"Tadi masih di kamar, Mah. Biar aku panggilkan.""Biarkan saja lah, Ra. Nanti pun dia turun sendiri. Sebaiknya kamu makan. Sudah capek ke sana kemari beli lontong sayur, masih harus manggil Raffi juga? Dia bukan anak kecil lagi, tidak usah dibujuk-bujuk. Kalau lapar pasti makan sendiri.""Biar sarapannya bareng-bareng, Pah. Kalau dinanti-nanti, lontongnya malah dingin," ujar Mama menjawab ucapan Papa. "Gak apa-apa, Pah. Biar Raya panggil Mas Raffi sekalian mau lihat Rayyan di kamarnya. Mama sama Papa, sarapan duluan saja, ya?" kataku, menengahi sepasang suami istri itu. Aku pun pergi meninggalkan meja makan, lalu pergi ke lantai dua. Namun, Mas Raffi tidak ada di sana. Keadaan kamar pun masih sama seperti yang aku tinggalkan tadi. Itu artinya, Mas Raffi tidak masuk ke sini sepeninggalnya diriku. Lalu di mana dia?Aku keluar dari kamar, lalu kembali ke bawah. Tapi, tidak perlu ke ruang makan. Melainkan ke kamar Rayyan, siapa tahu Mas Raffi tidur di sana. "Nda ....""Eh, anak Bund
Baca selengkapnya