Sementara itu Tabib Rabiah berkeliling di desa, mencari keberadaan Rawai Tingkis yang entah pergi ke mana.Dia menanyakan kepada beberapa warga, tapi semuanya menjawab sama, ‘kami tidak melihat bocah itu.’“Kemana dirinya?” tanya Tabib Rabiah, “apa aku terlalu keras kepadanya, Rawai Tingkis! Apa kau pergi dari rumah?”Tabib Rabiah mendongak ke ufuk timur, melihat matahari berangsur-angsur tenggalam meninggalkan siang.Malam akan segera datang, suara kicauan burung mulai terdengar sahut-menyahut, mungkin sedang mencari tempat untuk beristirahat malam ini.Jangkrik berpadu dengan suara kodok, menjadi nyanyian alam yang seolah menasehati semua manusia untuk masuk ke dalam rumahnya.Tabib Rabiah berjalan gontai, kemudian duduk di beranda rumahnya dengan wajah yang suram.Dia mengeluarkan sebatang rokok, menyulutnya dalam-dalam, tapi hal ini tidak bisa menenangkan dirinya sama sekali.Ada banyak pikiran buruk di benaknya, membuatnya semakin gelisah.“Atau jangan-jangan …tidak, itu tidak mu
Rawai Tingkis mulai memaki ular hitam legam yang membuat rusa buruannya melarikan diri karena ketakutan.Karena kekesalan itu, Rawai Tingkis menyerang ular seperti kesetanan.Beberapa kali ular itu mencoba menghindari Rawai Tingkis, lalu melakukan serangan balik.Ujung ekor sang ular akhirnya mendarat tepat di perut bocah tersebut, membuat dirinya terdorong beberapa puluh depa ke belakang.Bocah itu menghantam semak belukar berduri lalu menghantam pangkal batang pohon besar.Burung kecil terbang berhamburan kala pohon itu bergetar kuat.“Adu duh duh duh …” Rawai Tingkis meringis, sebelum kemudian berdiri dan kembali menyerang ular tersebut.Meskipun pisik Rawai Tingkis sangat kuat dibandingkan dengan lima orang pria dewasa, tapi tetap saja ular itu lebih kuat dari dirinya.Setiap kali Rawai Tingkis mendaratkan potongan kayu ke tubuh ular, binatang tersebut terlihat baik-baik saja.“Cisss…” suara ular mendesis, menjulurkan lidah bercabang dari dalam mulutnya.Tatapan mata yang tajam ti
“Kancil, Kelinci?” Rawai Tingkis menemukan tiga binatang di depannya, “Siapa yang membawanya ke sini? Ah, akhirnya aku akan makan siang.”Rawai Tingkis mengeluarkan sebilah pisau kecil, lalu memotong tiga hewan itu, yang dalam keadaan terluka kakinya.Api unggun pada akhirnya menyala, lalu menyisakan bara. Rawai Tingkis dengan senyum gembira mulai memanggang ke tiga hewa tersebut, sesekali dia akan bersiul kecil, sesekali dia meniup bara api agar tetap menyala.“Selamat makan!” ucap dirinya, menyatukan dua telapak tangan, lalu menutup mata rapat-rapat. Setelah itu dia menghabiskan semua makanan itu tanpa tersisa.Rawai Tingkis membuang tulang terakhir, dan baru menyadari jika sebelumnya dia sedang bersama ular raksasa.Namun sekarang, dimana ular itu? Rawai Tingkis memutar kepalanya beberapa kali, tapi tidak melihat keberadaan binatang tersebut.“Apa dia sudah pergi?” gumam dirinya. “Kalau begitu aku juga harus pergi, perjalananku masih jauh.”Rawai Tingkis memeriksa buntelan yang dib
Rawai Tingkis, berjalan mengendap-endap menuju markas para bandit. Di tengah situasi yang dipenuhi oleh kabut tebal, pandangan menjadi sedikit terbatas.Meski di tempat ini tidak banyak pohon tinggi yang hidup, kecuali pohon kecil dan tanaman seperti padi yang hampir membentang di seluruh lembah, tapi Rawai Tingkis yang bertubuh kecil bisa mendekati tempat itu tanpa terdeteksi oleh musuh.Dia bersembunyi dari satu rumpun tanaman, ke rumpun yang lain.“Aku ingin buang air besar terlebih dahulu,” ucap salah satu penjaga rumah para bandit. “Gantikan aku untuk berjaga, hanya sebentar saja.”“Kau ini, bukannya baru saja kau telah buang air?”“Tadi itu air besar, karena ukurannya sedikit …”“Tidak perlu membahas ukurannya bodoh! Siapa yang ingin tahu, sekarang cepat pergi sana!”“Hahahha…” pria itu tertawa lalu berlari kecil menuju ke rumpun rumput, dimana Rawai Tingkis sedang bersembunyi.Cir.Air kencing seperti pancuran, melewati wajah Rawai Tingkis.“Kurang ajar!”Rawai Tingkis langsung
‘Jadi bocah ini yang telah membuat Kondir dan Sindur mengalami kecatan?’ gumam bandit tersebut. ‘tidak mungkin, aku tidak bisa percaya seorang bocah memiliki kekuatan sehebat dirinya. Tapi …ahkk …rasa sakit in adalah butkitnya.’Rawai Tingkis mengusap kepalan tinjunya beberapa kali, tampaknya sudah bersiap untuk maju ke depan, menghadapi semua bandit yang ada di markas mereka.“Tunggu! Kau tidak ingin melepaskan ikatanku terelebih dahulu?”“Ikatanmu sudah lepas sejak tadi,” timpal Rawai Tingkis.“A-apa?”Bandit itu baru menyadari jika ke dua tangannya telah terbebas, tapi karena rasa sakit yang dialaminya, membuat dia tidak menyadari jika sejak awal simpul akar telah terlepas.Rawai Tingkis tersenyum tipis, kemudian dia berkata, “pergilah! Jika aku melihatmu lagi, dan kau masih menjadi bandit, aku akan membuat semua gigimu lepas, hikhikhik …”Setelah berkata seperti itu, Rawai Tingkis meninggalkan bandit tersebut, dan mulai melewati jalan setapak menuju ke arah markas besar para bandi
Beberapa waktu telah berlalu Rawai Tingkis dan para bandit yang melindungi markas telah bertarung begitu sengit, yang membuat sebagian besar tempat tersebut mengalami kerusakan.Namun, musuh yang akan dihadapi oleh Rawai Tingkis saat ini hanya menyisakan beberapa orang saja.Di antara mereka semua telah terluka cukup parah, dengan tangan dan kaki yang patah. Beberapa yang lain terlihat mengalami pendarahan pada bagian kepala setelah dua buah batu mendarat tepat di batok kepalanya.Sementara itu, Rawai Tingkis sepertinya masih bisa melanjutkan pertarungan ini hingga beberapa jam kemudian.Sayangnya, ada satu masalah yang kini menerpa dirinya. Yaitu kantuk, atau keinginan untuk tidur yang telah menjadi penyakit bagi dirinya.“Jangan sekarang …” gumam Rawai Tingkis, seraya membuka matanya lebar-lebar tapi tetap saja, matanya ingin menutup. “Tolonglah, jangan-“Dia berjalan menuju tiga bandit yang terluka cukup parah, tapi sebelum dia menyerang mereka, Rawai Tingkis malah jatuh ke tanah d
Kilindung alias Si Tangan Setan atau Pimpinan Bandit gunung, begitu terkejut melihat Rawai Tingkis berhasil melepaskan ikatan yang dibuat oleh anak buahnya.Belum sempat pula dia bergeming, Rawai Tingkis telah mendaratkan tendangan tepat ke tubuh Kilindung, membuat dirinya terpental beberapa depa ke belakang.Beruntung Kilindung berhasil menyeimbangkan tubuhnya sebelum sempat terjengkang ke belakang. Wajahnya sontak menjadi semerah kulit udang masak.Giginya terdengar bergeretak, jari jemari tangannya mulai mencengkram gagang golok dengan kuat.Namun sebelum dia melakukan serangan, lima penjaga gudang yang memiliki level jauh lebih tinggi dibandingkan dengan para bandit sebelumnya, langsung menyerang Rawai Tingkis.Sekarang, sedikit lebih sulit memang, menghadapi lima orang ini. Namun, bukan berarti Rawai Tingkis bisa ditekan oleh mereka.Serangan golok melaju cepat dari arah kiri, tapi akhirnya menancap pada kulit pohon. Sedetik sebelumnya, Rawai Tingkis berhasil bergerak ke belakang
Tangan Rawai Tingkis berhasil ditangkap oleh Pimpinan Bandit, lalu dia dilempar sekuat mungkin hingga menghantam atap utama rumah persembunyian.Alhasil, tubuh bocah itu melambung cukup tinggi, lalu terdengar suara benda jatuh tepat di dalam rumah.“Aduh duh duh …” Rawai Tingkis meraba bokongnya yang ngilu karena jatuh di atas logam sebesar kepalan tinju. “Apa ini?”Dia menyapukan pandangan ke sekeliling, melihat banyak sekali harta benda di sini, perhiasan, kendi-kendi yang dibalut menggunakan kain merah, atau pula beberapa peti. Namun yang menarik perhatiannya, adalah tanaman yang berjejer rapi di dalam pot dan digantungkan di dinding rumah.“Apa di antara tanaman ini terdapat tanaman pepedas?” gumam Rawai Tingkis.Dia belum sempat memeriksa satu persatu tanaman tersebut, tapi musuhnya telah berada di dalam ruangan seraya mengarahkan mata golok ke depan.“Jadi ini semua harta benda yang kau rampas dari orang-orang lemah?” tanya Rawai Tingkis.Kilindung tidak menjawab saat ini. Seben
Di saat bersamaan, Rawai Tingkis menyernag Kelelawar Hitam dengan seluruh energi mistik yang dimilikinya.Kecepatannya masih tetap sama, tapi daya hancurnya menjadi sedikit berkurang, dan ini karena tubuhnya terlalu dibebani oleh teknik baru yang dimilikinya saat ini.Lima orang Manusia Murni mencoba melakukan sesuatu atas perintah Ki Langit Hitam untuk mengakhiri nyawa Kelelawar Hitam, tapi mereka bahkan tidak dapat mendekati pria jahat itu.Sekarang mereka tahu kekuatan Rawai Tingkis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka semua.Kesombongan mereka selama ini, akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang memalukan.Bukan hanya lima orang itu, Putri Intan Kumala sendiri juga tidak mampu berhadapan langsung dengan Kelelawar Hitam.“Apa sekarang kalian menyadarinya?” tanya Ki Sundur Langit. “Rawai Tingkis mungkin tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain, tapi aku yakin, sekarang kalian mengakui kekuatannya!”Kelimanya langsung terdiam, tidak lagi menjawab ataupun berbuat sesuatu unt
Kedatangan Camar Putih membuat perubahan pada jalannya pertempuran antara Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam.Kedatangannya sama seperti kedatangan Ki Sundur Langit dan Ki Langit Hitam untuk membantu para Manusia Murni dalam mengalahkan Beruang Salju.Dua Satria Roh Suci kini menghadapi serangan demi serangan dari pihak Rawai Tingkis.Berkat kedatangan Camar Putih pula, Kelelawar Hitam untuk pertama kalinya setelah menggunakan Ulat Dari Neraka, terkena tebasan Rawai Tingkis.“Aku akan melindungimu!” ucap Camar Putih.“Baiklah, aku mengerti!” Rawai Tingkis melaju cepat ke arah Kelelawar Hitam, sementara Camar Putih bertugas menahan semua serangan bola mistik yang dilempar musuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dirimu menguasai Benua ini,” ucap Camar Putih, sembari melepaskan beberapa serangan berbentuk sayap putih yang berputar seperti gasing.Boom.Setiap bola mistik diledakan sebelum menyentuh tubuh Rawai Tingkis dengan sayap-sayap putih tersebut.“Camar Putih, kau selalu menghalangi re
Ki Langit Hitam dan Ki Sundur Langit, memasang kuda-kuda sebelum kemudian mulai menyerang Beruang Salju.Dua larik cahaya keluar dari telapak tangan dua pria tua tersebut, melesat cepat ke arah Beruang Salju.Mendapati serangan itu, Beruang Salju terpaksa menangkis serangan lawan dengan teknik pertahanan dinding es miliknya.Boom.Ledakan kecil terjadi di atas istana es, menggetarkan bagian puncak dari bangunan es tersebut.Saat Beruang Salju berniat melakukan perlawanan, dua petinggi Padepokan Surya telah berada di depannya, dan melancarkan serangan pisik.Suah.Beruang Salju melesat ke samping, menghindari pukulan Ki Langit Hitam, di saat yang sama, Ki Sundur Langit menyapukan tendangan cepat ke arah wajah Petinggi Penjaga Dunia tersebut.Boom.Tubuh Beruang Salju melesat cepat, meninggalkan Istana Es, dan jatuh terhempas di permukaan tanah yang gersang.Dia bangkit, lalu melepaskan dua bole energi ke arah lawannya. Sayangnya, dua serangan itu dapat dihindari oleh Ki Sundur Langit d
Serangan besar yang dilakukan oleh Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam, telah menyebabkan banyak kerusakan di sekitar mereka berdua.Namun dua orang itu, masih menolak untuk menyerah, meskipun salah satunya mengalami luka yang cukup serius, yaitu Kelelawar Hitam.Kelelawar Hitam memiliki energi mistik yang berlimpah, membuat dia percaya dapat mengalahkan Rawai Tingkis dalam segala kondisi yang dialaminya saat ini.Andaipun hanya memiliki satu tangan dan satu mata saja, Kelelawar Hitam masih percaya dapat menumbangkan Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawai Tingkis memiliki pertahanan pisik yang lebih baik, berkat pengobatan yang dilakukan oleh Naga Kecil.Namun demikian, energi mistik yang dimiliki pemuda itu berada jauh di bawah Kelelawar Hitam.Dua Roh Suci yang ada pada tubuh Rawai Tingkis, terbilang berusia muda, apa lagi Naga Kecil yang baru saja lahir beberapa waktu yang lalu. Energi mistik ke dua Roh Suci ini masih digolongkan kelas menengah, dan tidak dapat disandingkan oleh Energi M
Tidak pernah dirasakan oleh Kelelawar Hitam sensasi dan juga pengalaman seperti ini saat menghadapi musuh-musuhnya, kecuali hari ini.Dia tidak pernah takut, tapi hari ini dia melihat siapa yang kuat, dan siapa yang menjadi penguasa dari kalangan Roh Suci.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia tidak ingin jatuh dalam perangkap Rawai Tingkis.Kelelawar Hitam mengira, ini hanyalah permainan ilusi saja, mungkin ada kekuatan lain yang dimiliki oleh Rawai Tingkis, untuk mengendalikan pikirannya.Namun sayangnya, dia memang melihat sisi lain dari Rawai Tingkis.Sementara itu, Beruang Salju merasakan gejolak kekuatan Rawai Tingkis, dan tidak bisa tinggal diam saat ini.“Ini akan gawat, aku harus membantunya,” ucap Beruang Salju.Pria itu menaikan satu telunjuknya ke langit, lalu energi dingin menggumpal di ujung telunjuknya.Tidak selang beberapa lama, sesuatu yang sangat menakjubkan muncul di langit.Putri Intan Kumala menatap ke langit, dan untuk sesaat wajahnya menjadi tegang, meskipu
Beruang Salju masih berusaha untuk menumbangkan Putri Intan Kumala, meskipun tadinya dia penuh dengan kepercayaan diri dapat mengalahkan Kumala, tapi kenyataanya dia butuh waktu lama untuk menjatuhkan gadis tersebut. Beruang Salju telah menggunakan segagala cara untuk menjatuhkan boneka gurita raksasa yang dikendalikan oleh Putri Intan Kumala, tapi sialnya dia tidak mampu melakukan itu. Setiap kali dia brhasil memotong satu bagian tangan gurita itu, maka ditempat yang sama, tangan lain akan tumbuh. Menghadapi persoalan semacam ini, membuat kepala Beruang Salju serasa akan pecah. Sejauh ini, dia telah menemukan banyak ide, dan menerapkannya, bahkan ide paling licik sekalipun telah dia gunakan. “Jika aku tahu sebelumnya kekuatan gadis ini, aku tidak akan memilih padang tandus sebagai lokasi pertemuan,” ucap Beruang Salju. Baru kini dia menyadari kesalahannya, dan keunggulan Putri Intan Kuamala. Dengan semua batu yang ada di padang tandus, menjadikan Putri Intan Kumala memiliki pa
Bola-bola energi yang dilempar dengan mudah oleh Kelelawar Hitam, tapi menghasilkan dampak yang sangat mengrikan.Dari sini, terlihat betapa hebatnya Kelelawar Hitam sebenarnya, dan dari sini pula terlihat betapa kuatnya Roh Suci pada saat itu.Kekuatan sebesar Kelelawar Hitam bahkan tidak mampu menaklukan Roh Suci tanpa bantuan Satria Roh Suci dan Manusia Murni di jamannya.“Akan kuundang binatang kegelapan,” ucap Kelelawar Hitam.Dia melakukan sebuah gerakan, yang tidak jelas, tapi di ujung gerakan itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke atas.Sedetik kemudian, kepulan asap muncul dari telapak tangan itu, lalu tepat di atas kepalanya, sekitar dua atau tiga depa tingginya, asap itu membentuk lingkaran besar.Belum tahu apa yang terjadi atau apa yang akan dilakukan oleh Kelelawar Hitam itu, tapi auranya sudah menyebar ke segala arah, dan berhasil menekan mental Rawas Kalat dan Danur Jaya.“Kalian akan menjadi santapan siang ini!”Dan, tiba-tiba.Goar… mahluk hitam besar muncul dari
Sementara itu, Rawas Kalat dan Danur Jaya masih berjibaku sengit melawan Kelelawar Hitam yang mencoba menemukan keberadaan Rawi Tingkis.Dua pemuda mati-matian menahan Kelelawar Hitam, mencoba melakukan yang terbaik meski kerap mendapatkan luka pada bagian tubuh mereka.Sesekali akan terlihat debu jamur raksasa menghiasi udara siang ini, ketika salah satu dari mereka dihempas kasar ke permukaan tanah.Jangan bertanya berapa banyak darah yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sebab luka yang diterima ke dua pemuda itu tiada terhitung jumlahnya.Menghadai manusia yang memiliki energi mistik dalam jumlah besar, memang sangat menyulitkan.Bahkan, nyawa mereka kini seolah berada di ujung tanduk, hanya menunggu kematian saja.Sayangnya, tekad dan semangat juang ke dua pemuda itu tidak dapat dianggap remeh.Jatuh bangun hal biasa, kini keduanya mulai bersahabat dengan luka-luka.Setelah kehabisan anak panah, Danur Jaya terpaksa menggunakan busur panah untuk bertarung. Busur itu dijadikan sema
Kelelawar Hitam menepis seluruh api yang menyelimuti dirinya dengan asap hitam, lalu berdiri setelah jatuh di atas tumpukan kerikil. Dia memandang Rawas Kalat dengan penuh emosi.“Kalian juga bagian dari pencurian Seruling Emas-““Memangnya kenapa?” timpal Rawas Kalat.Mendengar jawaban itu, wajah Kelelawar Hitam menjadi padam, dia menahan nafasnya dengn rahang yang mengeras, lalu dia berkata, “kalau begitu, kau juga harus mati!”Kelelawar Hitam langsung berubah menjadi asap dan menggempur Rawas Kalat dari segala sisi.Asap hitam secara alami mungkin tidak dapat menghantam tubuh manusia, tapi tidak dengan asap hitam milik Kelelawar Hitam.Asap itu terasa sangat keras sehingga membuat Rawas Kalat begitu kesulitan untuk menahan semua serangan Kelelawar Hitam.Dalam sebuah momen, Rawas Kalat mencoba memukul asap tersebut, tapi tangannya malah terjebak oleh asap itu.Dia tidak bisa menarik tangannya, seolah melekat kuat dalam kepulan asap.Di saat yang sama pula, muncul asap menyerupai ma