All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 221 - Chapter 230

525 Chapters

S2| 12. Adik yang Memalukan

“Bocah itu .... Kenapa dia suka sekali mengganggu?” gerutu Frank lesu. “Kurasa dia ingin memberimu portofolionya. Pergilah, Frank. Bicarakan dengannya. Aku bisa mengabari si Kembar kalau kamu terlambat.” Frank menggembungkan pipi, persis seperti Louis yang mengambek. Merasa gemas, Kara menangkupnya sembari tertawa. “Percuma kamu memasang tampang ini. Aku tetap tidak bisa membantumu. Sekarang, sebaiknya kamu temui adikmu. Semakin cepat masalah kalian selesai, semakin cepat kamu bisa bergabung di kolam renang.” “Apakah kamu memakai bikini?” Kara mendesah cepat. “Kamu tidak keberatan jika Philip dan para pengawal melihatku dengan bikini?” “Kalau begitu jangan. Simpan bikinimu untuk berendam bersamaku nanti malam di kolam privat kita.” “Maksudmu bak mandi?” Kara tertawa ringan. “Ya. Aku akan menaburkan bunga di airnya dan menyalakan lilin di sekelilingnya. Kau pasti suka.” “Ya, itu terdengar romantis.” Usai mengecup Frank, Kara beranjak dari ranjang. “Kalau begitu, ayo bergegas.
Read more

S2| 13. Asisten Baru Emily

Melanie mengatupkan mulut rapat-rapat. "Baiklah. Tapi kalau sampai kalian mempermainkan Barbara, Mama tidak akan tinggal diam." Frank tersenyum miring. "Tidak akan terjadi asalkan adik tiriku itu tidak bertingkah." "Oke." Tanpa mengucapkan terima kasih, Melanie berbalik menuju kamarnya sendiri. Frank hanya bisa bergeming menatapnya. Dalam hati, ia merasa bersalah kepada Emily. "Apa?" pekik Emily ketika sang ayah menceritakan tentang asisten barunya. "Bibi menjadi asistenku? Lalu bagaimana dengan Philip?" Sementara sang ibu menggosok rambutnya, Louis mengerucutkan bibir. "Berarti Philip asistenku sepenuhnya." Emily mencebik. Tangannya merapatkan handuk yang membungkus tubuhnya lebih erat. "Tapi aku suka Philip. Aku mau dia tetap menjadi asistenku." Frank tersenyum pahit. "Philip masih asistenmu juga, Tuan Putri. Papa butuh dia untuk mengawasi kinerja bibimu." "Apakah itu berarti Bibi akan berada di ruang kerjaku selama aku sekolah?" Frank berkedip-kedip sejenak. "Kamu tidak
Read more

S2| 14. Singa di Kandang Rusa

"Baiklah! Aku akan membuatnya. Seratus rumbai, kan?" Barbara mengernyit pasrah. Emily mengangguk dengan senyum lebar. "Benar. Selamat bekerja, Bibi. Selesaikan sebelum waktu pulang karena besok pekerjaannya berbeda lagi." Barbara kembali menganga. Sebelum ia melontarkan komentar, Philip mengeluarkan perkakas dari laci. "Ini. Semoga membantu." Helaan napas berembus cepat dari mulut Barbara. Matanya memerah tetapi malu mengeluarkan air mata. Sepulangnya dari kantor, ia hanya bisa mengadu kepada Melanie. "Mama, anak kecil itu sungguh keterlaluan. Dia menyuruhku membuat 100 rumbai. Mama tahu sesulit apa membuatnya? Manik-maniknya begitu kecil dan licin. Mataku hampir juling!" Barbara menghempas diri di sofa. Melanie dengan sigap mengelus-elus pundaknya. "Tidak apa-apa. Anggap saja itu batu loncatan untuk mendapatkan simpati kakakmu. Lalu kau berhasil menyelesaikan itu?" "Tentu saja tidak! Aku cuma berhasil membuat 30. Itu pun tangan dan leherku sudah pegal." Melanie termenung.
Read more

S2| 15. Sesuatu yang Mencurigakan

Siang harinya, si Kembar menyerbu masuk ke ruangan Frank. "Papa! Papa!" Tangan mereka terentang lebar dan tawa mereka membahana. Kara yang berjalan di belakang mereka tersenyum melihatnya. Dengan senyum yang serupa, Frank berdiri dari kursinya. "Anak-Anak!" Belum sempat ia melangkah, dua balita itu sudah memeluk kakinya. Tawa mereka semakin menggelitik. "Papa, kami ada tes dadakan tadi. Nilai kami sempurna lagi!" "Padahal soal kami berbeda dari yang lain. Itu lebih sulit, tapi kami tetap bisa mengerjakannya." Sembari terkekeh, Frank mengelus kepala si Kembar. "Bagus, Anak-Anak. Kalian memang hebat. Tapi kalian harus ingat. Ada yang lebih penting dari nilai, yaitu kalian menikmati pembelajarannya." "Kenapa Papa jadi terdengar seperti Mama?" celetuk Louis sambil memiringkan kepala. Frank melirik Kara dengan senyum simpul. "Karena Papa paling banyak menghabiskan waktu bersama Mama. Itulah mengapa kita harus berhati-hati memilih circle. Orang-orang di sekitar kita bisa memenga
Read more

S2| 16. Misi Rahasia

"Gawat! Ternyata ini paket Barbara! Dia pasti akan membunuhku kalau tahu aku membuka paketnya." Mata Louis bulat sempurna. Philip mengangkat alis. "Ini milik Barbara?" Louis mengangguk. Melihat ekspresi serius asistennya, ia ikut mengernyit. "Ada apa, Philip?" "Tuan Kecil, mari melaporkan hal ini kepada ayahmu. Bola ini mencurigakan." Louis terkesiap. Ia teringat akan misinya. "Mungkin karena itu Papa mengirimku ke sini!" Secepat kilat, ia menarik tangan Philip, tak peduli dengan gaun yang menjuntai menyapu lantai. "Ayo, Philip! Kita harus bertindak cepat." Setibanya di ruang CEO, Louis berseru, "Papa, lihat apa yang kami temukan! Aku tidak sengaja membuka paket untuk Barbara. Isinya gaun. Saat aku berdiri, ada bola menggelinding. Philip bilang bola itu mencurigakan." Philip meletakkan bola di atas meja. Melihat isinya, Emily ternganga. "Itukah yang Papa bilang tadi? Obat yang harus kucari di tas Bibi?" Frank terdiam sejenak. Setelah membuka bola itu dan menuangkan pil ke
Read more

S2| 17. Menjebak Barbara

"Aaargh!" Emosi Barbara meledak. Kakinya mengentak-entak lantai. "Kalian tidak berhak menilaiku begitu! Aku tidak bisa dibandingkan dengan anak kecil. Aku jauh lebih hebat!" "Tapi itulah kenyataannya. Nona Kecil rajin belajar dan giat bekerja. Dia tidak bermalas-malasan dan tidak sekali pun meninggalkan tugas. Sedangkan dirimu?" Sementara Barbara meringis, Philip menambahkan, "Nona Kecil juga lebih bijak dan dewasa. Dia tidak pernah melemparkan kesalahan pada orang lain. Dia berani mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Apakah kau demikian?" Barbara mendengus. Ia tidak tahan lagi mendengar ceramah Philip. Dengan langkah cepat, ia keluar dari ruangan. Seketika, suasana menjadi senyap. "Kamu tidak apa-apa, Nona Kecil?" Philip menghapus sisa air mata Emily. Gadis mungil itu menggosok mata. "Aku berhasil mengalihkan perhatiannya. Dia sama sekali tidak curiga kalau kotaknya berbeda." "Itu bagus! Lalu, apakah ada yang sakit?" Emily kembali mencebik. "Tidak. Tapi aku butuh pelukan.
Read more

S2| 18. Obat Misterius

"Cukup, Barbara." Frank meruncingkan tatapannya. "Kau selalu bersikap seperti korban. Padahal, kau sendirilah yang membuat masalah." Barbara memasang tampang tersiksa. "Masalah apa? Aku sudah mengerahkan usaha terbaikku. Tapi mereka tidak menghargai karyaku!" "Philip!" Frank tiba-tiba berseru. "Bawakan hasil kerja Barbara kemari." Dalam waktu singkat, Philip datang membawa rumbai-rumbai yang tertata rapi di atas sebuah nampan beralas kain. "Ini, Tuan." "Perlihatkan kepada ibuku." Philip memutar tumpuan. Melanie mengernyitkan dahi menatap apa yang terpajang di sana. "Silakan Mama pilih mana yang terbaik." Melanie menaikkan dagu. "Semuanya bagus." "Pilih satu," tegas Frank. Barbara menahan napas melihat tangan Melanie yang terkepal erat. Ketika sang ibu membuat pilihan, dadanya memanas. "Itu buatan Emily!" seru Louis, seperti menjawab kuis. Melanie tersentak. Ia menggeser jarinya. "Maksudku yang ini." "Itu juga buatan Emily!" Melanie kembali mengepalkan tangan. Ia sadar
Read more

S2| 19. Memakan Racun

Frank tersenyum kecut. "Apa bedanya dengan Kara? Kenapa Mama tega menaburkan obat ke makanan Kara? Mama tega kalau Louis dan Emily tidak jadi punya adik?" Kara terkesiap. Matanya tertuju pada piring yang telah berganti menu di hadapannya. "Karena itukah spaghetti tadi terasa asam?" Emily mulai mencebik. "Papa, apakah Mama sudah memakan racun? Apakah Mama dalam bahaya?" "Bagaimana dengan calon adik kami? Apakah kami masih bisa bertemu dengannya?" Louis ikut mendramatisasi. Frank tersenyum manis. "Tenang, Anak-Anak. Papa sudah menukar obat Mama dengan vitamin." "Lalu bagaimana dengan Barbara? Kau memberinya obat yang asli?" Suara Melanie melengking. Bibit Frank mengerucut. "Maaf, Mama. Semua orang pasti akan menuai hasil dari perbuatannya." Melanie mendesah tak percaya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Kau keterlaluan, Frank. Keterlaluan!" Dengan langkah tergesa-gesa, Melanie meninggalkan ruang makan. Louis dan Emily langsung mengangkat tangan ke udara. Mereka meneriakkan kemenang
Read more

S2| 20. Dilarikan ke Rumah Sakit

"Philip!" Teriakan Melanie menyentak semua orang. "Aku tahu kau berdiri di luar sana. Cepat antarkan putriku ke rumah sakit!" Philip terbelalak dan menampakkan diri. "Saya, Nyonya?" "Siapa lagi?" Philip melirik si Kembar yang mengangkat bahu tanpa suara. Dengan raut terpaksa, ia menghubungi sopir agar bersiap. "Tunggu apa lagi? Cepat bawa putriku ke mobil!" Philip bergegas menyimpan ponsel. "Biar saya ambilkan kursi roda." "Untuk apa? Gendong saja Barbara ke mobil! Itu jauh lebih cepat." Barbara terbelalak. Ia baru saja buang air sebanyak lima kali. Baunya saja mungkin masih melekat di baju, dan sang ibu malah menyuruh seorang pria menggendongnya? “Tunggu ....” Belum sempat ia menolak, Philip sudah lebih dulu mengangkatnya. Pipi Barbara seketika memerah. Tak sanggup menahan malu, ia terpejam sembari menutupi muka dengan sebelah tangan. "Ugh, Bibi bau!" celetuk Louis ketika Philip membawa Barbara melewati mereka. Emily ikut menjepit hidung. Barbara hampir menangis. Samb
Read more

S2| 21. Kesepakatan Philip dan Barbara

“Begitu sampai di IGD, ibumu langsung mengamuk. Dia meminta semua dokter untuk memeriksa keadaanmu. Banyak orang langsung berkumpul dan menutup hidung.” Melihat Philip mengernyit, Barbara mengepalkan tangan. “Kau bohong! Mama tidak mungkin membuatku malu.” Philip mengangkat pundaknya ringan. “Mau bagaimana lagi? Ibumu terlalu panik. Dan kau tahu?” Ia kembali tersenyum miring. “Ibumu mengumumkan kepada semua petugas medis kalau kau sedang dalam keadaan darurat karena salah minum obat. Lucunya ... ketika hasil pemeriksaan keluar, dokter menyimpulkan kalau kau terlalu banyak mengonsumsi obat pencahar. Semua orang sontak gagal menahan tawa.” Barbara ternganga tak percaya. Dari sudut pandangnya yang terbatas, ia melirik ke arah sofa. Hanya kaki Melanie yang terlihat. “Mama bisa tidur nyenyak setelah menimbulkan kehebohan semacam itu?” Barbara terpejam menahan kekesalan. Pelan-pelan, ia berbalik membelakangi Philip. Ia sudah kehilan
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
53
DMCA.com Protection Status