Share

S2| 13. Asisten Baru Emily

Author: Pixie
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Melanie mengatupkan mulut rapat-rapat. "Baiklah. Tapi kalau sampai kalian mempermainkan Barbara, Mama tidak akan tinggal diam."

Frank tersenyum miring. "Tidak akan terjadi asalkan adik tiriku itu tidak bertingkah."

"Oke."

Tanpa mengucapkan terima kasih, Melanie berbalik menuju kamarnya sendiri. Frank hanya bisa bergeming menatapnya. Dalam hati, ia merasa bersalah kepada Emily.

"Apa?" pekik Emily ketika sang ayah menceritakan tentang asisten barunya. "Bibi menjadi asistenku? Lalu bagaimana dengan Philip?"

Sementara sang ibu menggosok rambutnya, Louis mengerucutkan bibir. "Berarti Philip asistenku sepenuhnya."

Emily mencebik. Tangannya merapatkan handuk yang membungkus tubuhnya lebih erat. "Tapi aku suka Philip. Aku mau dia tetap menjadi asistenku."

Frank tersenyum pahit. "Philip masih asistenmu juga, Tuan Putri. Papa butuh dia untuk mengawasi kinerja bibimu."

"Apakah itu berarti Bibi akan berada di ruang kerjaku selama aku sekolah?"

Frank berkedip-kedip sejenak. "Kamu tidak
Pixie

Hai hai! Maaf baru sempat menyapa. Have a nice day, ya, teman-teman! Moga kita semua sehat-sehat biar semua aktivitas bisa dikerjakan dengan lancar. Aamiin. Btw, ada yang mau kalian sampaikan kepada Emily? Emily nungguin, nih ....

| 3
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Sitti Aisah Icha
emely emely,,,,
goodnovel comment avatar
Darmawati Koto
lanjuut thor
goodnovel comment avatar
SK Celey
seru.... makin jatuh cinta sama Emily... cerdas bgt... kayaknya Author naruh umur 4th buat Emily terlalu muda... hahaha lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 14. Singa di Kandang Rusa

    "Baiklah! Aku akan membuatnya. Seratus rumbai, kan?" Barbara mengernyit pasrah. Emily mengangguk dengan senyum lebar. "Benar. Selamat bekerja, Bibi. Selesaikan sebelum waktu pulang karena besok pekerjaannya berbeda lagi." Barbara kembali menganga. Sebelum ia melontarkan komentar, Philip mengeluarkan perkakas dari laci. "Ini. Semoga membantu." Helaan napas berembus cepat dari mulut Barbara. Matanya memerah tetapi malu mengeluarkan air mata. Sepulangnya dari kantor, ia hanya bisa mengadu kepada Melanie. "Mama, anak kecil itu sungguh keterlaluan. Dia menyuruhku membuat 100 rumbai. Mama tahu sesulit apa membuatnya? Manik-maniknya begitu kecil dan licin. Mataku hampir juling!" Barbara menghempas diri di sofa. Melanie dengan sigap mengelus-elus pundaknya. "Tidak apa-apa. Anggap saja itu batu loncatan untuk mendapatkan simpati kakakmu. Lalu kau berhasil menyelesaikan itu?" "Tentu saja tidak! Aku cuma berhasil membuat 30. Itu pun tangan dan leherku sudah pegal." Melanie termenung.

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 15. Sesuatu yang Mencurigakan

    Siang harinya, si Kembar menyerbu masuk ke ruangan Frank. "Papa! Papa!" Tangan mereka terentang lebar dan tawa mereka membahana. Kara yang berjalan di belakang mereka tersenyum melihatnya. Dengan senyum yang serupa, Frank berdiri dari kursinya. "Anak-Anak!" Belum sempat ia melangkah, dua balita itu sudah memeluk kakinya. Tawa mereka semakin menggelitik. "Papa, kami ada tes dadakan tadi. Nilai kami sempurna lagi!" "Padahal soal kami berbeda dari yang lain. Itu lebih sulit, tapi kami tetap bisa mengerjakannya." Sembari terkekeh, Frank mengelus kepala si Kembar. "Bagus, Anak-Anak. Kalian memang hebat. Tapi kalian harus ingat. Ada yang lebih penting dari nilai, yaitu kalian menikmati pembelajarannya." "Kenapa Papa jadi terdengar seperti Mama?" celetuk Louis sambil memiringkan kepala. Frank melirik Kara dengan senyum simpul. "Karena Papa paling banyak menghabiskan waktu bersama Mama. Itulah mengapa kita harus berhati-hati memilih circle. Orang-orang di sekitar kita bisa memenga

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 16. Misi Rahasia

    "Gawat! Ternyata ini paket Barbara! Dia pasti akan membunuhku kalau tahu aku membuka paketnya." Mata Louis bulat sempurna. Philip mengangkat alis. "Ini milik Barbara?" Louis mengangguk. Melihat ekspresi serius asistennya, ia ikut mengernyit. "Ada apa, Philip?" "Tuan Kecil, mari melaporkan hal ini kepada ayahmu. Bola ini mencurigakan." Louis terkesiap. Ia teringat akan misinya. "Mungkin karena itu Papa mengirimku ke sini!" Secepat kilat, ia menarik tangan Philip, tak peduli dengan gaun yang menjuntai menyapu lantai. "Ayo, Philip! Kita harus bertindak cepat." Setibanya di ruang CEO, Louis berseru, "Papa, lihat apa yang kami temukan! Aku tidak sengaja membuka paket untuk Barbara. Isinya gaun. Saat aku berdiri, ada bola menggelinding. Philip bilang bola itu mencurigakan." Philip meletakkan bola di atas meja. Melihat isinya, Emily ternganga. "Itukah yang Papa bilang tadi? Obat yang harus kucari di tas Bibi?" Frank terdiam sejenak. Setelah membuka bola itu dan menuangkan pil ke

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 17. Menjebak Barbara

    "Aaargh!" Emosi Barbara meledak. Kakinya mengentak-entak lantai. "Kalian tidak berhak menilaiku begitu! Aku tidak bisa dibandingkan dengan anak kecil. Aku jauh lebih hebat!" "Tapi itulah kenyataannya. Nona Kecil rajin belajar dan giat bekerja. Dia tidak bermalas-malasan dan tidak sekali pun meninggalkan tugas. Sedangkan dirimu?" Sementara Barbara meringis, Philip menambahkan, "Nona Kecil juga lebih bijak dan dewasa. Dia tidak pernah melemparkan kesalahan pada orang lain. Dia berani mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Apakah kau demikian?" Barbara mendengus. Ia tidak tahan lagi mendengar ceramah Philip. Dengan langkah cepat, ia keluar dari ruangan. Seketika, suasana menjadi senyap. "Kamu tidak apa-apa, Nona Kecil?" Philip menghapus sisa air mata Emily. Gadis mungil itu menggosok mata. "Aku berhasil mengalihkan perhatiannya. Dia sama sekali tidak curiga kalau kotaknya berbeda." "Itu bagus! Lalu, apakah ada yang sakit?" Emily kembali mencebik. "Tidak. Tapi aku butuh pelukan.

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 18. Obat Misterius

    "Cukup, Barbara." Frank meruncingkan tatapannya. "Kau selalu bersikap seperti korban. Padahal, kau sendirilah yang membuat masalah." Barbara memasang tampang tersiksa. "Masalah apa? Aku sudah mengerahkan usaha terbaikku. Tapi mereka tidak menghargai karyaku!" "Philip!" Frank tiba-tiba berseru. "Bawakan hasil kerja Barbara kemari." Dalam waktu singkat, Philip datang membawa rumbai-rumbai yang tertata rapi di atas sebuah nampan beralas kain. "Ini, Tuan." "Perlihatkan kepada ibuku." Philip memutar tumpuan. Melanie mengernyitkan dahi menatap apa yang terpajang di sana. "Silakan Mama pilih mana yang terbaik." Melanie menaikkan dagu. "Semuanya bagus." "Pilih satu," tegas Frank. Barbara menahan napas melihat tangan Melanie yang terkepal erat. Ketika sang ibu membuat pilihan, dadanya memanas. "Itu buatan Emily!" seru Louis, seperti menjawab kuis. Melanie tersentak. Ia menggeser jarinya. "Maksudku yang ini." "Itu juga buatan Emily!" Melanie kembali mengepalkan tangan. Ia sadar

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 19. Memakan Racun

    Frank tersenyum kecut. "Apa bedanya dengan Kara? Kenapa Mama tega menaburkan obat ke makanan Kara? Mama tega kalau Louis dan Emily tidak jadi punya adik?" Kara terkesiap. Matanya tertuju pada piring yang telah berganti menu di hadapannya. "Karena itukah spaghetti tadi terasa asam?" Emily mulai mencebik. "Papa, apakah Mama sudah memakan racun? Apakah Mama dalam bahaya?" "Bagaimana dengan calon adik kami? Apakah kami masih bisa bertemu dengannya?" Louis ikut mendramatisasi. Frank tersenyum manis. "Tenang, Anak-Anak. Papa sudah menukar obat Mama dengan vitamin." "Lalu bagaimana dengan Barbara? Kau memberinya obat yang asli?" Suara Melanie melengking. Bibit Frank mengerucut. "Maaf, Mama. Semua orang pasti akan menuai hasil dari perbuatannya." Melanie mendesah tak percaya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Kau keterlaluan, Frank. Keterlaluan!" Dengan langkah tergesa-gesa, Melanie meninggalkan ruang makan. Louis dan Emily langsung mengangkat tangan ke udara. Mereka meneriakkan kemenang

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 20. Dilarikan ke Rumah Sakit

    "Philip!" Teriakan Melanie menyentak semua orang. "Aku tahu kau berdiri di luar sana. Cepat antarkan putriku ke rumah sakit!" Philip terbelalak dan menampakkan diri. "Saya, Nyonya?" "Siapa lagi?" Philip melirik si Kembar yang mengangkat bahu tanpa suara. Dengan raut terpaksa, ia menghubungi sopir agar bersiap. "Tunggu apa lagi? Cepat bawa putriku ke mobil!" Philip bergegas menyimpan ponsel. "Biar saya ambilkan kursi roda." "Untuk apa? Gendong saja Barbara ke mobil! Itu jauh lebih cepat." Barbara terbelalak. Ia baru saja buang air sebanyak lima kali. Baunya saja mungkin masih melekat di baju, dan sang ibu malah menyuruh seorang pria menggendongnya? “Tunggu ....” Belum sempat ia menolak, Philip sudah lebih dulu mengangkatnya. Pipi Barbara seketika memerah. Tak sanggup menahan malu, ia terpejam sembari menutupi muka dengan sebelah tangan. "Ugh, Bibi bau!" celetuk Louis ketika Philip membawa Barbara melewati mereka. Emily ikut menjepit hidung. Barbara hampir menangis. Samb

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 21. Kesepakatan Philip dan Barbara

    “Begitu sampai di IGD, ibumu langsung mengamuk. Dia meminta semua dokter untuk memeriksa keadaanmu. Banyak orang langsung berkumpul dan menutup hidung.” Melihat Philip mengernyit, Barbara mengepalkan tangan. “Kau bohong! Mama tidak mungkin membuatku malu.” Philip mengangkat pundaknya ringan. “Mau bagaimana lagi? Ibumu terlalu panik. Dan kau tahu?” Ia kembali tersenyum miring. “Ibumu mengumumkan kepada semua petugas medis kalau kau sedang dalam keadaan darurat karena salah minum obat. Lucunya ... ketika hasil pemeriksaan keluar, dokter menyimpulkan kalau kau terlalu banyak mengonsumsi obat pencahar. Semua orang sontak gagal menahan tawa.” Barbara ternganga tak percaya. Dari sudut pandangnya yang terbatas, ia melirik ke arah sofa. Hanya kaki Melanie yang terlihat. “Mama bisa tidur nyenyak setelah menimbulkan kehebohan semacam itu?” Barbara terpejam menahan kekesalan. Pelan-pelan, ia berbalik membelakangi Philip. Ia sudah kehilan

Latest chapter

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status