Home / Pendekar / Satria Roh Suci / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Satria Roh Suci: Chapter 1 - Chapter 10

260 Chapters

Rawai Tingkis

“Berapa ratus anak-anak lagi yang akan mati tahun ini?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Rawai Tingkis dengan nada yang bergetar. "Pulau ini adalah penjara dan neraka, semuanya akan mati pada akhirnya."Ya, ini adalah Pulau Tengkorak merupakan pusat penelitian terbesar di Kerajaan Indrapura, untuk menciptakan mesin pembunuh. Anak-anak dilatih dengan serangkaian prosedur mengerikan oleh ilmuan Kerajaan, sehingga menghasilkan pembunuh paling ditakuti yang tidak memiliki emosi.Puluhan hingga ratusan anak mati hanya karena penelitian gila para ilmuan di pulau tersebut. Anak-anak malang yang dibesarkan mulai dari usia 7 tahun ini, diambil dari jalanan, atau yang sengaja dijual oleh panti asuhan jalur hitam, dan tidak terkecuali Rawai Tingkis. Anak berusia 9 tahun yang telah tinggal di sini selama lebih dari 2 tahun lamanya.2 tahun yang lalu, lebih dari 100 anak-anak didatangkan ke pulau tengkorak, tapi kemudian yang bertahan hingga hari ini hanya tersisa beberapa orang saja. Rawai Tingk
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Aura Kuat

Putra Mahkota akan tinggal di sini beberapa hari lamanya, sambil mengamati penelitian para ilmuan di Pulau Tengkorak. Namun kehadiran dirinya di sini, membuat ilmuan-ilmuan tersebut malah merasa tertekan.“Putra Mahkota hanya memberi kita waktu satu bulan saja.”“Ki Nerto, waktu satu bulan tidak akan cukup bagi kita untuk memenuhi keinginan Putra Mahkota, bagaimana ini?”Ki Nerto alias Pimpinan dari organisasi penelitian ini, mulai merasa bimbang, Dua tahun dia telah bekerja untuk menciptakan mesin pembunuh seperti yang diinginkan oleh Putra Mahkota, tapi bahkan waktu tersebut masih kurang cukup bagi dirinya.Sekarang, Putra Mahkota malah meminta mesin pembunuh dengan waktu hanya satu bulan saja. Ini gila, bagaimana hal ini bisa dilakukan? Seribu anak-anak yang dijadikan objek penelitian mungkin tidak akan sanggup untuk memenuhi keinginan gila Putra Mahkota.Tentu saja ini berkaitan dengan dunia politik di Kerajaan Indra Pura. Isu beredar, jika Raja tampaknya akan mengangkat putra ke
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Roh Suci

“Dimana aku?” Putri kecil itu terjaga di sebuah kamar indah yang dikelilingi oleh banyak perawat. Dia menyapukan pandangannya beberapa kali, kemudian hendak beranjak dari pembaringan, tapi dihentikan oleh Ayahnya sendiri, Putra Mahkota kerajaan Indra Pura. “Ayah ...”“Akhirnya kau sudah sadar,” ucap Pangeran itu, “kau membuat aku khawatir, Putriku. Kenapa kau pergi ke lokasi larangan, bukankah para prajurit telah memperingatkan dirimu?”“Ayah, jadi itu bukan mimpi?” Gadis itu kembali berusaha untuk beranjak dari pembaringan, tapi sekujur tubuhnya terasa begitu sakit.“Tuan Putri pingsan selama 7 hari, kau memiliki mental yang cukup kuat, mengingat para pelayanmu kehilangan-“Putra Mahkota mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar dokter yang berbicara itu, menghentikan ucapannya.“Ada apa dengan para pelayan?” tanya Putri tersebut.“Lebih baik kau istirahat Putriku!” Putra Mahkota malah mengalihkan pembicaraannya, tidak ingin putrinya tahu jika semua pelayan telah mati, bahkan sebelum
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Kematian

Dusun Air Tenam dihebohkan oleh kemunculan jasad bocah kecil yang ditemukan di pinggiran sungai, tidak jauh dari pemandian para warga di sana.Mereka lantas membawa tubuh Rawai Tingkis menuju ke rumah seorang tabib di desa tersebut.“Biarkan aku memeriksanya, kalian semua harap menunggu di luar ruangan!” ucap tabib itu.Selang beberapa saat, Sang Tabib keluar dari kamarnya, dengan peluh yang membasahi sekujur tubuh, tapi kemudian dia tersenyum lega, “anak itu belum mati, meski sangat lemah, aku bisa merasakan denyut jantungnya.”Dia bernama Tabib Rabiah, seorang wanita yang mengabdikan dirinya di desa Air Tenam sebagai tukang medis.Bisa dibilang, dia merupakan tabib terbaik, karena hampir semua pasiennya sembuh setelah ditangani oleh wanita tersebut.Tidak diketahui asal muasal Tabib Rabiah, dia bukanlah warga pribumi, dia datang ke desa ini 10 tahun yang lalu, dan sampai saat ini tidak ada satupun orang yang mengetahui identitas asli Tabib Rabiah.“Aku sudah memberinya beberapa obat
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Kemarahan Tabib

Di hari pertama Rawai Tingkis telah membuat ulah, dia menjatuhkan kendi yang diletakan di dinding rumah.Kendi itu berisi semua ramuan yang berusia belasan tahun.“Apa yang kau lakukan, BOCAH!!!”“Heheh …maaf Tabib Rabiah, tanganku tidak sengaja menyentuh kendi usang ini. Tapi tenang saja aku akan membersihkan kekacauan ini …” Rawai Tingkis menunjukan senyum tak bersalah, tapi sedetik kemudian satu pukulan keras mendarat tepat di kepalanya. “-Ahk-“.“Kau pikir masalah ini sederhana, Bocah …” tangan Tabib Rabiah terangkat lagi ke atas, “Ini adalah harta berharga yang aku miliki, tapi kau menghancurkannya dengan tanpa dosa.”Kemudian terdengar teriakan di dalam rumah tersebut, teriakan dari mulut Rawai Tingkis yang mungkin kini sedang dihajar habis-habisan oleh Tabib Rabiah.Beberapa saat kemudian, Rawai Tingkis keluar dari dalam rumah dengan tangan mengurut kepala bagian belakangnya.“Dia benar-benar monster,” gerutu Rawai Tingkis.“Aku mendengar ucapanmu!”“Maafkan Aku!”Rawai Tingkis
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Dua Bandit

Di tengah Lembah Berkabut, dua bandit berwajah sangar berjalan buru-buru, melintasi beberapa pohon diantara rawa-rawa gambut.Mereka membawa dua buntelan besar, yang berisi banyak harta berharga.Keduanya berkelakar tetang pembagian yang akan diterima setelah menyerahkan harta itu kepada pimpinan mereka.Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak, membayangkan melewati malam ini di rumah bordil yang ada di pusat kota.“Aku akan memsan lima gadis di sana, kau tahu…ada gadis penghibur berwajah cantik?”“Ah, aku tidak terlalu tertarik dengan mereka,” timpal yang satunya, “aku ingin menghabiskan malam ini dengan kendi-kendi tuak.”“Seleramu memang buruk, Kawan.”Setelah beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah rumah beratap ilalang yang dipenuhi oleh banyak bandit gunung.Rumah sederhana yang berdinding jalinan bambu, telah berdiri beberapa tahun, menjadi markas persembunyian para bandit gunung ini.“Bos, kami berhasil menjarah rumah Ki Demang Desa Ranting,” bandit itu langsung menyerahk
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Melawan Bandit

Mendengar perkataan Rawai Tingkis, wajah Kondir langsung memerah bak kulit udang rebus.Tidak perlu basa-basi dia langsung menyerang bocah sombong di hadapannya. Meski lawannya hanyalah anak kecil, Kondir tidak pernah segan untuk menghabisi siapapun yang tidak patuh akan perkataanya.“Jangan menyesal jika kau mati!” ucap Kondir.Namun, gerakan Kondir tidak lebih cepat dari Rawai Tingkis. Bocah ingusan itu dapat dengan mudah menghindari golok yang bergerak cepat menuju batang lehernya.Dia melompat beberapa kali ke belakang, melakukan salto sekali sebelum kemudian berdiri tenang di sebelah pohon berukuran cukup besar.“Cuih, bocah ini rupanya cukup lihai,” gumam Kondir.Sementara itu, Sindur hanya menyaksikan pertandingan yang dianggapnya tidak akan menguntungkan Rawai Tingkis.Sindur bahkan masih sempat duduk di sebuah batu, dengan tangan menopang kepalanya.“Bocah itu memang cepat, tapi dia tidak akan bertahan saat melawan Kondir,” ucap Sindur, seraya tersenyum tipis.Merasa tebasann
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Mengejar Rusa

Sementara itu Tabib Rabiah berkeliling di desa, mencari keberadaan Rawai Tingkis yang entah pergi ke mana.Dia menanyakan kepada beberapa warga, tapi semuanya menjawab sama, ‘kami tidak melihat bocah itu.’“Kemana dirinya?” tanya Tabib Rabiah, “apa aku terlalu keras kepadanya, Rawai Tingkis! Apa kau pergi dari rumah?”Tabib Rabiah mendongak ke ufuk timur, melihat matahari berangsur-angsur tenggalam meninggalkan siang.Malam akan segera datang, suara kicauan burung mulai terdengar sahut-menyahut, mungkin sedang mencari tempat untuk beristirahat malam ini.Jangkrik berpadu dengan suara kodok, menjadi nyanyian alam yang seolah menasehati semua manusia untuk masuk ke dalam rumahnya.Tabib Rabiah berjalan gontai, kemudian duduk di beranda rumahnya dengan wajah yang suram.Dia mengeluarkan sebatang rokok, menyulutnya dalam-dalam, tapi hal ini tidak bisa menenangkan dirinya sama sekali.Ada banyak pikiran buruk di benaknya, membuatnya semakin gelisah.“Atau jangan-jangan …tidak, itu tidak mu
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Logam Di Kepala

Rawai Tingkis mulai memaki ular hitam legam yang membuat rusa buruannya melarikan diri karena ketakutan.Karena kekesalan itu, Rawai Tingkis menyerang ular seperti kesetanan.Beberapa kali ular itu mencoba menghindari Rawai Tingkis, lalu melakukan serangan balik.Ujung ekor sang ular akhirnya mendarat tepat di perut bocah tersebut, membuat dirinya terdorong beberapa puluh depa ke belakang.Bocah itu menghantam semak belukar berduri lalu menghantam pangkal batang pohon besar.Burung kecil terbang berhamburan kala pohon itu bergetar kuat.“Adu duh duh duh …” Rawai Tingkis meringis, sebelum kemudian berdiri dan kembali menyerang ular tersebut.Meskipun pisik Rawai Tingkis sangat kuat dibandingkan dengan lima orang pria dewasa, tapi tetap saja ular itu lebih kuat dari dirinya.Setiap kali Rawai Tingkis mendaratkan potongan kayu ke tubuh ular, binatang tersebut terlihat baik-baik saja.“Cisss…” suara ular mendesis, menjulurkan lidah bercabang dari dalam mulutnya.Tatapan mata yang tajam ti
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Lembah

“Kancil, Kelinci?” Rawai Tingkis menemukan tiga binatang di depannya, “Siapa yang membawanya ke sini? Ah, akhirnya aku akan makan siang.”Rawai Tingkis mengeluarkan sebilah pisau kecil, lalu memotong tiga hewan itu, yang dalam keadaan terluka kakinya.Api unggun pada akhirnya menyala, lalu menyisakan bara. Rawai Tingkis dengan senyum gembira mulai memanggang ke tiga hewa tersebut, sesekali dia akan bersiul kecil, sesekali dia meniup bara api agar tetap menyala.“Selamat makan!” ucap dirinya, menyatukan dua telapak tangan, lalu menutup mata rapat-rapat. Setelah itu dia menghabiskan semua makanan itu tanpa tersisa.Rawai Tingkis membuang tulang terakhir, dan baru menyadari jika sebelumnya dia sedang bersama ular raksasa.Namun sekarang, dimana ular itu? Rawai Tingkis memutar kepalanya beberapa kali, tapi tidak melihat keberadaan binatang tersebut.“Apa dia sudah pergi?” gumam dirinya. “Kalau begitu aku juga harus pergi, perjalananku masih jauh.”Rawai Tingkis memeriksa buntelan yang dib
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
123456
...
26
DMCA.com Protection Status