Share

Roh Suci

Penulis: Pancur Lidi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Dimana aku?” Putri kecil itu terjaga di sebuah kamar indah yang dikelilingi oleh banyak perawat. Dia menyapukan pandangannya beberapa kali, kemudian hendak beranjak dari pembaringan, tapi dihentikan oleh Ayahnya sendiri, Putra Mahkota kerajaan Indra Pura. “Ayah ...”

“Akhirnya kau sudah sadar,” ucap Pangeran itu, “kau membuat aku khawatir, Putriku. Kenapa kau pergi ke lokasi larangan, bukankah para prajurit telah memperingatkan dirimu?”

“Ayah, jadi itu bukan mimpi?” Gadis itu kembali berusaha untuk beranjak dari pembaringan, tapi sekujur tubuhnya terasa begitu sakit.

“Tuan Putri pingsan selama 7 hari, kau memiliki mental yang cukup kuat, mengingat para pelayanmu kehilangan-“

Putra Mahkota mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar dokter yang berbicara itu, menghentikan ucapannya.

“Ada apa dengan para pelayan?” tanya Putri tersebut.

“Lebih baik kau istirahat Putriku!” Putra Mahkota malah mengalihkan pembicaraannya, tidak ingin putrinya tahu jika semua pelayan telah mati, bahkan sebelum sempat diberi pertolongan.

Sementara itu, tiga prajurit menjadi gila dan terpaksa diberi racun, dan sisanya masih tidak sadarkan diri sampai saat ini.

Putri itu dapat dikatakan memiliki mental dan jiwa yang kuat, karena berhasil sadar dalam waktu 7 hari dihitung mulai dari pertama kali dia jatuh pingsan.

“Ayah, apakah  bocah itu...?” yang dimaksud oleh Putri kecil itu adalah Rawai Tingkis, tapi Putra Mahkota hanya tersenyum penuh arti.

“Istirahatlah kau akan akan baik-baik saja, jangan memaksa pikiranmu!”

Di tempat lain.

“Semuanya sudah selesai, apa kita yakin akan melakukan percobaan Kelas S, Ki Nirto?”

“Penelitian ini akan ditutup, pendanaan akan dihentikan, bahkan nyawa kita semua dalam ancaman, percobaan Kelas S harus dilakukan,” timpal Ki Nirto.

Tidak selang beberapa lama kemudian, Putra Mahkota akhirnya datang untuk melihat percobaan Kelas S yang dimaksud oleh Ki Nerto.

“Kami sudah siap,” ucap Ki Nerto.

“Baiklah, kalau begitu kita akan melakukannya,”

“Bawa mereka!” Ki Nerto memberi perintah kepada belasan orang untuk membawa semua anak-anak yang telah dilatih selama 2 tahun, termasuk pula Rawai Tingkis.

Ada lima anak-anak yang akan mengikuti percobaan kali ini, tapi Ronggo tidak masuk ke dalam daftarnya. Dia akan diikut sertakan pada percobaan ke dua.

Potensi Ronggo adalah yang paling besar dibandingkan semua anak-anak yang lain, mereka tidak ingin mengorbankan pemuda itu di percobaan pertama.

Sebaliknya, jika percobaan pertama ini gagal, Ki Nerto dan para ilmuan yang lain telah mendapatkan pengalaman, dan pada percobaan ke dua nanti, mereka bisa meminimalkan tingkat kegagalan pada percobaan pertama itu.

Rawai Tingkis dan anak-anak yang lain di masukan ke dalam kandang kurungan. Tepatnya ada lima kurungan yang ukurannya sangat sempit. Tangan dan kaki di rantai, dengan mulut ditutup oleh benda.

Mereka kemudian di bawah ke kuil kuno di dalam hutan larangan.

Sesampainya di sana, Ki Nirto menyarankan agar semua orang mengenakan pakaian pelindung yang telah dibuat khusus oleh dirinya dan para ilmuan yang lain.

“Pakaian ini akan melindungi kalian,” ucap Ki Nirto.

Benar saja, ketika aura yang kuat itu muncul dari dalam mulut kuil, semua orang mampu bertahan tanpa jatuh pingsan atau mati seperti para pelayan sebelumnya.

Ki Nirto memimpin perjalanan,mulai melewati pintu gerbang kuil kono. Mereka menemukan lorong yang gelap dan panjang, sampai kemudian Ki Nirto meminta untuk menyalakan obor sebagai penerangan.

Tempat ini benar-benar mengerikan, bagi Putra Mahkota terlihat seperti mulut seekor monster, dan lorong ini seperti rongga tenggorokan.

Beberapa saat kemudian, mereka menemukan pintu besar berwarna hitam yang terbuat dari logam bercampur batu. Tepat di tengah pintu ada sebuah pola yang merupakan kunci untuk membukanya.

Ki Nirto mengeluarkan sebuah kunci, mirip seperti piring yang dibagian pinggirnya berbentuk gerigi.

Diletakan kunci itu tepat di tengah-tengah pola pintu, lalu Ki Nerto memutarnya secara perlahan.

Kleg.

Terdengar suara gembok terbuka di dalam pintu tersebut. Perlahan-lahan, pintu mulai terangkat dengan sendirinya.

Ki Nerto berjalan perlahan, di ikuti dengan semua orang di belakangnya.

Rawai Tingkis yang berada di dalam kurungan hanya  bisa membuka mata lebar-lebar, dengan jantung berdetak kencang dan keringat bercucuran.

Selama dia berlatih mental, baru kali ini Rawai Tingkis merasakan ketakutan yang teramat sangat. Ketakutan ini seperti 10 kali perasaan orang biasa melihat hantu.

Langkah kaki Ki Nerto kemudian terhenti, lalu dia meminta seorang ilmuan lain untuk menyalakan tungku perapian yang ada di hadapannya.

Ketika obor menyentuh tungku tersebut, api mulai menjalar membentuk lagi sebuah pola yang aneh, tapi di sini semua orang akhirnya tahu jika mereka berada di bibir jurang yang dalam. Tidak! Ini bukan jurang, ini adalah sumur raksasa, dimana pada bagian tengah sumur itu berdiri sebuah pilar raksasa.

“Aghhhhh!” suara rangunan memekakan telinga muncul saat ini, bersamaan dengan sosok tubuh yang diselimuti oleh cahaya merah dan hijau tua.

Ya, mahluk itu memiliki ukuran yang sangat besar, mungkin 5 kali dari ukuran seekor gajah. Matanya memancarkan cahaya yang merah, dengan kuku panjang seperti pedang.

Dia berdiri seperti manusia, tapi dia bukan manusia, tepatnya dia seperti seekor singa, tapi dengan tubuh yang berpuluh kali lipat besarnya.

Pada bagian tangan dan kaki, di gelangi rantai besar, yang menjadi belenggu bagi mahluk tersebut.

“Manusia, aku mencium darah kotor kalian ...” suaranya menggelegar seperti guntur, “beraninya kalian mengusik tidur siangku!”

“Apakah ini ...yang kau maksud dengan ...Roh Suci?” tanya Putra Mahkota, dengan suara serak dan gagap.

Roh Suci dianggap sebagai harta karun berharga di berbagai belahan dunia tapi di Kerajaan Indra Pura Roh Suci dianggap sebagai mitos belaka.

Keberadaan mahluk ini di dunia manusia diperkirakan sudah ribuan tahun lamanya. Mereka tersebar ke segala wilayah, mendiami pulau-pulu kecil, sungai, danau bahkan lautan sekalipun.

Beberapa manusia menganggap mereka sebagai dewa, tempat meminta pertolongan, beberapa yang lain menganggap mereka sebagai tangan-tangan langit, yang disetarakan sebagai dewa atau malaikat.

Namun tidak jarang pula yang menganggap mahluk ini sebagai ancaman, monster yang memiliki potensi untuk menghancurkan peradaban manusia.

Karena itu, 700 tahun yang lalu, semua manusia bersatu untuk mengalahkan mahluk yang kini dikenal sebagai roh suci ini.

Tidak terkira berapa banyak manusia yang dikorbankan, mungkin jutaan atau bahkan mencapi belasan juta. Semua orang-orang hebat berkumpul untuk satu tujuan, menghabiskan semua Roh Suci dari dunia manusia.

Kebanyakan Roh Suci yang lemah berhasil dibunuh, tapi beberapa dari mereka yang memiliki kemampuan bertahan hidup di kurung di pulau-pulau terpencil yang jauh dari jangkauan manusia, termasuk pula Pulau Tengkorak.

Kemudian orang-orang terdahulu mewariskan pengetahuan mereka untuk menciptakan senjata guna melawan Roh Suci ini.

“Aku datang ke sini untuk mengakhiri penderitaanmu,” ucap Ki Nirto.

“Kau pikir bisa membunuhku?” tanya Roh Suci itu, “Ratusan tahun terkurung di sini tanpa makan dan minuman, tapi aku masih bisa bertahan, tidak ada logam yang bisa membunuhku!”

Tapi kemudian, Ki Nirto mengeluarkan sebuah belati yang dibalut dengan menggunakan kain putih. Ada tujuh benang yang mengikat gagang belati tersebut, dan pada mata belati itu dibuat dengan menggunakan tujuh logam yang berbeda-beda.

Bukan hanya itu saja, belati itu dibuat dengan menggunakan 3 bahan yang lainnya, yang semuanya berjumlah tujuh.

“Belati ini bisa melukai kulitmu yang keras,” ucap Ki Ludru, “tapi aku tahu kau tidak akan mati karena belati ini, sumber kehidupanmu adalah kekuatanmu sendiri, karena itu aku akan mengambilnya.”

“Tidak ada manusia yang bisa memakai kekuatan Roh Suci, kau pikir mahluk lemah sepertimu bisa melakukannya?”

“Manusia memiliki tubuh yang lemah dibandingkan dengan kalian, tapi manusia memiliki kekuatan yang tidak terbayangkan, dan kekuatan itu berada di sini?” Ki Nirto kemudian mengarahkan telunjuk pada keningnya sendiri, “manusia punya akal dan pikiran.”

Setelah berkata demikian, Ki Nerto meminta bawahannya untuk mengeluarkan anak-anak dari dalam kerangkeng.

Dia juga meminta agar para prajurit menarik rantai yang membelenggu Roh Suci, sehingga tubuh mahluk itu menjadi lebih dekat.

“Buat dia berlutut!” ucap Ki Nerto.

Dengan segenap kekuatan, dan bantuan belati di tangan Ki Nerto, roh suci itu berhasil dilemahkan, dan kini berlutut di hadapan ilmuan tersebut.

Dari catatan buku yang dibaca olehnya, Ki Nerto tahu jika setiap Roh Suci memiliki 7 titik rapuh di tubuhnya, dan ini adalah titik kelemahan mahluk tersebut.

Sekarang, Ki Nerto melihat 7 titik tersebut, dan langsung menemukannya.

2 buah pada bawah pusar, pada pusar, jantung, leher, kening dan kepala.

Ki Nerto dengan berani kemudian menusuk 5 titik di tubuh roh suci tersebut, membuatnya meraung begitu keras sampai-sampai langit-langit kuil kuno ini bergetar hebat karenanya.

Cawan perunggu telah disiapkan olehnya untuk menampung darah berwarna emas yang keluar dari luka-luka tersebut.

Setelah itu, dia meminta kepada bawahannya untuk membawa ke lima anak-anak maju satu persatu ke hadapannya.

Satu anak dipaksa maju ke depan, dan tentu saja anak ini melakukan pemberontakan, menggelepar seperti cacing kepanasan, tapi 7 prajurit yang dibawa ke sini memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari anak tersebut.

Dengan belati yang sama, Ki Nirto dengan kejam melukai kepala anak tersebut. Darah roh suci yang berasal dari kepalanya kemudian di tuangkan pada luka tersebut.

“Ahhkkk...” Jeritan tertahan terdengar dari mulut tersumpal bocah malang, kemudian tidak beberapa lama, bocah itu menggelapar, menggeliat dan mengalami kejang yang hebat.

Tidak selang beberapa lama, tubuhnya mulai memerah, keluar begitu banyak darah dari semua lubang di  kepalanya. Mengerikan, dia menangis tapi yang keluar adalah darah.

Hanya beberapa detik setelah kejadian itu, anak tersebut akhirnya meninggal dunia.

“Kau membunuh banyak anak tak bersalah ...” suara Roh Suci terdengar lemah saat ini, “padahal kau tahu hasilnya. Kekuatanku, tidak akan mampu dikendalikan oleh manusia.”

Namun pada dasarnya, kematian anak ini bukan semata-mata karena darah roh suci, melainkan pula karena tusukan belati yang dipakai oleh Ki Nerto.

Namun Ki Nerto tidak peduli, dia akan melanjutkan percobaan ini, sampai berhasil. Tidak peduli jika harus menggunakan seribu anak dalam percobannya.

4 anak terbaik yang dipaksa mengikuti prosedur ini pada akhirnya mati, hingga pada giliran terakhir Rawai Tingkis dipaksa untuk maju ke depan.

Dia mendapatkan darah yang berasal dari bawah pusar roh suci, karena itulah bagian bawah pusar bocah itu harus ditusuk oleh belati tersebut.

Rawai Tingkis merasakan sakit yang luar biasa saat ini, tapi sakit ditusuk belati belum seberapa dibandingkan darah yang dituangkan ke dalam lukanya.

Sakit yang tiada terkira, tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Ini adalah rasa sakit yang tidak pernah dirasakan oleh Rawai Tingkis sebelumnya.

Tubuh bocah kecil itu mengejang beberapa lama, bola matanya berputar-putar, dan meskipun mulutnya di sumpali oleh sebuah benda, teriakan Rawai Tingkis masih bisa terdengar oleh telinga.

Namun ...

“Bagaimana?” tanya Putra Mahkota.

“Dia salah satu anak terbaik yang kita miliki ...Tapi...” ucapan Ki Nerto terhenti.

Putra Mahkota sudah paham apa yang dimaksud oleh Ki Nerto, jadi dia dengan wajah kesal langsung meninggalkan tempat ini.

Ya, Rawai Tingkis juga telah dinyatakan mati karena percobaan mereka.

“Buang mayat mereka ke jurang!” ucap Ki Nerto, kemudian dia menatap Roh Suci sekali lagi, “aku akan membawa darahnya ke ruang penelitian, tersisa beberapa anak lagi, aku akan memperbaiki kesalahan ini.”

Kemudian mereka semua pergi meninggalkan kuil kuno, dan menutup kembali pintu penjara mahluk yang dinamakan roh suci.

Tubuh ke lima anak tak bernyawa itu kemudian di buang ke jurang.

Namun yang tidak diketahui oleh semua ilmuan, Roh Suci yang terpenjara di dalam kuil tersebut, perlahan-lahan mulai kehilangan kesadarannya.

“Kekuatanku melemah,” ucap mahluk tersebut, “apakah salah satu dari anak manusia itu berhasil menerima kekuatanku? Tidak mungkin, dia tidak mungkin mampu... Tapi ...sepertinya, aku akan mati ...”

Jasad rupanya hanyut dibawa derasnya aliran sungai. Tubuh itu sesekali menghantam bebatuan, sesekali masuk ke dalam pusaran, dan akhirnya hanyut ditelan oleh derasnya air terjun.

Sampai kemudian, tubuh bocah itu menepi tidak jauh dari pemandian.

“Emak ...emak!” berteriak gadis kecil yang usianya mungkin 7 atau 8 tahun, “ada mayat, ada mayat!”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Talis Saikmat
penasaran, lagi asik baca?,,,diminta koin...
goodnovel comment avatar
sugiharto inu
semoga konsisten alur cerita nya
goodnovel comment avatar
Wahyu Mr
agak kurang cocok ilmuan dengan kerajaaan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Satria Roh Suci   Kematian

    Dusun Air Tenam dihebohkan oleh kemunculan jasad bocah kecil yang ditemukan di pinggiran sungai, tidak jauh dari pemandian para warga di sana.Mereka lantas membawa tubuh Rawai Tingkis menuju ke rumah seorang tabib di desa tersebut.“Biarkan aku memeriksanya, kalian semua harap menunggu di luar ruangan!” ucap tabib itu.Selang beberapa saat, Sang Tabib keluar dari kamarnya, dengan peluh yang membasahi sekujur tubuh, tapi kemudian dia tersenyum lega, “anak itu belum mati, meski sangat lemah, aku bisa merasakan denyut jantungnya.”Dia bernama Tabib Rabiah, seorang wanita yang mengabdikan dirinya di desa Air Tenam sebagai tukang medis.Bisa dibilang, dia merupakan tabib terbaik, karena hampir semua pasiennya sembuh setelah ditangani oleh wanita tersebut.Tidak diketahui asal muasal Tabib Rabiah, dia bukanlah warga pribumi, dia datang ke desa ini 10 tahun yang lalu, dan sampai saat ini tidak ada satupun orang yang mengetahui identitas asli Tabib Rabiah.“Aku sudah memberinya beberapa obat

  • Satria Roh Suci   Kemarahan Tabib

    Di hari pertama Rawai Tingkis telah membuat ulah, dia menjatuhkan kendi yang diletakan di dinding rumah.Kendi itu berisi semua ramuan yang berusia belasan tahun.“Apa yang kau lakukan, BOCAH!!!”“Heheh …maaf Tabib Rabiah, tanganku tidak sengaja menyentuh kendi usang ini. Tapi tenang saja aku akan membersihkan kekacauan ini …” Rawai Tingkis menunjukan senyum tak bersalah, tapi sedetik kemudian satu pukulan keras mendarat tepat di kepalanya. “-Ahk-“.“Kau pikir masalah ini sederhana, Bocah …” tangan Tabib Rabiah terangkat lagi ke atas, “Ini adalah harta berharga yang aku miliki, tapi kau menghancurkannya dengan tanpa dosa.”Kemudian terdengar teriakan di dalam rumah tersebut, teriakan dari mulut Rawai Tingkis yang mungkin kini sedang dihajar habis-habisan oleh Tabib Rabiah.Beberapa saat kemudian, Rawai Tingkis keluar dari dalam rumah dengan tangan mengurut kepala bagian belakangnya.“Dia benar-benar monster,” gerutu Rawai Tingkis.“Aku mendengar ucapanmu!”“Maafkan Aku!”Rawai Tingkis

  • Satria Roh Suci   Dua Bandit

    Di tengah Lembah Berkabut, dua bandit berwajah sangar berjalan buru-buru, melintasi beberapa pohon diantara rawa-rawa gambut.Mereka membawa dua buntelan besar, yang berisi banyak harta berharga.Keduanya berkelakar tetang pembagian yang akan diterima setelah menyerahkan harta itu kepada pimpinan mereka.Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak, membayangkan melewati malam ini di rumah bordil yang ada di pusat kota.“Aku akan memsan lima gadis di sana, kau tahu…ada gadis penghibur berwajah cantik?”“Ah, aku tidak terlalu tertarik dengan mereka,” timpal yang satunya, “aku ingin menghabiskan malam ini dengan kendi-kendi tuak.”“Seleramu memang buruk, Kawan.”Setelah beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah rumah beratap ilalang yang dipenuhi oleh banyak bandit gunung.Rumah sederhana yang berdinding jalinan bambu, telah berdiri beberapa tahun, menjadi markas persembunyian para bandit gunung ini.“Bos, kami berhasil menjarah rumah Ki Demang Desa Ranting,” bandit itu langsung menyerahk

  • Satria Roh Suci   Melawan Bandit

    Mendengar perkataan Rawai Tingkis, wajah Kondir langsung memerah bak kulit udang rebus.Tidak perlu basa-basi dia langsung menyerang bocah sombong di hadapannya. Meski lawannya hanyalah anak kecil, Kondir tidak pernah segan untuk menghabisi siapapun yang tidak patuh akan perkataanya.“Jangan menyesal jika kau mati!” ucap Kondir.Namun, gerakan Kondir tidak lebih cepat dari Rawai Tingkis. Bocah ingusan itu dapat dengan mudah menghindari golok yang bergerak cepat menuju batang lehernya.Dia melompat beberapa kali ke belakang, melakukan salto sekali sebelum kemudian berdiri tenang di sebelah pohon berukuran cukup besar.“Cuih, bocah ini rupanya cukup lihai,” gumam Kondir.Sementara itu, Sindur hanya menyaksikan pertandingan yang dianggapnya tidak akan menguntungkan Rawai Tingkis.Sindur bahkan masih sempat duduk di sebuah batu, dengan tangan menopang kepalanya.“Bocah itu memang cepat, tapi dia tidak akan bertahan saat melawan Kondir,” ucap Sindur, seraya tersenyum tipis.Merasa tebasann

  • Satria Roh Suci   Mengejar Rusa

    Sementara itu Tabib Rabiah berkeliling di desa, mencari keberadaan Rawai Tingkis yang entah pergi ke mana.Dia menanyakan kepada beberapa warga, tapi semuanya menjawab sama, ‘kami tidak melihat bocah itu.’“Kemana dirinya?” tanya Tabib Rabiah, “apa aku terlalu keras kepadanya, Rawai Tingkis! Apa kau pergi dari rumah?”Tabib Rabiah mendongak ke ufuk timur, melihat matahari berangsur-angsur tenggalam meninggalkan siang.Malam akan segera datang, suara kicauan burung mulai terdengar sahut-menyahut, mungkin sedang mencari tempat untuk beristirahat malam ini.Jangkrik berpadu dengan suara kodok, menjadi nyanyian alam yang seolah menasehati semua manusia untuk masuk ke dalam rumahnya.Tabib Rabiah berjalan gontai, kemudian duduk di beranda rumahnya dengan wajah yang suram.Dia mengeluarkan sebatang rokok, menyulutnya dalam-dalam, tapi hal ini tidak bisa menenangkan dirinya sama sekali.Ada banyak pikiran buruk di benaknya, membuatnya semakin gelisah.“Atau jangan-jangan …tidak, itu tidak mu

  • Satria Roh Suci   Logam Di Kepala

    Rawai Tingkis mulai memaki ular hitam legam yang membuat rusa buruannya melarikan diri karena ketakutan.Karena kekesalan itu, Rawai Tingkis menyerang ular seperti kesetanan.Beberapa kali ular itu mencoba menghindari Rawai Tingkis, lalu melakukan serangan balik.Ujung ekor sang ular akhirnya mendarat tepat di perut bocah tersebut, membuat dirinya terdorong beberapa puluh depa ke belakang.Bocah itu menghantam semak belukar berduri lalu menghantam pangkal batang pohon besar.Burung kecil terbang berhamburan kala pohon itu bergetar kuat.“Adu duh duh duh …” Rawai Tingkis meringis, sebelum kemudian berdiri dan kembali menyerang ular tersebut.Meskipun pisik Rawai Tingkis sangat kuat dibandingkan dengan lima orang pria dewasa, tapi tetap saja ular itu lebih kuat dari dirinya.Setiap kali Rawai Tingkis mendaratkan potongan kayu ke tubuh ular, binatang tersebut terlihat baik-baik saja.“Cisss…” suara ular mendesis, menjulurkan lidah bercabang dari dalam mulutnya.Tatapan mata yang tajam ti

  • Satria Roh Suci   Lembah

    “Kancil, Kelinci?” Rawai Tingkis menemukan tiga binatang di depannya, “Siapa yang membawanya ke sini? Ah, akhirnya aku akan makan siang.”Rawai Tingkis mengeluarkan sebilah pisau kecil, lalu memotong tiga hewan itu, yang dalam keadaan terluka kakinya.Api unggun pada akhirnya menyala, lalu menyisakan bara. Rawai Tingkis dengan senyum gembira mulai memanggang ke tiga hewa tersebut, sesekali dia akan bersiul kecil, sesekali dia meniup bara api agar tetap menyala.“Selamat makan!” ucap dirinya, menyatukan dua telapak tangan, lalu menutup mata rapat-rapat. Setelah itu dia menghabiskan semua makanan itu tanpa tersisa.Rawai Tingkis membuang tulang terakhir, dan baru menyadari jika sebelumnya dia sedang bersama ular raksasa.Namun sekarang, dimana ular itu? Rawai Tingkis memutar kepalanya beberapa kali, tapi tidak melihat keberadaan binatang tersebut.“Apa dia sudah pergi?” gumam dirinya. “Kalau begitu aku juga harus pergi, perjalananku masih jauh.”Rawai Tingkis memeriksa buntelan yang dib

  • Satria Roh Suci   Menangkap Bandit

    Rawai Tingkis, berjalan mengendap-endap menuju markas para bandit. Di tengah situasi yang dipenuhi oleh kabut tebal, pandangan menjadi sedikit terbatas.Meski di tempat ini tidak banyak pohon tinggi yang hidup, kecuali pohon kecil dan tanaman seperti padi yang hampir membentang di seluruh lembah, tapi Rawai Tingkis yang bertubuh kecil bisa mendekati tempat itu tanpa terdeteksi oleh musuh.Dia bersembunyi dari satu rumpun tanaman, ke rumpun yang lain.“Aku ingin buang air besar terlebih dahulu,” ucap salah satu penjaga rumah para bandit. “Gantikan aku untuk berjaga, hanya sebentar saja.”“Kau ini, bukannya baru saja kau telah buang air?”“Tadi itu air besar, karena ukurannya sedikit …”“Tidak perlu membahas ukurannya bodoh! Siapa yang ingin tahu, sekarang cepat pergi sana!”“Hahahha…” pria itu tertawa lalu berlari kecil menuju ke rumpun rumput, dimana Rawai Tingkis sedang bersembunyi.Cir.Air kencing seperti pancuran, melewati wajah Rawai Tingkis.“Kurang ajar!”Rawai Tingkis langsung

Bab terbaru

  • Satria Roh Suci   END

    Di saat bersamaan, Rawai Tingkis menyernag Kelelawar Hitam dengan seluruh energi mistik yang dimilikinya.Kecepatannya masih tetap sama, tapi daya hancurnya menjadi sedikit berkurang, dan ini karena tubuhnya terlalu dibebani oleh teknik baru yang dimilikinya saat ini.Lima orang Manusia Murni mencoba melakukan sesuatu atas perintah Ki Langit Hitam untuk mengakhiri nyawa Kelelawar Hitam, tapi mereka bahkan tidak dapat mendekati pria jahat itu.Sekarang mereka tahu kekuatan Rawai Tingkis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka semua.Kesombongan mereka selama ini, akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang memalukan.Bukan hanya lima orang itu, Putri Intan Kumala sendiri juga tidak mampu berhadapan langsung dengan Kelelawar Hitam.“Apa sekarang kalian menyadarinya?” tanya Ki Sundur Langit. “Rawai Tingkis mungkin tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain, tapi aku yakin, sekarang kalian mengakui kekuatannya!”Kelimanya langsung terdiam, tidak lagi menjawab ataupun berbuat sesuatu unt

  • Satria Roh Suci   Menuju Akhir

    Kedatangan Camar Putih membuat perubahan pada jalannya pertempuran antara Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam.Kedatangannya sama seperti kedatangan Ki Sundur Langit dan Ki Langit Hitam untuk membantu para Manusia Murni dalam mengalahkan Beruang Salju.Dua Satria Roh Suci kini menghadapi serangan demi serangan dari pihak Rawai Tingkis.Berkat kedatangan Camar Putih pula, Kelelawar Hitam untuk pertama kalinya setelah menggunakan Ulat Dari Neraka, terkena tebasan Rawai Tingkis.“Aku akan melindungimu!” ucap Camar Putih.“Baiklah, aku mengerti!” Rawai Tingkis melaju cepat ke arah Kelelawar Hitam, sementara Camar Putih bertugas menahan semua serangan bola mistik yang dilempar musuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dirimu menguasai Benua ini,” ucap Camar Putih, sembari melepaskan beberapa serangan berbentuk sayap putih yang berputar seperti gasing.Boom.Setiap bola mistik diledakan sebelum menyentuh tubuh Rawai Tingkis dengan sayap-sayap putih tersebut.“Camar Putih, kau selalu menghalangi re

  • Satria Roh Suci   Begitu Sengit

    Ki Langit Hitam dan Ki Sundur Langit, memasang kuda-kuda sebelum kemudian mulai menyerang Beruang Salju.Dua larik cahaya keluar dari telapak tangan dua pria tua tersebut, melesat cepat ke arah Beruang Salju.Mendapati serangan itu, Beruang Salju terpaksa menangkis serangan lawan dengan teknik pertahanan dinding es miliknya.Boom.Ledakan kecil terjadi di atas istana es, menggetarkan bagian puncak dari bangunan es tersebut.Saat Beruang Salju berniat melakukan perlawanan, dua petinggi Padepokan Surya telah berada di depannya, dan melancarkan serangan pisik.Suah.Beruang Salju melesat ke samping, menghindari pukulan Ki Langit Hitam, di saat yang sama, Ki Sundur Langit menyapukan tendangan cepat ke arah wajah Petinggi Penjaga Dunia tersebut.Boom.Tubuh Beruang Salju melesat cepat, meninggalkan Istana Es, dan jatuh terhempas di permukaan tanah yang gersang.Dia bangkit, lalu melepaskan dua bole energi ke arah lawannya. Sayangnya, dua serangan itu dapat dihindari oleh Ki Sundur Langit d

  • Satria Roh Suci   Para Tetua Muncul

    Serangan besar yang dilakukan oleh Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam, telah menyebabkan banyak kerusakan di sekitar mereka berdua.Namun dua orang itu, masih menolak untuk menyerah, meskipun salah satunya mengalami luka yang cukup serius, yaitu Kelelawar Hitam.Kelelawar Hitam memiliki energi mistik yang berlimpah, membuat dia percaya dapat mengalahkan Rawai Tingkis dalam segala kondisi yang dialaminya saat ini.Andaipun hanya memiliki satu tangan dan satu mata saja, Kelelawar Hitam masih percaya dapat menumbangkan Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawai Tingkis memiliki pertahanan pisik yang lebih baik, berkat pengobatan yang dilakukan oleh Naga Kecil.Namun demikian, energi mistik yang dimiliki pemuda itu berada jauh di bawah Kelelawar Hitam.Dua Roh Suci yang ada pada tubuh Rawai Tingkis, terbilang berusia muda, apa lagi Naga Kecil yang baru saja lahir beberapa waktu yang lalu. Energi mistik ke dua Roh Suci ini masih digolongkan kelas menengah, dan tidak dapat disandingkan oleh Energi M

  • Satria Roh Suci   Kedatangan Lima Manusia Murni

    Tidak pernah dirasakan oleh Kelelawar Hitam sensasi dan juga pengalaman seperti ini saat menghadapi musuh-musuhnya, kecuali hari ini.Dia tidak pernah takut, tapi hari ini dia melihat siapa yang kuat, dan siapa yang menjadi penguasa dari kalangan Roh Suci.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia tidak ingin jatuh dalam perangkap Rawai Tingkis.Kelelawar Hitam mengira, ini hanyalah permainan ilusi saja, mungkin ada kekuatan lain yang dimiliki oleh Rawai Tingkis, untuk mengendalikan pikirannya.Namun sayangnya, dia memang melihat sisi lain dari Rawai Tingkis.Sementara itu, Beruang Salju merasakan gejolak kekuatan Rawai Tingkis, dan tidak bisa tinggal diam saat ini.“Ini akan gawat, aku harus membantunya,” ucap Beruang Salju.Pria itu menaikan satu telunjuknya ke langit, lalu energi dingin menggumpal di ujung telunjuknya.Tidak selang beberapa lama, sesuatu yang sangat menakjubkan muncul di langit.Putri Intan Kumala menatap ke langit, dan untuk sesaat wajahnya menjadi tegang, meskipu

  • Satria Roh Suci   Di Dalam Hutan

    Beruang Salju masih berusaha untuk menumbangkan Putri Intan Kumala, meskipun tadinya dia penuh dengan kepercayaan diri dapat mengalahkan Kumala, tapi kenyataanya dia butuh waktu lama untuk menjatuhkan gadis tersebut. Beruang Salju telah menggunakan segagala cara untuk menjatuhkan boneka gurita raksasa yang dikendalikan oleh Putri Intan Kumala, tapi sialnya dia tidak mampu melakukan itu. Setiap kali dia brhasil memotong satu bagian tangan gurita itu, maka ditempat yang sama, tangan lain akan tumbuh. Menghadapi persoalan semacam ini, membuat kepala Beruang Salju serasa akan pecah. Sejauh ini, dia telah menemukan banyak ide, dan menerapkannya, bahkan ide paling licik sekalipun telah dia gunakan. “Jika aku tahu sebelumnya kekuatan gadis ini, aku tidak akan memilih padang tandus sebagai lokasi pertemuan,” ucap Beruang Salju. Baru kini dia menyadari kesalahannya, dan keunggulan Putri Intan Kuamala. Dengan semua batu yang ada di padang tandus, menjadikan Putri Intan Kumala memiliki pa

  • Satria Roh Suci   Kebangkitan Rawai Tingkis

    Bola-bola energi yang dilempar dengan mudah oleh Kelelawar Hitam, tapi menghasilkan dampak yang sangat mengrikan.Dari sini, terlihat betapa hebatnya Kelelawar Hitam sebenarnya, dan dari sini pula terlihat betapa kuatnya Roh Suci pada saat itu.Kekuatan sebesar Kelelawar Hitam bahkan tidak mampu menaklukan Roh Suci tanpa bantuan Satria Roh Suci dan Manusia Murni di jamannya.“Akan kuundang binatang kegelapan,” ucap Kelelawar Hitam.Dia melakukan sebuah gerakan, yang tidak jelas, tapi di ujung gerakan itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke atas.Sedetik kemudian, kepulan asap muncul dari telapak tangan itu, lalu tepat di atas kepalanya, sekitar dua atau tiga depa tingginya, asap itu membentuk lingkaran besar.Belum tahu apa yang terjadi atau apa yang akan dilakukan oleh Kelelawar Hitam itu, tapi auranya sudah menyebar ke segala arah, dan berhasil menekan mental Rawas Kalat dan Danur Jaya.“Kalian akan menjadi santapan siang ini!”Dan, tiba-tiba.Goar… mahluk hitam besar muncul dari

  • Satria Roh Suci   Kekuatan Terbesar

    Sementara itu, Rawas Kalat dan Danur Jaya masih berjibaku sengit melawan Kelelawar Hitam yang mencoba menemukan keberadaan Rawi Tingkis.Dua pemuda mati-matian menahan Kelelawar Hitam, mencoba melakukan yang terbaik meski kerap mendapatkan luka pada bagian tubuh mereka.Sesekali akan terlihat debu jamur raksasa menghiasi udara siang ini, ketika salah satu dari mereka dihempas kasar ke permukaan tanah.Jangan bertanya berapa banyak darah yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sebab luka yang diterima ke dua pemuda itu tiada terhitung jumlahnya.Menghadai manusia yang memiliki energi mistik dalam jumlah besar, memang sangat menyulitkan.Bahkan, nyawa mereka kini seolah berada di ujung tanduk, hanya menunggu kematian saja.Sayangnya, tekad dan semangat juang ke dua pemuda itu tidak dapat dianggap remeh.Jatuh bangun hal biasa, kini keduanya mulai bersahabat dengan luka-luka.Setelah kehabisan anak panah, Danur Jaya terpaksa menggunakan busur panah untuk bertarung. Busur itu dijadikan sema

  • Satria Roh Suci   Danur Jaya dan Rawas Kalat

    Kelelawar Hitam menepis seluruh api yang menyelimuti dirinya dengan asap hitam, lalu berdiri setelah jatuh di atas tumpukan kerikil. Dia memandang Rawas Kalat dengan penuh emosi.“Kalian juga bagian dari pencurian Seruling Emas-““Memangnya kenapa?” timpal Rawas Kalat.Mendengar jawaban itu, wajah Kelelawar Hitam menjadi padam, dia menahan nafasnya dengn rahang yang mengeras, lalu dia berkata, “kalau begitu, kau juga harus mati!”Kelelawar Hitam langsung berubah menjadi asap dan menggempur Rawas Kalat dari segala sisi.Asap hitam secara alami mungkin tidak dapat menghantam tubuh manusia, tapi tidak dengan asap hitam milik Kelelawar Hitam.Asap itu terasa sangat keras sehingga membuat Rawas Kalat begitu kesulitan untuk menahan semua serangan Kelelawar Hitam.Dalam sebuah momen, Rawas Kalat mencoba memukul asap tersebut, tapi tangannya malah terjebak oleh asap itu.Dia tidak bisa menarik tangannya, seolah melekat kuat dalam kepulan asap.Di saat yang sama pula, muncul asap menyerupai ma

DMCA.com Protection Status