Semua Bab Wanita Incaran CEO Arogan: Bab 61 - Bab 70

188 Bab

BAB 61 ~ DILARANG CURIGA

William sudah menahan diri sepanjang hari untuk tidak menghubungi Debby cepat-cepat. Kalau mengikuti kata hati, sebenarnya ia tidak ingin berpisah dengan wanita itu saat sudah bertemu di kolam renang tadi pagi karena ini kesempatan langka, apalagi belum sempat mengobrol. Jarang-jarang mereka bisa bertemu di luar urusan pekerjaan dan bukan hanya bersinggungan jalan. Namun, melihat wanita itu tidak nyaman, William tidak ingin memaksakan diri. Lebih baik dirinya yang menderita karena menahan diri daripada melihat wanita itu kesulitan karena dirinya. Sayangnya, penderitaan William tidak berhenti sampai di situ saja. “Ah, sial, sial! Ayo, konsentrasi sama kerjaan dulu, Will!” perintahnya pada dirinya sendiri setiap kali ingatan di kolam renang muncul di kepalanya. Spontanitasnya untuk berbalik lagi demi menanggapi pernyataan Debby sebelumnya membuat William terguncang. Saat mendekati kolam renang, lelaki itu hanya sempat melihat Debby berenang sebentar sebelum wanita itu berhenti yang ke
Baca selengkapnya

BAB 62 ~ BUKAN BANDOT TUA

Debby memejamkan mata sambil menyandarkan kepala di punggung sofa. Kerutan halus yang muncul di antara kedua alisnya sejak tadi belum juga sirna sampai sekarang. Desahan panjang juga lolos berkali-kali dari bibirnya yang mungil. “Kenapa nggak berhenti aja sih, Pak? Aku nggak mau menyakiti siapa pun!” Debby kembali mendesah dan membuka mata sipitnya. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas sofa di sisinya. Wanita berparas oriental itu membaca ulang pesan yang dikirim oleh William beberapa saat setelah panggilan telepon ia putus. “Sebenarnya aku masih ingin mengobrol lebih lama, tapi kalau Debby merasa itu sudah cukup untuk saat ini, oke, gak masalah. Aku akan mengikuti kecepatan langkahmu. Aku akan sabar menunggumu membuka hati. Terima kasih banyak sudah bersedia mengobrol malam ini.” Pesan itu lagi-lagi diakhiri dengan emotikon senyum. “Ya ampun, Pak! Kenapa Bapak nggak marah aja sih terus berhenti! Kalau kayak gini kan, aku malah jadi merasa bersalah!” desah Debby. Ponselny
Baca selengkapnya

BAB 63 ~ TANGGUNG JAWAB

Debby harus menunggu sejenak sebelum Fanny akhirnya menyahut, “Yah … mami kamu kan pengen banget kamu nikah sampai menjodoh-jodohkan segala. Kupikir kalau kamu nggak mau dijodoh-jodohkan, kenapa kamu nggak cari sendiri aja. Coba buka hati buat seseorang. Tapi ternyata ….” Fanny mengangkat bahu. “Jadi, yah, aku nggak bisa kasih saran gitu, ‘kan?” Debby mengangguk-anggukkan kepalanya lagi. Kali ini, giliran tangan Debby yang menutupi tangan Fanny dan menggenggamnya erat. Seulas senyum tulus ia berikan untuk sang sahabat. “Makasih banyak kamu sudah memikirkan aku.” “Makasih buat apa? Aku kan nggak bantu apa-apa.” “Tapi kamu sudah memikirkannya, ‘kan? Itu aja sudah cukup buatku.” “Ya, ya,” timpal Fanny seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hmm, padahal waktu aku keluar tadi, aku sempat kepikiran siap
Baca selengkapnya

BAB 64 ~ CUKUP SEKIAN

“Ya ampun, kepalaku!” keluh Debby beberapa waktu setelah kepergian sang papi. Debby duduk berselonjor di ujung sofa hanya dengan kepala dan bahu saja yang bersandar di punggung sofa. Dengan ibu jari dan jari tengah yang direntangkan lebar-lebar, Debby memijat-mijat pelan kedua pelipisnya. Kedua netranya juga terpejam rapat-rapat. “Kenapa Papi datang-datang bawa kabar kayak gitu sih?” desah Debby. Rasanya baru sebentar merasakan kelegaan setelah beberapa hari yang lalu mengobrol dengan Fanny, wanita berwajah bulat telur itu kembali dihadapkan pada kenyataan yang selama ini mati-matian ia hindari. Selama tiga hari itu pula—semenjak insiden di kolam renang—Debby menjalani hari-harinya dengan cukup tenang. Meskipun William masih terus menghubunginya, baik melalui pesan percakapan atau panggilan telepon yang sekarang tidak tentu waktunya, Debby sanggup menghadapinya dengan lebih santai sekarang. 
Baca selengkapnya

BAB 65 ~ GALAU

Langit tampak mendung sejak pagi, tetapi Debby tak terusik dengan cuaca tersebut. Sudah dua jam ini, ia berkutat di depan laptop. Kertas-kertas berisi coretan tangan sedikit berserakan di samping laptop. Suara dering ponsel membuyarkan konsentrasi Debby yang tengah menatap selembar kertas di tangan. Ia mengerang ketika melihat nama si penelepon, tetapi diraihnya juga benda pipih itu. Jarinya kemudian menggeser tombol hijau. “Halo, Mi,” sapa Debby. “Ada apa?” “Kapan kamu pulang?” Debby menghela napas sambil melepas kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. Setelah meletakkan kacamata di atas laptop, ia mendorong kursinya sedikit ke belakang. Kepalanya menengadah, bersandar di punggung kursi. Sejenak, ia memijit pelan pangkal hidungnya sembari memejamkan mata. Saat membuka mata, pandangannya terarah ke atas, menatap langit yang tampak sedikit dari balik jendela.
Baca selengkapnya

BAB 66 ~ EKSPEKTASI VS REALITAS

Debby menurunkan telapak tangannya. Keningnya sedikit berkerut. Ia memikirkan sesuatu seraya menyeruput lagi cairan cokelat yang tinggal sedikit itu. “Nggak, nggak, nggak!” Kepalanya ikut menggeleng. “Jangan mulai, Deb! Nggak usah berandai-andai dan jangan berpikir ke arah sana! Itu nggak adil buat dia! Lagian kalau kamu melakukan itu, apa bedanya kamu sama … ah, sial!” Debby tiba-tiba menggeram. “Kenapa malah jadi menyangkut ke sana!” Debby kembali menggoyang-goyangkan kepalanya. “Hah! Sudah, ah! Mending pulang dan kerja lagi daripada pikiran ngawur ke mana-mana!” Ia kemudian menatap sebentar ke luar kafe. “Masih hujan, ya?” tanyanya tidak pada siapa-siapa. Wanita itu lantas memutar tubuh dan memanggil pelayan. Ia memesan satu lagi cokelat panas untuk dibawa pulang sebagai teman perjalanan di bawah guyuran hujan. Begitu pesanan di antar, Debby langsung bangkit dan berbalik. “Debby?” panggil seseorang. Debby menoleh ke sumber suara. “Eh? Mbak Intan?” sapa Debby seraya mendekati so
Baca selengkapnya

BAB 67 ~ KENCAN DADAKAN

Debby menoleh pada sang mami. Kerutan di antara kedua alisnya belum sirna. “Kita duduk di sini, Mi? Mami nggak salah meja?” tanya Debby dengan berbisik di dekat telinga sang mami. “Gak salah! Sudah, sana!” ucap Liliana sama lirihnya. Debby merasakan sedikit dorongan pada pinggang belakangnya. Sebelum Debby beranjak untuk menempati kursi yang ditunjuk sang mami, wanita itu menatap ke seluruh area restoran. Tatapannya kembali jatuh pada sang mami yang tingginya terpaut sekitar tujuh sentimeter lebih pendek dari Debby. “Tapi di sana masih banyak meja yang kosong, Mi. Kenapa di sini sih?” protes Debby masih dengan berbisik-bisik. “Sudah, turuti saja kata-kata Mami. Ayo, sana!” desak Liliana. Tak ingin membuat keributan di tempat umum, Debby terpaksa menuruti kemauan sang mami. Kursi kayu dengan sandaran tinggi itu sebenarnya memiliki bantalan empuk, tetapi gestur Debby seperti tengah menduduki bantalan paku atau bara api. Ia bergeming dengan wajah datar tanpa ekspresi. Amarah mulai
Baca selengkapnya

BAB 68 ~ SERIGALA BERBULU DOMBA

“Oke! Tapi aku makan bukan karena kamu yang suruh, ya!” timpal Debby pada akhirnya. “Aku cuma nggak mau menyia-nyiakan berkat karena ada orang lain yang mungkin nggak seberuntung aku kalau makanan ini cuma berakhir di tong sampah!” Lelaki dengan rambut tak lebih dari satu sentimeter itu langsung tertawa. “Terserah kamu!” “Lagian kenapa sih pesan makanan sebanyak ini kalau yang makan cuma dua orang? Untung porsinya kecil. Kalau nggak habis, apa nggak sayang?” “Kenapa memangnya? Aku masih sanggup kok kalau cuma beli makanan kayak gini buat kamu. Kamu mau minta apa juga nanti kubelikan. Mobil? Rumah?” “Astaga!” Debby spontan tersenyum mencemooh. “Siapa juga yang mau minta-minta sama kamu?” “Aku tahu kalau kamu nggak senang sama pertemuan ini,” ucap lelaki itu dengan enteng. “Kelihat
Baca selengkapnya

BAB 69 ~ GALI KUBURAN

Usaha Debby mencari taksi kosong sembari menjauhi restoran ternyata belum membuahkan hasil. Meskipun demikian, Debby akhirnya menghentikan langkah kakinya ketika dirasa sudah cukup jauh dan tak akan terlihat dari arah restoran. Peluh mulai mengaliri pelipis, leher, dan punggungnya. Napasnya pun sudah kembang kempis. Namun, itu semua tak dihiraukan oleh Debby. Dengan perasaan kebat-kebit, akhirnya Debby berhasil menghentikan sebuah taksi tak lama kemudian. Tangannya bahkan masih gemetar ketika Debby membuka pintu penumpang. Secepat kilat, Debby menghilang ke dalam kabin mobil. “Selamat siang, Neng,” sapa sang sopir begitu Debby menutup pintu. “Tujuannya mau ke mana, ya?” “Jalan aja dulu, Pak,” pinta Debby lemah. Sekonyong-konyong kelegaan membanjiri tubuhnya sampai rasanya ingin menangis. Begitu merasa aman di dalam mobil, adrenalin yang sejak tadi memaksanya untuk
Baca selengkapnya

BAB 70 ~ (BUKAN) SALAH KIRIM

William baru saja menelan suapan terakhir dari menu makan siangnya—makan siang yang sedikit terlambat—ketika ponselnya mengeluarkan bunyi notifikasi pesan masuk. Tangan kirinya langsung meraih benda pipih tersebut sementara tangan kanannya tengah menopang gelas air minum tepat di bibir. Sembari minum, netra William melirik ponselnya. Seketika, ia terbatuk-batuk ketika mengetahui siapa pengirim pesan itu. Buru-buru William meletakkan gelas minumnya dan meraih selembar tisu. Perhatiannya kini tertuju sepenuhnya pada layar ponsel. Begitu terpananya William pada fakta bahwa Debby baru saja mengiriminya pesan terlebih dahulu membuat William tidak langsung membalas pesan tersebut. Lelaki itu hanya terpaku pada satu kata yang dikirim oleh Debby. “Hai.” Satu kata itu terus bergema di telinga William, padahal ia hanya membacanya dalam hati. Setelah beberapa saat, barulah William tersadar dan segera membala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
19
DMCA.com Protection Status