Sukakah kalian dengan bab ini? Yuk komen yuk! Terima kasih sudah membaca.
"Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k
"Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"
Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu
Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y
“Astaga!”Frank Harper terkesiap saat mendapati pundak ramping yang dipenuhi jejak bibir. Cap kemerahan itu ada di mana-mana, bahkan di dekat tahi lalat yang memang berada pada posisi menggairahkan.Masih dengan mulut ternganga lebar, Frank menatap wajah korbannya. Lipstik dan maskara gadis itu keluar jauh dari batas. Menyadari kebrutalannya, Frank bergegas mengambil ponsel.“Sia-sia aku membayar kalian mahal! Kau dan sembilan pengawal itu sungguh tidak berguna!” umpat Frank begitu panggilannya diterima.“Ada apa, Tuan? Bukankah Anda sendiri yang meminta kami pulang? Anda bilang ingin merayakan anniversary bersama tunangan Anda.”“Tunangan dari mana? Aku tidak mengenal gadis ini!”Frank menyoroti Kara Martin dengan mata merah membara. Kebencian telah membakar jiwanya.Beberapa kali Isabela berusaha merayunya, ia tidak pernah goyah. Namun, semalam, ia sudah lengah. Bagaimana mungkin ia merusak citra sempurnanya bersama seorang gadis yang tidak dikenal?“Cepat selidiki bar semalam! Sese
“Kenapa kau melakukan ini, Kara? Aku sangat mencintaimu. Kau memintaku menunggu sampai kita menikah. Aku terima. Tapi kau malah melakukannya dengan Rolland, sebulan sebelum pernikahan kita? Apakah kau sengaja menyakitiku? Atau kau besar kepala karena semua orang menjulukimu Nona Yang Paling Sempurna, hmm?”Kerongkongan Kara tersekat. Hatinya hancur melihat air mata Finnic.“Tolong ... percayalah padaku, Fin. Aku tidak tidur dengan Tuan Rolland. Aku—”“Cukup Kara! Setiap kata dari mulutmu terasa seperti jarum yang menusuk hati. Aku tidak mau mendengar apa pun lagi darimu. Kau sudah merusak kepercayaanku, harapanku, impianku. Mulai detik ini, aku tidak ingin melihatmu di kota ini.” “Tapi—”“Kau akan menyesal telah menyia-nyiakan aku! Lihat saja! Ke mana pun kau pergi, akan kupastikan kau menderita. Tidak akan ada satu pun tempat yang mau menerima gadis menjijikkan sepertimu.”Finnic menggebrak pintu lalu melangkah pergi.“Tunggu ..., Finnic!”Kara berusaha mengejar, tetapi lututnya mas
Saat mengintip dari jendela, Kara mendapati seorang perempuan seumuran ibunya. Penampilannya rapi dan berkharisma. Samar-samar, Kara dapat melihat kerlip mutiara pada bros di dada kirinya. Di belakang wanita itu, dua orang pengawal berdiri tegap. Raut mereka tegas dan penuh waspada, tidak tampak membahayakan tetapi tetap mencurigakan. Meski demikian, Kara memberanikan diri untuk menemui tamunya. “Selamat malam, Nona Martin. Saya Vivian Bell dari Savior Group. Apakah Anda keberatan meluangkan waktu untuk berbincang?”Kara berkedip bimbang. Tangannya enggan melepas gagang pintu.Mengamati keraguan gadis itu, Vivian pun menyodorkan kartu nama. Begitu memeriksanya, Kara tersentak.“Dia seorang komisaris? Untuk apa orang berpangkat sebesar ini menemuiku? Dan bukankah Savior Group adalah perusahaan terkenal di kota tetangga? Apakah mereka ini penipu?”“Saya sebetulnya berencana untuk menemui Anda besok siang. Sayangnya, saya harus kembali ke L City malam ini.”Menimbang tutur bicara yang
"Selamat datang di Savior Group, Nona Martin. Senang bisa melihat Anda di sini." Kara tersenyum menyambut salam Vivian. Ia kagum dengan kerendahhatian wanita itu. Sepanjang pengetahuannya, belum pernah ada komisaris yang bersedia menyambut karyawan, selain Vivian. Tidak hanya itu, Vivian juga mengajak Kara mengunjungi setiap lantai. Dari tingkat terbawah hingga tingkat teratas, semangat wanita itu tidak pernah padam.Hanya dalam waktu singkat, Kara sudah merasa akrab dengan Savior Group. Diam-diam, ia merasa bangga dapat bekerja di sana. Perusahaan barunya jauh lebih besar dari perusahaan Miller. "Dan ini adalah meja kerja Anda. Berhati-hatilah dengan kaca itu karena Tuan CEO dapat melihat Anda dari kursinya." Vivian menunjuk sekat cermin yang memisahkan ruang sekretaris dengan sang pimpinan."Itu kaca satu arah?" bisik Kara seolah takut terdengar oleh bosnya. "Benar. Kaca itu sudah memicu banyak pemecatan. Para pendahulu Anda kurang berhati-hati sehingga kesalahan mereka teramati