Rawai Tingkis membuang semua harta rampasan ke dalam jurang. Dia lalu menepuk tangannya, “ah, sekarang aku akan pergi …terima kasih atas makannya…” ketika pemuda itu hendak melangkahkan kaki, dia berbalik, “satu lagi, ngomong-ngomong jika aku melewati jembatan ini, aku akan tiba di mana?”“Kau akan tiba di Negri Bulan Merah …” salah satu dari perampok itu menjawab dengan gagap, apa lagi setelah setengah dari pakaian mereka sengaja dilucuti oloh Rawai Tingkis.“Negri Bulan Merah ya?” Rawai Tingkis menyipitkan mata, sebelum kemudian mulai melangkahkan kakinya.Di atas jembatan dia masih memikirkan ucapan para bandit barusan.Namun …“Hoi pemuda kurang ajar, ini adalah pembalasan dari kami!”Rawai Tingkis cepat-cepat menoleh ke belakang, tapi wajahnya seketika menjadi tegang saat melihat kelompok bandit itu mengayunkan parang pada tali tambang yang mengikat jembatan. Senyum jahat mereka tersungging lebar saat ini, tapi Rawai Tingkis mendadak panik.“Tu …tu…tunggu dulu, kita bicarakan bai
“Mak, aku pulang …” gadis itu tersenyum, seraya merogoh saku bajunya, mengeluarkan beberapa obat yang sempat dibelinya di pasar barusan. “Sekarang, Emak akan lekas sehat, bangunlah! Aku juga membawa bubur …”Gadis itu berjalan menuju sisi lain tempat sempit ini, kemudian mengambil mangkuk tempurung buah maje.Dia menuangkan bubur nasi ke dalam mangkuk itu, meniupnya beberapa kali untuk kemudian diberikan kepada ibunya.Namun, Sang Ibu masih belum terjaga dari tidurnya.Gadis itu meletakan bubur di lantai yang kumuh, lalu dengan lembut mencoba membangunkan Sang Ibu.“Mak …Mak …aku membawakan bubur untukmu …Mak …”Kini suara gadis itu mulai terdengar serak, wajahnya seketika menjadi tegang. Dia langsung mengguncang tubuh ibunya beberapa kali.“Mak! Mak …” Dia memberanikan diri untuk mendekatkan telinganya pada dada Sang Ibu, tapi tidak ada detak jantung yang dia dengar. “Tunggu, Mak! Mak!”Gadis itu kembali memeriksa denyut nadi ibunya, lalu memeriksa nafas di lubang hidung, tapi sedeti
“Terima kasih Kakang …” gadis itu tidak menyangka Rawai Tingkis membawa hampir satu gerobak besar makanan untuk diberikan kepada gadis muda dan semua orang yang terlantar di tempat ini.“Jangan ragus, makanlah!” Rawai Tingkis membantu membanggikan makan tersebut.Saat melihat mereka menyantap beberapa roti kering, buah dan sebagainya, hati Rawai Tingkis seakan tersayat sembilu tajam.Pemandangan ini sangat menyedihkan. Mereka makan seperti tidak pernah makan selama satu bulan. Sangat lahap, bahkan di antara mereka tertawa bercampur air mata, karena harunya.Anak-anak kecil kurus kering menatap buah-buah manga di atas keranjang, sedikit ragu untuk mengambilnya. Salah satu dari mereka menatap Rawai Tingkis, lalu menatap keranjang buah, “apa kami boleh menyantapnya?”“Tentu saja,” jawab Rawai Tingkis, “makanan ini untuk kalian semua, makanlah! Habiskan, nanti Kakang akan mencari lagi …”Ucapan Rawai Tingkis, seolah mendung di musim kemarau, memberi harapan kepada tanah kering keronta dan
Pagi harinya, Istana Kadipaten Dinang menjadi gempar. Bagaimana tidak, ratusan penjaga Istana terbantai tadi malam, dan tidak ada satupun dari mereka yang selamat.Kabar itu tersebar hingga ke segala sudut kadipaten Dinang, menciptakan ketegangan di kalangan warga yang tinggal di sana.Beberapa prajurit Kadipaten Dinang merasa ini adalah ulah Penjaga Dunia, tapi kemudian prajurit yang lain membantah ucapan temannya.Tidak mungkin Penjaga Dunia menyerang Kadipaten Dinang, mengingat hubungan baik antara Kelelawar Hitam alias Pimpinan Bulan Merah menjalin hubungan dengan Penjaga Dunia.Lagipula, tidak ada untungnya menyerang Kadipaten ini, jika memang Penjaga Dunia yang melakukannya.“Kurang ajar! Siapa yang berani mengacau di istanaku?” Sisadano begitu geram saat ini, dia menarik golok besar berwarna merah tua, lalu mengayunkan senjata itu pada meja besar di depannya.Boom.Meja itu terbelah menjadi dua bagian.“Kelompok mana yang berani menginjak kehormatanku sebagai Adipati di Kadipat
Rawai Tingkis berjalan dengan tenang setelah menutup pintu Istana. Diluar maupun di dalam, tidak ada yang tahu jika dia telah berada di dalam markas musuh.Sebuah Istana yang cukup besar, akan banyak orang yang akan dihadapi oleh pemuda itu, tapi Rawai Tingkis tidak peduli.Dia berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain, dengan pedang yang terus menebas ke segala arah.Rawai Tingkis tidak peduli, jika lantai bersih telah ternoda darah merah.“Penyusup!” salah satu prajurit di dalam Istana berteriak, tapi tidak lama setelah itu, Rawai Tingkis merenggut nyawanya.Beberapa teman dari prajurit itu rupanya sempat mendengar teriakan, jadi mereka datang secara berbondong-bondong.Rawai Tingkis sengaja mencari tempat yang lebih luas dari hanya sekedar lorong saja.“Sekarang kau tidak bisa lari kemanapun Penyusup!”“Siapa yang ingin lari?” tanya Rawai Tingkis, “Jika aku ingin pergi, aku sudah melakukannya sejak tadi malam, tapi aku malah mendatangi kediaman kalian.”“Ta …tadi malam?”“Ja… jang
Puluhan orang tiba-tiba masuk dari pintu yang telah dirusak oleh Rawai Tingkis, diantara mereka Sisadano berada paling depan, tapi kala dia melihat tubuh Garantong, pria itu langsung tertawa terbahak-bahak.“Setan alas, apa yang kau tawakan, pria tua bau bangkai?”“Perkututmu …” ucap Sisadano, tidak bisa menahan tawanya meski dia tahu ada Rawai Tingkis di dalam ruangan tersebut, “benda kecil itu yang kau bangga-banggakan? Hanya sebesar ini …” Sisadano mengangkat jari kelingkingnya.Prajurit yang lain mengembungkan pipi, karena menahan tawa melihat barang kesayangan milik Gantarong.Pantaslah saja sejak tadi, Rawai Tingkis tertawa gelak-gelak saat melihat tubuh Gantarong.“Diam kalian semua!” bentak Gantarong. “Aku akan membunuh siapapapun yang berani menertawakanku!”Di antara semua orang, Rawai Tingkis dan Sisadano lah yang tidak berhenti tertawa saat ini, dan ini membuat Gantarong semakin geram.Dengan tidak peduli lagi pada barang kecil miliknya, Sisadano menarik tangannya di sampi
Gantarong pada akhirnya memutuskan untuk menyerang Rawai Tingkis lebih dahulu. Sementara itu, Sisadano masih memperhatikan kekuatan Rawai Tingkis saat ini.Sisadano yang merasa Rawai Tingkis memiliki kekuatan di atas rata-rata, menganggap pemuda itu lawan yang cukup kuat, jadi dia ingin memastikan dugaanya salah.Namun, Sisadano seketika langsung terkejut. Bagaimana tidak, semua serangan yang dilakukan oleh Gantarong dapat diantisipasi dengan sangat baik.Pertukaran serangan yang terjadi diantara mereka berdua, sepertinya akan berakhir dengan Gantarong sebagai pihak yang kalah.Sebuah serangan kini bergerak cepat ke arah Rawai Tingkis. Tinju Gantarong yang memiliki tekanan begitu berat itu, mampu menumbangkan pohon besar yang ada di belakang Rawai Tingkis.“Pukulan yang keras!” Rawai Tingkis tersenyum kala dia berhasil mengelak dari serangan lawan, hanya dengan menarik wajahnya ke kiri, dan pukulan itu menghantam pohon.Merasa begitu kesal, Gantarong kembali melancarkan serangan berun
Gantarong berhasil berdiri dan menguasai dirinya kembali, tapi kini semua pakain yang dia rampasa dari salah satu prajurit kini telah terkoyak.Kantong menyan pria itu telah kembali terlihat, tapi kali ini dia tidak lagi peduli dengan baranya.Lagipula, Sisadano yang berada di sebelahnya juga tidak peduli dengan barang kecil lagi.Sekarang, mereka menghadapi musuh yang ternyata diluar dugaan. Kekuatan Rawai Tingkis benar-benar tidak terukur saat ini, dan Sisadano sepertinya lebih ingin menarik diri daripada meneruskan pertarungan ini.Namun, Gantarong tidak demikian, dia malah semakin marah dan emosi saat ini. Rawai Tingkis telah terlalu menghina dirinya.Daripada hidup dengan malu, sepertinya Gantarong lebih memilih mati saja.“Aku …aku tidak akan membiarkan dirimu hidup!”Wush.Gantarong menggunakan seluruh tenaganya saat ini, langsung melesat secepat suara ke arah Rawai Tingkis.Kepalan tinjunya mengandung tenaga pisik yang cukup besar, dan kini tinju itu bergerak ke arah Rawai Tin
Di saat bersamaan, Rawai Tingkis menyernag Kelelawar Hitam dengan seluruh energi mistik yang dimilikinya.Kecepatannya masih tetap sama, tapi daya hancurnya menjadi sedikit berkurang, dan ini karena tubuhnya terlalu dibebani oleh teknik baru yang dimilikinya saat ini.Lima orang Manusia Murni mencoba melakukan sesuatu atas perintah Ki Langit Hitam untuk mengakhiri nyawa Kelelawar Hitam, tapi mereka bahkan tidak dapat mendekati pria jahat itu.Sekarang mereka tahu kekuatan Rawai Tingkis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka semua.Kesombongan mereka selama ini, akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang memalukan.Bukan hanya lima orang itu, Putri Intan Kumala sendiri juga tidak mampu berhadapan langsung dengan Kelelawar Hitam.“Apa sekarang kalian menyadarinya?” tanya Ki Sundur Langit. “Rawai Tingkis mungkin tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain, tapi aku yakin, sekarang kalian mengakui kekuatannya!”Kelimanya langsung terdiam, tidak lagi menjawab ataupun berbuat sesuatu unt
Kedatangan Camar Putih membuat perubahan pada jalannya pertempuran antara Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam.Kedatangannya sama seperti kedatangan Ki Sundur Langit dan Ki Langit Hitam untuk membantu para Manusia Murni dalam mengalahkan Beruang Salju.Dua Satria Roh Suci kini menghadapi serangan demi serangan dari pihak Rawai Tingkis.Berkat kedatangan Camar Putih pula, Kelelawar Hitam untuk pertama kalinya setelah menggunakan Ulat Dari Neraka, terkena tebasan Rawai Tingkis.“Aku akan melindungimu!” ucap Camar Putih.“Baiklah, aku mengerti!” Rawai Tingkis melaju cepat ke arah Kelelawar Hitam, sementara Camar Putih bertugas menahan semua serangan bola mistik yang dilempar musuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dirimu menguasai Benua ini,” ucap Camar Putih, sembari melepaskan beberapa serangan berbentuk sayap putih yang berputar seperti gasing.Boom.Setiap bola mistik diledakan sebelum menyentuh tubuh Rawai Tingkis dengan sayap-sayap putih tersebut.“Camar Putih, kau selalu menghalangi re
Ki Langit Hitam dan Ki Sundur Langit, memasang kuda-kuda sebelum kemudian mulai menyerang Beruang Salju.Dua larik cahaya keluar dari telapak tangan dua pria tua tersebut, melesat cepat ke arah Beruang Salju.Mendapati serangan itu, Beruang Salju terpaksa menangkis serangan lawan dengan teknik pertahanan dinding es miliknya.Boom.Ledakan kecil terjadi di atas istana es, menggetarkan bagian puncak dari bangunan es tersebut.Saat Beruang Salju berniat melakukan perlawanan, dua petinggi Padepokan Surya telah berada di depannya, dan melancarkan serangan pisik.Suah.Beruang Salju melesat ke samping, menghindari pukulan Ki Langit Hitam, di saat yang sama, Ki Sundur Langit menyapukan tendangan cepat ke arah wajah Petinggi Penjaga Dunia tersebut.Boom.Tubuh Beruang Salju melesat cepat, meninggalkan Istana Es, dan jatuh terhempas di permukaan tanah yang gersang.Dia bangkit, lalu melepaskan dua bole energi ke arah lawannya. Sayangnya, dua serangan itu dapat dihindari oleh Ki Sundur Langit d
Serangan besar yang dilakukan oleh Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam, telah menyebabkan banyak kerusakan di sekitar mereka berdua.Namun dua orang itu, masih menolak untuk menyerah, meskipun salah satunya mengalami luka yang cukup serius, yaitu Kelelawar Hitam.Kelelawar Hitam memiliki energi mistik yang berlimpah, membuat dia percaya dapat mengalahkan Rawai Tingkis dalam segala kondisi yang dialaminya saat ini.Andaipun hanya memiliki satu tangan dan satu mata saja, Kelelawar Hitam masih percaya dapat menumbangkan Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawai Tingkis memiliki pertahanan pisik yang lebih baik, berkat pengobatan yang dilakukan oleh Naga Kecil.Namun demikian, energi mistik yang dimiliki pemuda itu berada jauh di bawah Kelelawar Hitam.Dua Roh Suci yang ada pada tubuh Rawai Tingkis, terbilang berusia muda, apa lagi Naga Kecil yang baru saja lahir beberapa waktu yang lalu. Energi mistik ke dua Roh Suci ini masih digolongkan kelas menengah, dan tidak dapat disandingkan oleh Energi M
Tidak pernah dirasakan oleh Kelelawar Hitam sensasi dan juga pengalaman seperti ini saat menghadapi musuh-musuhnya, kecuali hari ini.Dia tidak pernah takut, tapi hari ini dia melihat siapa yang kuat, dan siapa yang menjadi penguasa dari kalangan Roh Suci.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia tidak ingin jatuh dalam perangkap Rawai Tingkis.Kelelawar Hitam mengira, ini hanyalah permainan ilusi saja, mungkin ada kekuatan lain yang dimiliki oleh Rawai Tingkis, untuk mengendalikan pikirannya.Namun sayangnya, dia memang melihat sisi lain dari Rawai Tingkis.Sementara itu, Beruang Salju merasakan gejolak kekuatan Rawai Tingkis, dan tidak bisa tinggal diam saat ini.“Ini akan gawat, aku harus membantunya,” ucap Beruang Salju.Pria itu menaikan satu telunjuknya ke langit, lalu energi dingin menggumpal di ujung telunjuknya.Tidak selang beberapa lama, sesuatu yang sangat menakjubkan muncul di langit.Putri Intan Kumala menatap ke langit, dan untuk sesaat wajahnya menjadi tegang, meskipu
Beruang Salju masih berusaha untuk menumbangkan Putri Intan Kumala, meskipun tadinya dia penuh dengan kepercayaan diri dapat mengalahkan Kumala, tapi kenyataanya dia butuh waktu lama untuk menjatuhkan gadis tersebut. Beruang Salju telah menggunakan segagala cara untuk menjatuhkan boneka gurita raksasa yang dikendalikan oleh Putri Intan Kumala, tapi sialnya dia tidak mampu melakukan itu. Setiap kali dia brhasil memotong satu bagian tangan gurita itu, maka ditempat yang sama, tangan lain akan tumbuh. Menghadapi persoalan semacam ini, membuat kepala Beruang Salju serasa akan pecah. Sejauh ini, dia telah menemukan banyak ide, dan menerapkannya, bahkan ide paling licik sekalipun telah dia gunakan. “Jika aku tahu sebelumnya kekuatan gadis ini, aku tidak akan memilih padang tandus sebagai lokasi pertemuan,” ucap Beruang Salju. Baru kini dia menyadari kesalahannya, dan keunggulan Putri Intan Kuamala. Dengan semua batu yang ada di padang tandus, menjadikan Putri Intan Kumala memiliki pa
Bola-bola energi yang dilempar dengan mudah oleh Kelelawar Hitam, tapi menghasilkan dampak yang sangat mengrikan.Dari sini, terlihat betapa hebatnya Kelelawar Hitam sebenarnya, dan dari sini pula terlihat betapa kuatnya Roh Suci pada saat itu.Kekuatan sebesar Kelelawar Hitam bahkan tidak mampu menaklukan Roh Suci tanpa bantuan Satria Roh Suci dan Manusia Murni di jamannya.“Akan kuundang binatang kegelapan,” ucap Kelelawar Hitam.Dia melakukan sebuah gerakan, yang tidak jelas, tapi di ujung gerakan itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke atas.Sedetik kemudian, kepulan asap muncul dari telapak tangan itu, lalu tepat di atas kepalanya, sekitar dua atau tiga depa tingginya, asap itu membentuk lingkaran besar.Belum tahu apa yang terjadi atau apa yang akan dilakukan oleh Kelelawar Hitam itu, tapi auranya sudah menyebar ke segala arah, dan berhasil menekan mental Rawas Kalat dan Danur Jaya.“Kalian akan menjadi santapan siang ini!”Dan, tiba-tiba.Goar… mahluk hitam besar muncul dari
Sementara itu, Rawas Kalat dan Danur Jaya masih berjibaku sengit melawan Kelelawar Hitam yang mencoba menemukan keberadaan Rawi Tingkis.Dua pemuda mati-matian menahan Kelelawar Hitam, mencoba melakukan yang terbaik meski kerap mendapatkan luka pada bagian tubuh mereka.Sesekali akan terlihat debu jamur raksasa menghiasi udara siang ini, ketika salah satu dari mereka dihempas kasar ke permukaan tanah.Jangan bertanya berapa banyak darah yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sebab luka yang diterima ke dua pemuda itu tiada terhitung jumlahnya.Menghadai manusia yang memiliki energi mistik dalam jumlah besar, memang sangat menyulitkan.Bahkan, nyawa mereka kini seolah berada di ujung tanduk, hanya menunggu kematian saja.Sayangnya, tekad dan semangat juang ke dua pemuda itu tidak dapat dianggap remeh.Jatuh bangun hal biasa, kini keduanya mulai bersahabat dengan luka-luka.Setelah kehabisan anak panah, Danur Jaya terpaksa menggunakan busur panah untuk bertarung. Busur itu dijadikan sema
Kelelawar Hitam menepis seluruh api yang menyelimuti dirinya dengan asap hitam, lalu berdiri setelah jatuh di atas tumpukan kerikil. Dia memandang Rawas Kalat dengan penuh emosi.“Kalian juga bagian dari pencurian Seruling Emas-““Memangnya kenapa?” timpal Rawas Kalat.Mendengar jawaban itu, wajah Kelelawar Hitam menjadi padam, dia menahan nafasnya dengn rahang yang mengeras, lalu dia berkata, “kalau begitu, kau juga harus mati!”Kelelawar Hitam langsung berubah menjadi asap dan menggempur Rawas Kalat dari segala sisi.Asap hitam secara alami mungkin tidak dapat menghantam tubuh manusia, tapi tidak dengan asap hitam milik Kelelawar Hitam.Asap itu terasa sangat keras sehingga membuat Rawas Kalat begitu kesulitan untuk menahan semua serangan Kelelawar Hitam.Dalam sebuah momen, Rawas Kalat mencoba memukul asap tersebut, tapi tangannya malah terjebak oleh asap itu.Dia tidak bisa menarik tangannya, seolah melekat kuat dalam kepulan asap.Di saat yang sama pula, muncul asap menyerupai ma