Home / CEO / Wanita Incaran CEO Arogan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Wanita Incaran CEO Arogan: Chapter 41 - Chapter 50

187 Chapters

BAB 41 ~ KENYATAAN PAHIT

Seminggu sudah berlalu, tetapi Niel masih belum mendapatkan kabar tentang Fanny. Ia sudah mencoba bertanya pada saudara lelakinya meskipun tidak secara gamblang. Begitu pula ketika Niel mengunjungi orang tua Fanny beberapa hari yang lalu. Secara sambil lalu, ia bertanya tentang keberadaan wanita itu. Ia tidak ingin memancing kecurigaan orang-orang terdekat Fanny. Namun, hasilnya nihil semua. Niel juga sudah beberapa kali menyambangi apartemen Fanny, tetapi hasilnya sama saja. Nihil! Sebenarnya pria berpostur sedang itu memiliki kode akses untuk masuk ke apartemen Fanny, tetapi ia masih berusaha untuk menghormati privasi wanita itu. Ia tidak mau menyalahgunakan kepercayaan yang sudah diberikan oleh Fanny. Kode akses tersebut biasanya memang hanya ia gunakan di saat-saat genting, seperti saat ia mengantar pulang wanita itu ketika mabuk. Namun, pada kesempatan terakhir Niel datang ke sana kemarin malam, ia memutuskan untuk mencoba memasuki apar
Read more

BAB 42 ~ BUKAN ANGIN SEGAR

Niel meringis mendengar pertanyaan blak-blakan yang dilontarkan wanita berambut panjang di depannya itu. “Yah, bisa dibilang gitu.” Namun, detik berikutnya Niel mengangkat bahu. “Entahlah. Aku sendiri lagi cari tahu karena akhir-akhir ini Fanny sulit dihubungi. Mungkin lagi sibuk sama kerjaannya juga. Jadi, waktu tadi aku lihat kamu di sini … yah, kupikir siapa tahu kamu tahu kabar Fanny.” “Hmm,” gumam Debby. Wanita itu terdiam sejenak, tampak tengah menimbang-nimbang sesuatu. Sebuah harapan muncul di hati Niel. Melihat gelagat Debby, sepertinya tak lama lagi ia bisa mengetahui kabar Fanny bahkan mungkin keberadaan wanita itu selama menghilang dari radarnya. Ia sudah tak sabar ingin segera mendengar jawaban Debby, tetapi masih berusaha untuk menahan diri. “Saya nggak bisa bilang apa Fanny baik-baik aja atau nggak karena cuma dia yang tahu. Bisa aja ‘kan dia tersenyum di luar, tapi di dalam hati siapa yang tahu?” Niel mengernyitkan kening, bingung dengan jawaban Debby yang penuh tek
Read more

BAB 43 ~ BAYAR UTANG

Niel buru-buru mengitari meja bartender. Mulutnya menggerutu karena langkahnya terhalang meja panjang sehingga tidak bisa langsung mengejar Fanny. Ia mengumpat kesal ketika kehilangan sosok Fanny. Mata sipitnya nyalang mencari-cari di antara kerumunan pengunjung kelab malam hingga pintu keluar. Ia masih memanggil-manggil dan mencari sosok Fanny ketika suara dering telepon memasuki indra pendengarannya. Niel mengabaikan panggilan tersebut. Namun, suara itu tak kunjung berhenti setelah sekian lama, bahkan suara dering telepon itu mengalahkan teriakannya. Setibanya di luar kelab malam, barulah Niel melihat sosok Fanny lagi. Ia memanggil sekencang-kencangnya. Namun, Fanny hanya melambaikan tangan sembari berjalan mundur. Seulas senyum kembali terbit di wajah wanita itu. “Fanny!” teriak Niel sekali lagi dengan napas tersengal-sengal. Matanya nyalang dan tubuhnya bermandikan peluh. Niel memandang berkeliling dan menyadari jika ia tengah berada di dalam ruang kerjanya. “Oh, sial!” erang N
Read more

BAB 44 ~ KECEPLOSAN

Debby meraih ponsel yang diletakkan di meja bar dan membawanya ke depan televisi dengan langkah lebar. Jari lentiknya sudah menggulir layar ponsel dan mulai mencari-cari nomor kontak orang itu. Ketika menyadari kalau ia tidak menyimpan nomor kontak tersebut, Debby kembali menepuk keningnya. Ia bangkit dan melangkah menuju ruang kerja. Diaduk-aduknya isi tas laptop untuk mencari buku kartu nama. Sejurus kemudian, Debby sudah membolak-balik lembaran-lembaran plastik berisi kumpulan kartu nama. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, wanita itu kembali ke ruang duduk. Tangannya dengan cepat mengetikkan sederet pesan yang ditujukan pada orang itu. “Malam, Ko. Ini Debby. Maaf, saya cuma mau memberi tahu kalau Fanny belum bersedia untuk menghubungi Koko. Bersabarlah saja dulu, siapa tahu setelah beberapa hari lagi, Fanny bersedia menghubungi Ko Niel.” Tak sampai satu menit, Debby segera mendapatkan balasan. Lelaki it
Read more

BAB 45 ~ TAK BISA HILANG

William tertegun sejenak kala sambungan teleponnya diputus secara sepihak oleh Debby, bahkan tanpa pamit. Tatapan William seakan-akan ingin menembus ponsel yang sudah dijauhkan dari indra pendengarannya. Namun, detik berikutnya, ia terbahak-bahak ketika menyadari Debby baru saja membuka rahasianya sendiri. William sampai meninju udara dengan kepalan tangannya. “Yes! Akhirnya! Ternyata kamu itu lucu juga, ya.” William jadi gemas sendiri membayangkan reaksi Debby saat ini yang berada di tempat lain. Sayang, ia tidak bisa melihat langsung. “Ah, coba kalau aku di hadapanmu sekarang!” Sang CEO begitu senang mendapati sisi Debby yang lainnya lagi. Namun, setelah euforianya mulai berkurang, akal sehatnya mulai mengambil alih kembali. Lelaki berdagu belah itu menggali ingatan lagi akan pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Mengingat lagi bagaimana reaksi Debby pada setiap pertemuan mereka dan membandingkan dengan re
Read more

BAB 46 ~ MEMANTAU

Niel masih belum bisa menghubungi Fanny hingga saat ini. Nomornya memang tidak diblokir, tetapi semua panggilan maupun pesan tetap tidak ada yang direspons. Entah harus sampai kapan ia bersabar seperti yang diminta oleh Debby melalui pesan percakapan pada minggu lalu. Sama sekali tidak ada batas waktu yang jelas.Namun, hidup terus berlanjut. Tidak mungkin juga bagi Niel jika ia hanya memfokuskan diri pada masalahnya dengan Fanny. Lelaki itu punya pekerjaan dan kehidupan pribadi yang harus ia perhatikan juga. Dengan berbesar hati, Niel akan memberikan ruang bagi Fanny yang ingin menjauh darinya.“Baiklah, Fan, Koko enggak akan mendesak kamu terus-terusan. Kalau kamu mau menjauh dulu, Koko akan kasih kamu ruang. Tapi Koko harap kita bisa balik lagi kayak dulu,” putus lelaki bertato itu pada akhirnya.Meskipun begitu, Niel berniat untuk tetap memperhatikan dan memantau Fanny dari jauh kalau-kalau wanita itu membutuhkan dirinya. Biar bagaimana pun, kebiasaan-kebiasaan di antara mereka seb
Read more

BAB 47 ~ DI LUAR PEKERJAAN

Lagi-lagi William harus menelan pil pahit ketika pada hari Senin ia tetap tak bisa bertemu dengan Debby. Ia tahu kapan pertemuan tim Anggoro akan berlangsung, tetapi ia tidak mengetahui berapa lama pertemuan itu akan berjalan. Jadi, ia memindahkan beberapa agenda kerjanya yang mengharuskan dirinya keluar kantor atau melakukan pertemuan bisnis dengan pihak lain ke sore hari. Lelaki jangkung itu berharap bisa menemui Debby setelah pertemuan dengan tim Anggoro tersebut selesai. Namun, Tuhan rupanya punya rencana lain. Meskipun ia sudah mengosongkan jadwal, ternyata tetap saja ada agenda pertemuan yang tidak bisa dihindari. Kabar tersebut dibawa oleh sang sekretaris yang tergopoh-gopoh masuk ke dalam ruang kantornya pada pukul sebelas lewat lima belas menit. “Sori, Will!” seru Leon begitu masuk ke ruangan. “Rencanamu hari ini kayaknya nggak akan berjalan sesuai dengan harapanmu!” “Kenapa? Apa yang terjadi?” Pikiran buruk tiba-tiba tebersit di kepala William. “Apa terjadi sesuatu pada De
Read more

BAB 48 ~ JANJI AKHIR PEKAN

“Maaf? Barusan Bapak bilang apa?” tanya wanita di ujung sambungan telepon dengan nada sedikit meninggi. “Aku tahu kamu mendengarnya.” William lalu mengembuskan napas panjang. “Maaf, gak seharusnya ... belum saatnya aku bilang gitu.” William memijit pangkal hidungnya. ‘Dasar bodoh kamu, Will! Jangan gegabah!’ “Maaf, bisakah kita bertemu di luar urusan pekerjaan?” ulang William sesaat kemudian. “Jika bertemu di malam hari terdengar seperti kencan romantis bagimu, bagaimana kalau kita bertemu di siang hari?” tawar lelaki itu lebih lanjut. “Aku gak keberatan asalkan Debby merasa nyaman.” Ada jeda lagi selama beberapa detik. Sekarang, sudah tidak terdengar lagi bunyi klik seperti beberapa saat yang lalu. ‘Apa aku sudah mendapat perhatianmu sekarang?’ Sambil menunggu jaw
Read more

BAB 49 ~ ADA UDANG DI BALIK BATU

Suara sahutan dengan nada tinggi dari suatu tempat di dalam rumah langsung menyapa indra pendengaran Debby meskipun batang hidung si pemilik suara belum tampak. Debby memutar bola matanya. Ia lalu membalikkan tubuh untuk menutup pintu.Ketika kembali berbalik, sang mami sudah berada di hadapannya. Tak ada senyum hangat yang menyambut kepulangannya, hanya raut wajah yang menampilkan ketidakpuasan dan ketidaksenangan. Debby menghela napas lirih.‘Ah, selalu aja kayak gini!’Di belakang Liliana, seorang pria paruh baya yang masih tampak gagah tengah berjalan mendekat ke arah dua wanita beda generasi itu. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang mulai dihiasi kerut-kerut halus. Namun, jejak ketampanan di masa muda masih tampak jelas terpahat di sana.“Anak Papi sudah sampai rupanya. Ayo, duduk sini!” ajak Gunawan yang sudah lebih dahulu mendaratkan bokongnya di sofa empuk di ruang tamu. “Kamu pasti lelah. Ayo, istirahat dulu.”“Nggak sampai selelah itu, Pi,” timpal Debby, tetapi didudukkannya
Read more

BAB 50 ~ AMUKAN SINGA

Debby menjawab saran sang papi dengan anggukan kepala sebelum masuk kamar. Ruangan berukuran sedang yang mendapat limpahan cahaya matahari itu memang jarang ia tempati sejak orang tuanya memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di rumah ini. Tepatnya sejak sang mami pensiun dari pekerjaannya sebagai kepala kantor cabang di salah satu bank swasta di ibu kota tiga tahun yang lalu. Tak ingin membuat orang tuanya menunggu lama, Debby segera meletakkan tas bahu dan tas yang berisi pakaian ganti di atas meja rias. Lemari pakaian di kamar ini nyaris kosong melompong, hanya berisi tumpukan seprei dan selimut. Sejak awal rumah ini ditempati orang tuanya, Debby tidak ikut memindahkan barang-barang miliknya ke dalam kamar ini, apalagi saat itu ia juga tengah mencari rumah untuk dirinya sendiri. Rumah lama mereka terlalu besar jika hanya ditempati oleh dirinya seorang. Alhasil, setiap kali Debby menginap di sini, ia harus selalu membawa pakaian ganti. 
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status