All Chapters of Di Balik Status WhatsApp Suamiku: Chapter 51 - Chapter 60
93 Chapters
Siapa Kalian?
Aku membisu, mencerna pertanyaan to the point Oma beberapa saat lalu. Ini terlalu tiba-tiba menurutku. Bahkan, Oma saja baru bertemu aku dua kali. Mengapa bisa begitu mudahnya memintaku menikah dengan cucunya? Apa dia tidak merasa perlu menyeleksi wanita yang akan menjadi pendamping hidup Daffa? Mereka kan orang kaya, ada banyak yang perlu dijaga dan dilindungi.Tidak Daffa, tidak Oma, keduanya sama-sama sulit dipahami.“Bagaimana, Kelana? Mau, ya?”Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Oma dan Daffa melihat ke arahku, menunggu jawaban dari pertanyaan spontan beberapa detik lalu.“Setelah apa yang kalian lakukan, Oma rasa tidak ada alasan untuk kamu menolak. Benar bukan?” imbuh Oma.Aku tahu ke mana arah pembicaraan Oma. Mengingatnya mampu membuat wajahku memerah. Ah! Memalukan sekali.  Mengapa bisa hal pribadi seperti kemarin diketahui Oma? Aku jadi berpikir jika Daffa tak lebih pintar dari omanya.“Oma,
Read more
Dalam Bahaya (1)
“Siapa kalian?!” ulangku penuh penekanan. “Hahahaha kamu tidak perlu tahu siapa kami. Kemarilah, bukannya kamu mencari Marsel dan Daren? Mereka ada di dalam,” sahut salah satunya. Aku tak bisa melihat wajah dua manusia di hadapanku. Karena selain penerangan yang minim, mereka juga mengenakan topeng. Aku mundur beberapa langkah, hatiku mengatakan tak ada Daren maupun Marsel di tempat ini, untuk itu aku harus segera pergi dan menyelamatkan diri. Namun, semakin aku mundur, mereka semakin mendekat. Tawa seram dan membahana masih terdengar, tampaknya mereka sangat senang mendapati aku yang begitu panik dan ketakutan. “Mau ke mana, manis?” Sial! Bagaimana aku bisa keluar kalau pintunya terkunci begini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Di tengah situasi mencekam seperti ini, aku berusaha memutar otak, melihat sekeliling barangkali menemukan jalan keluar. Namun nihil, aku tak menemukan pintu lain ataupun jendela. Salah satu dari mereka mendekat. Samar-samar aku bisa melihat pria bot
Read more
(PoV Author) Kebenaran
Beberapa jam sebelumnya“Saya ayah kandung kamu, Delia.”Ungkapan itu membuat Delia tercengang. Begitupun Rachel yang menggeleng keras. Dia tak percaya, jika pada akhirnya Marsel akan mengatakan fakta yang sudah bertahun-tahun lamanya mereka sembunyikan.“Marsel!” bentak Rachel. “Jangan sekarang, please,” lirihnya.Marsel mengabaikan Rachel. “Kemarilah, Nak, ini Papa.” Ia berjongkok dan merentangkan tangan, meminta Delia mendekat dan memeluknya.Delia belum juga bergerak. Ia masih berada di posisi semula, netranya menatap Rachel dan Marsel bergantian, mencari kebenaran dari ucapan dua manusia dewasa di hadapannya.Heru yang berada tepat di belakang Delia pun membisu, menyaksikan terungkapnya kenyataan yang selama ini juga menjadi tanda tanya besar di kepalanya.“Pa-pa,” lirih Delia dengan suara terbata.“Iya sayang, ini Papa, Papa kandun
Read more
(PoV Author) Dalam Bahaya (2)
 Tanpa pikir panjang, Marsel segera beranjak dari kursinya, menuruti perintah Rachel tanpa memedulikan panggilan Delia yang memintanya berhenti. Ia merasa, semua yang ia dengar dari Rachel tentang Kelana sudah cukup menjadi alasan dirinya membenci wanita itu.Marsel tak menunda-nunda, ia segera menjalankan rencana yang tempo hari mereka bahas di kafe. Lagipula, dia pun sudah sangat muak dengan wajah polos dan sikap sok baik wanita tersebut.Sembari mengendarai mobil, Marsel menghubungi anak buahnya dan menyusun strategi untuk menjebak Kelana. Ia menjadikan Daren sebagai umpan, dan benar saja, Kelana langsung percaya dan bersedia membantunya tanpa paksaan.“Perempuan bodoh! Mau-maunya gue bohongin,” gumam Marsel. Senyum penuh kemenangan tersungging di bibirnya. “Tamat lo, Kelana! Siapa suruh buat anak dan wanita yang gue cintai menderita,” sambungnya.Untung saja, Marsel sudah mengantar Daren ke rumah Bu Sari. Kalau tid
Read more
(PoV Daffa) Pahit
Aku terbangun dengan keringat mengucur deras dan perasaan tak menentu. Jantungku berdegup kencang, aku tak mengerti mengapa gelisah seperti ini.  Sampai beberapa menit lamanya, mataku tak kunjung tertutup lagi. Bergulang-guling kesana-kemari, hanya itulah yang kulakukan sedari tadi. Pikiranku tertuju pada Kelana, apa yang sedang wanita itu lakukan? Ah! Padahal baru beberapa jam lalu kami bertemu, tapi aku sudah merindukannya.            Telepon jangan, telepon jangan, telepon jangan, aku menghitung kancing piamaku untuk menentukan apakah harus menghubungi Kelana sepagi ini, atau menundanya sebentar lagi, setidaknya sampai matahari bersinar di paraduannya.            “Telepon aja deh,” putusku.            Aku mengambil ponsel yang berada di atas nakas dan menyalakannya. Di sana ter
Read more
(PoV Rachel) Tertangkap?
Aku tersenyum puas menatap pemandangan di hadapanku. Api yang besar dan menyala-nyala nyaris membakar habis Gedung tua itu. Bisa dipastikan siapa pun yang berada di dalamnya tidak akan selamat, melihat bagaimana aksi si jago merah yang begitu brutalnya. “Selamat tinggal, Kelana,” ucapku dengan senyum mengembang. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain menyaksikan sendiri kematian Kelana. Wanita yang sedari dulu menjadi rivalku.             “Dia pasti sudah jadi abu,” gumam Marsel.            “Memang itu yang gue mau,” timpalku.Marsel, laki-laki yang saat ini berada di sampingku mengeratkan genggamannya. Kami tertawa bersama, merayakan keberhasilan atas rencana ini.            “Good job, honey, lo keren banget,” puji Marsel pad
Read more
Selamat
Kepulan asap di dalam ruangan membuatku terbatuk. Sekujur badanku terasa kaku, aku berusaha menggerakkannya secara perlahan. Mataku terpejam menahan nyeri yang mendera. Teringat akan kejadian terakhir kali, saat dua manusia itu membuatku tak sadarkan diri kemudian menggerayangi tubuhku. Cairan bening menetes, aku menyesal tidak bisa melindungi diri sendiri. Jika melindungi diri sendiri saja gagal, bagaimana bisa aku melindungi Lintang?Aku terbatuk lagi, diikuti dadaku yang begitu sesak, mungkin karena terlalu banyak menghirup asap. Bersamaan dengan itu, aku mendapati benda pipih yang layarnya berpendar-pendar. Susah payah aku meraih benda tersebut, dan akhirnya berhasil. Beruntungnya, tak ada pola maupun kode keamanan yang digunakan, sehingga memudahkanku menggunakannya.Aku mengingat-ingat nomor seseorang dan bergegas menghubunginya. Namun, orang tersebut tak menjawab, membuatku nyaris putus asa. Dadaku semakin sesak, kepulan asap sudah terlihat dimana-mana.A
Read more
Bertemu
“Bu Sari,” panggilku dengan suara lirih.“Mbak Kelana…” balas Bu Sari tak kalah lirih.Aku terpaku melihat wanita paruh baya yang amat sangat kukenal berdiri di hadapanku. Begitupun Bu Sari yang tampak terkejut mendapati aku dalam keadaan seperti ini. Tanpa persetujuan, pria yang dipanggil Doni segera membawaku masuk, diikuti Bu Sari di belakangnya.“Bi, tolong obati lukanya, sekalian pinjemin baju,” pinta Doni setelah mendudukkanku di kursi panjang. Aku belum paham situasi ini, apa hubungan Bu Sari dengan pria itu, dan mengapa dia memanggil Bu Sari Bibi?“Iya, Nak. Kamu makan dulu, gih, Bibi udah masakin.”Doni hanya mengangguk, kemudian pergi dengan Bu Sari yang mengekor di belakangnya. Tak sampai lima menit, Bu Sari sudah kembali sembari membawa teh hangat dan kotak P3K.“Biar saya bantu bersihkan lukanya, Mbak,” ucapnya.“Terima kasih, Bu.”Denga
Read more
Ngapain?
Mas Heru menangis, ia mengecup pucuk kepalaku sambil terus menyalahkan diri. “Maafin Mas, sayang, semua ini terjadi karena kebodohan Mas. Mas Bodoh, Mas tolol!” isaknya.Ya, aku berusaha menghubungi Mas Heru karena ingin memintanya melihat keadaan Lintang, karena biar bagaimanapun lelaki itu adalah ayah bilogis anakku. Siapa yang sangka jika sekarang lelaki tersebut ada di sini, mendekapku begitu erat seraya menyesali semua perbuatannya di masa lalu.“Mas, udah. Semua yang terjadi bukan salah siapa-siapa, udah takdirnya harus begini,” balasku sambil mengusap punggungnya lembut.“Enggak, Lana, ini salah Mas!” tegasnya. “Hukum Mas, Lana, hukum!”Mas Heru berderai air mata. Tampaknya, dia benar-benar menyesali apa yang sudah terjadi di antara kami. Padahal, tak ada sedikitpun niat di kepalaku untuk menyalahkannya, karena aku menganggap yang terjadi merupakan bagian dari takdir Tuhan yang telah digariskan padaku
Read more
Quality Time
Pagi harinya, aku terbangun dalam kondisi ruangan yang kosong. Ke mana Daffa dan Lintang? Aku memindai sekeliling dan tak mendapati keberadaan mereka. Saat itulah aku menemukan catatan kecil dengan tulisan tangan cukup rapi, diletakkan di bawah ponsel berlogo apel yang bentuknya tidak sempurna.Sayang, saya nganter Lintang ke sekolah dulu ya. Kalau ada apa-apa hubungi saya, i love you.Aku tersenyum tipis membaca tulisan tersebut. Tanganku tergerak mengambil ponsel boba yang masih tergeletak di atas meja.“Ya ampun, Daff, ini pasti mahal banget,” gumamku. Aku meringis menatap benda keluaran terbaru yang saat ini berada di genggamanku.Ternyata, ponsel tersebut sudah aktif dan siap pakai, di dalamnya hanya ada nomor Daffa, Lintang, Risya, juga Oma. Aku memasukkan beberapa nomor yang kuingat, salah satunya Mas Heru. Ngomong-ngoming soal Mas Heru, ke mana lelaki itu?Tak lama kemudian, seorang dokter dan beberapa perawat masuk guna memeriksa kondisiku. Aku memanfaatkan momen tersebut unt
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status