All Chapters of Atasanku, Suami Keduaku: Chapter 121 - Chapter 130
202 Chapters
ASK-121
“Maksudnya apa?” Riri memandang Arsya. “Sa, maksudnya apa? Laki-laki ini siapa? Dia ngomong apa?” Jeritan Riri semakin keras. Sementara Panca dan Mayang bertukar pandang.Sekitar tempatnya berdiri sebenarnya sangat riuh. Suara orang bertanya dan menjawab sahut menyahut. Suara sirene yang tadi terdengar jauh perlahan mendekat. Lalu suara derap kaki kembali mewarnai sisa hari itu. Tidak ada yang ia dengar selain suara seorang pria menyebut namanya. Indah menoleh. Arsya mengulurkan tangan dan menyunggingkan senyum. Harusnya memang semua sudah selesai, namun di antara kelelahan fisiknya, hatinya terasa lebih lelah.“Kenapa kita harus ikut? Aku nggak mau!” teriak Riri lagi. “Mereka yang harus ikut dan dipenjara! Biarkan mereka membusuk di penjara. Fanny meninggal karena kelalaian mereka. Jangan pegang aku!”“Kamu belum ngerti juga ya? Belum paham juga? Laki-laki itu udah ngomong soal barang bukti. Yang membunuh saudarimu itu bukan kita berdua. Tapi kamu.” Mayang membalas teriakan Riri. “Ca
Read more
ASK-122
“Udah? Segitu aja? Sekian lama kami berdua mengusahakan pengobatan dan akhirnya harus begini aja? Coba lagi! Coba lagi, Dokter …. Saya mohon dicoba lagi. Pagi tadi bayi saya baik-baik aja.” Indah menangkup tangannya di depan dada memohon dokter yang biasa menangani Alif di poliklinik. Melihat dokter bergeming, Indah merunduk untuk memeluk Alif di ranjang. “Kasihani kami berdua, Dok. Kasihani kami. Kami datang ke kota ini cuma berdua. Kami nggak punya siapa-siapa di sini. Bantu Alif, Dokter. Alif nggak pernah bahagia. Saya gagal buat Alif bahagia. Saya egois.” Indah meraup tubuh Alif dan menggesek pipi Alif dengan hidungnya.Arsya membeku di tempatnya berdiri. Memandang satu persatu wajah sedih yang ikut meneteskan air mata diam-diam saat mendengar ratapan Indah. Ia pun ikut menangis. Sebagian hatinya sedih dan hancur karena kepergian Alif, sebagian lagi sedih dan hancur karena Indah mengatakan tidak memiliki siapa-siapa di kota itu. Serasa sesuatu yang berat menghantam dadanya.“Sa, k
Read more
ASK-123
Rasanya memang seperti mimpi. Ia sudah dua kali merasakan kehilangan. Mama, Papa, lalu sekarang putra spesialnya; Alif. Rasanya sama sakit, sama sedih. Bedanya kehilangan kali ini membuat ia semakin mati rasa. Cobaan yang menghantamnya sudah lebih dari cukup. Sekedar air mata pun rasanya tidak bisa menggambarkan hancur hatinya.Perhatiannya tertuju hanya pada tubuh mungil Alif yang terbaring menyedihkan.“Alif anak Mama …,” lirih Indah saat Alif bersiap untuk diberangkatkan ke Bandung. Langkahnya terus mengikuti ke mana dua orang pria mengangkat jenazah Alif.“Indah…Indah. Kita langsung berangkat. Semua perlengkapan kamu sudah dibawa Bu Anum.” Sarah menjajari langkah Indah yang tidak memedulikannya. Bu Della dan Pak Ari juga ikut berangkat. Kamu juga bakal ditemani Laras. Bu Lina sudah bersiap di Bandung untuk menerima Alif.” Sarah menahan lengan Indah yang mau tidak mau berhenti untuk memandangnya.“Maaf, Bu. Saya nggak dengar,” kata Indah, dengan sudut mata tetap tertuju pada pintu
Read more
ASK-124
“Saya kira Anda bisa berubah meski sedikit,” ucap Arsya dengan tatapan menyedihkan pada Panca.Panca melirik Mayang. “Maaf,” ucap Panca.“Ooo …,” sela Dean berhenti di depan Panca. Sejak tadi pengacara itu berjalan mengitari ruangan menunggui pembicaraan Arsya selesai. “Saudari Mayang bisa keluar dan menunggu di luar. Ada kursi di luar pintu ini. Silakan,” kata Dean, membuka pintu yang berada di dekatnya, lalu menelengkan kepala mempersilakan Mayang keluar.Mayang keluar tanpa banyak protes. Sadar karena posisinya sedang tidak menguntungkan saat itu.Ketika pintu sudah kembali ditutupnya, Dean berkata, “Silakan bicara, Pak Panca. Istri Anda sedang berada di luar,” tukas Dean. “Ada beberapa pria yang tidak nyaman bicara lugas saat berada di bawah tatapan istrinya. Yang jelas bukan aku,” tambah Dean saat Arsya memandangnya seakan meminta penjelasan.Panca mengembuskan napas panjang dan berat. “Maaf, Pak Arsya. Kondisi saya saat ini sangat sulit. Papa saya masih di tahanan dan sidang ban
Read more
ASK-125
Indah baru beranjak dari sisi Alif saat Laras menyentuh kedua sisi bahunya. Ia menoleh menampakkan wajah kuyunya. “Mbak Laras …,” ucap Indah dengan suara serak.“Alif mau berangkat,” ucap Laras. “Dan di sana … ada yang mau ketemu kamu.” Laras memandang Panca dan Mayang yang muncul di pintu yang membuat perhatian semua orang tertuju pada mereka.“Oh, kenapa mereka datang? Apa Mas Panca sedih Alif meninggal?” Nada suara Indah terdengar tidak yakin.“Masih ada waktu sedikit,” kata Laras mengingatkan. Tanpa diminta Panca melangkah masuk menghampiri Indah. Panca tiba lebih dulu di dekat Alif sedangkan Mayang mendekat dengan raut takut-takut.“Bayi yang kamu sebut idiot dan cacat sudah meninggal, Mayang. Apa kalau sudah begini kamu bisa lebih tenang karena Mas Panca tidak harus menanggung siapa-siapa?” Suara Indah sangat pelan tapi sangat jelas menusuk Mayang yang sontak mengusap perutnya.Mayang membasahi bibirnya. Tangannya mencari-cari tangan Panca seolah mencari pembelaan.“Jangan biki
Read more
ASK-126
Arsya sedikit terperangah. Tidak menyangka dengan pertanyaan yang berani ia sampaikan pada sang ayah, juga tidak menyangka kalau ia akan mendapat jawaban selugas itu. “Oh, bukan, ya?” tiba-tiba Arsya merasa bodoh dan gegabah. Juga sedikit malu. Ia meringis. “Apa benar-benar sudah ingat? Memangnya waktu itu kamu mengantar bunga sampai ke mana?” Ari Subianto mengernyit memandang putranya. “Ingat tempat ini atau ingat Indah?” Lalu bertanya lagi tanpa menunggu Arsya menjawab. “Sewaktu berdiri di pagar itu aku lihat pohon beringin. Dari pintu letaknya sebelah kanan. Lalu … aku ingat mendatangi anak perempuan yang sedang nangis dalam pelukan laki-laki. Aku nggak sempat lihat wajah anak perempuan itu, tapi aku ingat bawa bunga. Lalu ….” Arsya menajamkan ingatannya. Lalu ia terhenyak dan membulatkan mata. “Lalu?” ulang Ari Subianto menunggu ingatan Arsya. “Laki-laki yang memeluk Indah itu Almarhum Pak Hadi. Itu sebabnya di rumah sakit Pak Hadi membelalak sewaktu ketemu aku pertama kali. A
Read more
ASK-127
Seharian ini seluruh perhatian Indah hanya tertuju untuk bersama Alif. Semakin dekat waktu pemakaman Alif, rasanya waktu yang dimilikinya semakin sempit. Ia tidak mau meninggalkan Alif barang sedetik pun. Ia mengusap pipi, mencium, memeluk dan berbisik banyak hal di telinga bayinya itu. Hilang sudah satu-satunya orang yang paling ia percaya sebagai tempat bercerita. Seiring dengan kulit Alif yang semakin dingin dalam sentuhannya. Tak ada yang tersisa selain pertanyaan soal kapan ia akan dipertemukan lagi dengan bayinya itu? Akankah di kehidupan setelah kematian ia dan Alif bisa berbincang? Akankah ia bisa melihat Alif tumbuh besar dan berbicara. Waktu terasa terhenti seiring dengan airmatanya yang terus mengalir tak terbendung. Kehadiran Panca pun menjadi perusak suasana berkabungnya. Ia ingin Panca dan Mayang lenyap dari tempat itu. Atau adakah seseorang yang bisa membawa pergi dua makhluk itu dari hadapannya? Kemudian Indah mendengar suara Arsya memotong perkataan Panca dan menol
Read more
ASK-128
Ucapan Indah memang terdengar sederhana, tapi nyatanya mampu membuat jantung Arsya berdenyut menyakitkan. Rasa tidak nyaman merambati sekujur tubuhnya. Dahinya mengernyit dan sorot matanya terlihat sedih. Kenapa Indah bisa dengan mudah bicara seperti itu? Apakah kehilangan Alif tidak membuat Indah butuh tempat bersandar? Apa Indah tidak butuh pelukannya?Arsya menelan ludah. “Sebelum kita bicara panjang lebar, Abang mau peluk Indah.”Indah menggeleng. “Nggak perlu. Alif udah pergi dan kurasa aku nggak perlu pelukan. Makasih karena ikut mengantar Alif ke sini.”“Bukan Indah yang perlu pelukan, tapi Abang,” ujar Arsya, semakin mendekati Indah yang beringsut ke pintu kamar.Wajah Indah masih sama datarnya. “Abang bersih-bersih dan istirahat di kamar itu. Atau kalau Abang nggak mau istirahat, setelah bersih-bersih Abang bisa langsung pulang ke Jakarta. Aku rasa nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Semuanya selesai….” Arsya mengabaikan ucapan Indah. Kakinya tetap melangkah dan sepasa
Read more
ASK-129
Hanya dengan mengulang perkataan Arsya sudah membuat darah Indah berdesir. Apakah itu hanya sekedar ungkapan? Atau itu makna yang sebenarnya? Nyawa baru?“Kita makan sekarang,” kata Arsya lagi, menggamit lengan Indah dan merangkul bahunya.“Bapak tadi ngomong sesuatu yang…maksudnya apa?” Indah merasa telinganya tidak salah dengar. Tapi mengulangi perkataan Arsya membuat hatinya ngilu. Nyawa baru? Apakah artinya ia hamil? Ia bahkan lupa sudah pernah bercinta dengan Arsya. Ia lupa pernah menyanggupi memulai rumah tangga yang sebenarnya bersama pria itu. Kenapa hari-hari bersama Arsya terasa sudah lama sekali berlalu?“Kita makan malam sekarang,” tegas Arsya. Kali ini tidak menunggu jawaban dari Indah. Setidaknya untuk malam itu Indah harus makan. Keinginannya hanya sesederhana itu dalam situasi yang sebenarnya sangat tidak menentu. Hamparan wadah lauk berwarna-warni yang tadi terlihat lucu sekarang terasa biasa saja. Arsya merasa dirinya sedang menanti sebuah rapat yang akan membahas k
Read more
ASK-130
“Indah! Apa maksud kamu?” Arsya memotong langkah Indah dan berdiri di depan pintu kamar untuk memblokir langkah.“Kehamilan ini nggak seharusnya. Ini nggak boleh! Nggak boleh!” pekik Indah. “Aku harus ke dokter sekarang. Minggir,” pinta Indah, menatap sepasang mata Arsya yang menyorot dingin padanya.“Tidak ada yang boleh pergi malam ini.” Arsya menahan lengan Indah.“Kalau gitu lepasin tangan saya dan biarkan saya beristirahat. Saya udah makan malam seperti anjuran Bapak.”Arsya mengembuskan napas panjang. Rautnya hampir frustasi. “In … sikap saya yang mana yang membuat kamu ragu? Apa sikap saya yang terlihat selama ini tidak mencerminkan keseriusan saya? Saya tulis sayang kamu dan Alif. Menjebloskan Panca ke penjara tidak ada hubungannya dengan kamu. Dia bersalah dan dia memang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meski terlepas dari itu saya memang membenci Panca atas sikapnya pada kamu dan Alif. Tidak ada yang mempengaruhi sikap saya ke kamu. Saya memang sayang kamu, cin
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
21
DMCA.com Protection Status