum, seraya merogoh saku bajunya, mengeluarkan beberapa obat yang sempat dibelinya di pasar barusan. “Sekarang, Emak akan lekas sehat, bangunlah! Aku juga membawa bubur …”Gadis itu berjalan menuju sisi lain tempat sempit ini, kemudian mengambil mangkuk tempurung buah maje.Dia menuangkan bubur nasi ke dalam mangkuk itu, meniupnya beberapa kali untuk kemudian diberikan kepada ibunya.Namun, Sang Ibu masih belum terjaga dari tidurnya.Gadis itu meletakan bubur di lantai yang kumuh, lalu dengan lembut mencoba membangunkan Sang Ibu.“Mak …Mak …aku membawakan bubur untukmu …Mak …”Kini suara gadis itu mulai terdengar serak, wajahnya seketika menjadi tegang. Dia langsung mengguncang tubuh ibunya beberapa kali.“Mak! Mak …” Dia memberanikan diri untuk mendekatkan telinganya pada dada Sang Ibu, tapi tidak ada detak jantung yang dia dengar. “Tunggu, Mak! Mak!”Gadis itu kembali memeriksa denyut nadi ibunya, lalu memeriksa nafas di lubang hidung, tapi sedeti
last updateLast Updated : 2023-05-16
Read more

Pembantaian

“Terima kasih Kakang …” gadis itu tidak menyangka Rawai Tingkis membawa hampir satu gerobak besar makanan untuk diberikan kepada gadis muda dan semua orang yang terlantar di tempat ini.“Jangan ragus, makanlah!” Rawai Tingkis membantu membanggikan makan tersebut.Saat melihat mereka menyantap beberapa roti kering, buah dan sebagainya, hati Rawai Tingkis seakan tersayat sembilu tajam.Pemandangan ini sangat menyedihkan. Mereka makan seperti tidak pernah makan selama satu bulan. Sangat lahap, bahkan di antara mereka tertawa bercampur air mata, karena harunya.Anak-anak kecil kurus kering menatap buah-buah manga di atas keranjang, sedikit ragu untuk mengambilnya. Salah satu dari mereka menatap Rawai Tingkis, lalu menatap keranjang buah, “apa kami boleh menyantapnya?”“Tentu saja,” jawab Rawai Tingkis, “makanan ini untuk kalian semua, makanlah! Habiskan, nanti Kakang akan mencari lagi …”Ucapan Rawai Tingkis, seolah mendung di musim kemarau, memberi harapan kepada tanah kering keronta dan
last updateLast Updated : 2023-05-16
Read more

Mencari Musuh

Pagi harinya, Istana Kadipaten Dinang menjadi gempar. Bagaimana tidak, ratusan penjaga Istana terbantai tadi malam, dan tidak ada satupun dari mereka yang selamat.Kabar itu tersebar hingga ke segala sudut kadipaten Dinang, menciptakan ketegangan di kalangan warga yang tinggal di sana.Beberapa prajurit Kadipaten Dinang merasa ini adalah ulah Penjaga Dunia, tapi kemudian prajurit yang lain membantah ucapan temannya.Tidak mungkin Penjaga Dunia menyerang Kadipaten Dinang, mengingat hubungan baik antara Kelelawar Hitam alias Pimpinan Bulan Merah menjalin hubungan dengan Penjaga Dunia.Lagipula, tidak ada untungnya menyerang Kadipaten ini, jika memang Penjaga Dunia yang melakukannya.“Kurang ajar! Siapa yang berani mengacau di istanaku?” Sisadano begitu geram saat ini, dia menarik golok besar berwarna merah tua, lalu mengayunkan senjata itu pada meja besar di depannya.Boom.Meja itu terbelah menjadi dua bagian.“Kelompok mana yang berani menginjak kehormatanku sebagai Adipati di Kadipat
last updateLast Updated : 2023-05-16
Read more

Barang Yang Kecil

Rawai Tingkis berjalan dengan tenang setelah menutup pintu Istana. Diluar maupun di dalam, tidak ada yang tahu jika dia telah berada di dalam markas musuh.Sebuah Istana yang cukup besar, akan banyak orang yang akan dihadapi oleh pemuda itu, tapi Rawai Tingkis tidak peduli.Dia berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain, dengan pedang yang terus menebas ke segala arah.Rawai Tingkis tidak peduli, jika lantai bersih telah ternoda darah merah.“Penyusup!” salah satu prajurit di dalam Istana berteriak, tapi tidak lama setelah itu, Rawai Tingkis merenggut nyawanya.Beberapa teman dari prajurit itu rupanya sempat mendengar teriakan, jadi mereka datang secara berbondong-bondong.Rawai Tingkis sengaja mencari tempat yang lebih luas dari hanya sekedar lorong saja.“Sekarang kau tidak bisa lari kemanapun Penyusup!”“Siapa yang ingin lari?” tanya Rawai Tingkis, “Jika aku ingin pergi, aku sudah melakukannya sejak tadi malam, tapi aku malah mendatangi kediaman kalian.”“Ta …tadi malam?”“Ja… jang
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

Tantangan Rawai Tingkis

Puluhan orang tiba-tiba masuk dari pintu yang telah dirusak oleh Rawai Tingkis, diantara mereka Sisadano berada paling depan, tapi kala dia melihat tubuh Garantong, pria itu langsung tertawa terbahak-bahak.“Setan alas, apa yang kau tawakan, pria tua bau bangkai?”“Perkututmu …” ucap Sisadano, tidak bisa menahan tawanya meski dia tahu ada Rawai Tingkis di dalam ruangan tersebut, “benda kecil itu yang kau bangga-banggakan? Hanya sebesar ini …” Sisadano mengangkat jari kelingkingnya.Prajurit yang lain mengembungkan pipi, karena menahan tawa melihat barang kesayangan milik Gantarong.Pantaslah saja sejak tadi, Rawai Tingkis tertawa gelak-gelak saat melihat tubuh Gantarong.“Diam kalian semua!” bentak Gantarong. “Aku akan membunuh siapapapun yang berani menertawakanku!”Di antara semua orang, Rawai Tingkis dan Sisadano lah yang tidak berhenti tertawa saat ini, dan ini membuat Gantarong semakin geram.Dengan tidak peduli lagi pada barang kecil miliknya, Sisadano menarik tangannya di sampi
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
26
DMCA.com Protection Status