All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 201 - Chapter 210

525 Chapters

201. Hidup Memang Penuh Kejutan

"Mama, ternyata kita punya foto bersama Kakek," ujar Emily seraya mencebik.  Kara menaikkan alis. Setelah mencondongkan kepala mendekat, ia tertegun.  Foto teratas diambil saat si Kembar menghadiri inaugurasi penerima beasiswa. Louis dan Emily tampak semringah sambil menerima sertifikat dari Rowan.  Foto kedua diambil saat mereka makan bersama di kantin perpustakaan. Sorot mata Rowan terhadap Louis terkesan berbeda dengan yang Kara ingat. Rowan benar-benar seperti seorang kakek buyut yang sedang mentraktir cicitnya. Jelas, itu pekerjaan seorang paparazi. Foto ketiga sekaligus foto terakhir diambil saat si Kembar memeluk kaki Rowan di acara ulang tahun mereka. Kara dan Frank sama sekali tidak tampak waspada. Senyum kecil mereka lebih menyiratkan keharuan.  "Papa mendapat warisan yang paling berharga," gumam Emily, terdengar sedikit iri.  Frank meliriknya dengan bibir terkulum. "Ya. Bukankah Papa sangat beruntung
Read more

202. Ketenaran si Kembar

"Maaf, karena waktu kami terbatas, kami harus permisi. Sampai jumpa di lain hari." Louis mengangguk dan para wartawan langsung menumpahkan pertanyaan. Mereka belum puas berbincang dengan si Kembar.  Sementara itu, kameramen sibuk menyoroti ketenangan si Kembar saat berjalan. Dua balita itu seperti sudah terbiasa menjadi pusat perhatian. Gestur mereka tampak alami dan santai.  "Mama, apakah aku melakukannya dengan baik?" tanya Louis saat mereka memasuki lobi.  Kara tersenyum hangat. "Ya, kamu melakukannya dengan sangat baik. Emily juga. Kalian keren sekali." Emily terbelalak. "Aku juga? Aku cuma melengkapi jawaban Louis satu kali, Mama. Aku baru akan menunjukkan kemampuan berbicaraku kalau ada serangan wartawan lagi. Aku dan Louis sepakat bergiliran untuk menjadi narasumber utama." Frank dan Kara sontak saling lirik. Bibir mereka meloloskan tawa.  "Itu strategi yang bagus," timpal Frank lembut. "Nanti di ruang pertem
Read more

203. Cara Menundukkan Hati Kara

"Ibu dari anak-anakku sekarang lebih sibuk dariku, hmm?" Suara Frank terdengar serak. Kara tersenyum simpul. "Aku harus membuat diriku layak untuk bersanding denganmu." Sambil mengusap pundak Kara, Frank mendaratkan kecupan di pelipisnya. "Kamu sudah bekerja keras, Kara. Peluncuran aplikasimu pasti akan berlangsung lancar." "Amin. Terima kasih, Frank. Aku beruntung sekali memiliki kekasih yang tidak pernah lelah mendukungku." Frank mengerutkan bibir dan mengangkat alis. Setelah memberi perintah kepada sopir, ia meraih jemari Kara. Tatapannya menyiratkan sesuatu. "Setelah ini, bukankah kesibukanmu sudah banyak berkurang? Bagaimana kalau kita ubah panggilanmu terhadapku dari kekasih menjadi suamiku?" Kara berkedip-kedip di bawah kerut alisnya. "Tapi ..., bukankah kita masih dalam masa berkabung?" "Tiga bulan kurasa sudah cukup. Kakek juga menyatakan di surat kalau dia tidak mau kita bersedih terlalu lama, kan?" Perlahan-lahan, sudut bibir Kara kembali ringan. Ia pun mengangguk.
Read more

204. Venue Pernikahan yang Menakjubkan

“Apakah kalian tidak lelah?” Kara melucuti ransel dari punggung sang putra. Emily pun menghadapkan punggung kepada Frank agar sang ayah melakukan hal yang sama. “Tidak, Mama. Belajar di sekolah itu menyenangkan. Sama sekali tidak melelahkan,” tuturnya manis. “Ya, itu seru!” Kara lanjut melontarkan pujian. Sementara itu, Frank hanya mengangguk-angguk. Benaknya telah terpaku pada hal lain. Beberapa saat kemudian, pria itu menarik si Kembar ke atas pangkuannya. Jantungnya kini berdebar tak karuan. “Anak-Anak ..., bisa Papa minta perhatian kalian sebentar? Ada yang harus kita bicarakan.” Si Kembar kompak mengalihkan pandangan dari Kara. “Apa, Papa?” “Papa dan Mama sudah sepakat untuk tidak menunda pernikahan lagi.” Namun, bukannya senang, alis si Kembar malah berkerut. “Tapi, Papa ..., gaun pengantin Mama masih dalam proses.” Emily tampak khawatir. “Dan Papa belum menyelesaikan hukuman. Masih ada satu poin d
Read more

205. Pasangan yang Sempurna

"Tempat ini sempurna. Terima kasih sudah menyewakan mansionmu kepada Papa kami, Paman," tutur Emily manis. Rocky terkekeh seperti Sinterklas. "Justru akulah yang berterima kasih. Setelah pernikahan orang tua kalian nanti, tempat ini pasti akan semakin terkenal. Tarifnya bisa kunaikkan dan keuntungannya berlipat ganda."Frank mendesah samar. "Kau memang tidak pernah berubah, heh?""Ya, pebisnis itu selalu fokus pada keuntungan, kecuali untuk urusan pertemanan." Rocky memainkan alis dan menepuk pundak Frank. "Tapi, bukankah kau juga begitu? Kudengar penjualan alat-alat medis Savior meroket, bahkan mengalahkan perusahaan Miller. Kau berniat mengakuisisi mereka, heh?"Frank melirik Kara sekilas dan tersenyum simpul. "Tidak. Aku tidak berniat mengakuisisi mereka. Hanya mencoba peruntungan di bidang baru.""Well, kuharap kau tidak mencoba peruntungan di perkebunan. Aku tidak berani membayangkan nasib anggur-anggurku kalau itu terjadi."
Read more

206. Apakah Mama Deg-Degan?

“Astaga! Mama cantik sekali!” seru Emily sambil melompat kecil. Gaun mungilnya yang berlapis-lapis jadi mengembang terisi angin. “Emily benar! Mama super cantik! Tapi, kenapa Mama belum mengenakan gaun pengantin? Bukankah acaranya sebentar lagi dimulai?” Kara membelai pipi si Kembar lembut. “Tim videografer belum selesai mendokumentasikan gaun pengantinnya. Mama diminta menunggu sebentar.” Mulut si Kembar membulat. Kepala mereka mengangguk lucu. “Apakah Mama deg-degan? Lihat! Mama akan mengucapkan janji pernikahan dengan pemandangan seindah ini. Kalau aku jadi Mama, aku pasti tidak bisa berhenti menggerakkan jari-jari kakiku.” Emily menunduk, memperagakan apa yang dikatakannya walaupun jemarinya tertutup sepatu. Kara tertawa menyaksikan tingkah putrinya itu. “Ya, jantung Mama berdebar kencang. Mama tidak pernah menyangka akan menikah di tempat seindah ini, bersama Papa kalian.” Sementara Emily tersenyum lebih lebar, Louis menggembungkan pipi. Ia tampak tak setuju. “Tapi kurasa,
Read more

207. Aku Menunggumu

“Apakah ini masih kurang hancur?” Isabela menginjak-injak patung itu. Napasnya semakin menderu. “Apa perlu aku membakarnya sampai hangus lalu memberikannya kepada ibu kalian?” “Nona Hall, berhentilah. Apakah kau tidak kasihan pada dirimu sendiri?” desah Kara lirih. “Sadarlah. Belum terlambat untuk kamu memperbaiki semua ini. Maafkan dirimu sendiri dan bukalah lembaran baru. Pikirkan orang tuamu.” Isabela mengibaskan tangan, murka. “Diam! Apa hakmu menyuruhku memaafkan diri sendiri? Memang aku salah apa?” Kara mendesah iba. “Kau tidak akan bisa berubah kalau tidak mau mengaku salah,” tuturnya lemah. Tepat pada saat Isabel hendak menggertak, beberapa orang datang bersama para pengawal. “Maaf membuat Anda menunggu lama, Nona. Tuan Harper meminta kami menyoroti gaun-gaun ini dari segala arah. Kami malah keasyikan.” Isabela tercengang melihat dua maneken busa yang dibalut gaun-gaun indah. Dengan bola mata yang bergetar, ia melihat potongan kain di bawah kakinya. “Ini?” “Sejujurnya, ak
Read more

208. Terima Kasih Sudah Kembali

“Louis, apakah gaunku sudah rapi? Aku cantik?” bisik Emily saat mereka sedang bersiap menuju pelaminan. Kepalanya tertunduk, memeriksa juntaian rambut, gaun, dan juga sepatu. Dari bawah kerut alisnya, Louis melirik sang adik. “Emily, kapan kamu bosan bertanya begitu? Aku saja sudah bosan menjawabnya.” “Hanya memastikan saja, Louis. Ini adalah acara yang sangat penting. Kita harus tampil maksimal.” Saat membalas tatapan sang kakak, mulut Emily membulat. “O, dasimu miring.” Dengan sigap, gadis mungil itu meluruskan dasi kupu-kupu milik Louis. “Apakah cincinnya aman?” Sambil agak mendongak, Louis menepuk-nepuk kantong jasnya. “Aman. Kau tenang saja. Aku ini bisa diandalkan.” Tiba-tiba, musik mulai mengalun lembut. Mendengar aba-aba tersebut, si Kembar cepat-cepat meraih pistol pada meja di samping mereka. Sambil berjalan, mereka menebarkan gelembung di udara. Fotografer dan videographer yang mengabadikan momen itu tak henti-hentinya berdecak. Sesampainya di ujung lintasan, Louis den
Read more

Special Chapter (18+)

“Aku masih tidak menyangka Rocky mau mengizinkan kita menginap malam ini. Dia baik sekali,” ujar Kara sembari memasuki kamar pengantin. Frank yang berjalan di belakangnya menutup pintu dengan senyum semringah. “Ya, dia memang baik. Dia mengerti apa yang kumau.” Mata Kara menyipit. Sambil berbalik menghadap sang suami, ia berbisik, “Apa yang kamu mau?” Frank meraih pinggang istrinya yang telah berbalut gaun tidur itu. “Kamu sungguh tidak tahu?” Suaranya tipis dan menggelitik. Bibir Kara mengerut. Sambil memainkan jemarinya di pundak Frank, ia menggeleng lambat. “Kupikir kamu sudah mendapatkan semua yang kamu inginkan. Dukungan dari anak-anak, restu dari Ibu, dan diriku ....” Frank ikut mengulum senyum. Perhalan-lahan, ia menyudutkan Kara ke arah ranjang. Kepalanya menggeleng manja. “Ada satu hal yang belum kudapatkan.” Ia membungkuk dan menggigit telinga Kara. “Malam pengantin kita.” Tawa Kara seketika mengudara. Suaranya ringan dan menggoda. “Kita sudah pernah melakukannya, Fra
Read more

S2| 1. Tamu Asing

“Selesai!” Louis berjalan menghampiri Philip dan mengulurkan kedua tangan. Sang asisten dengan sigap melucuti sarung tinju tuan mudanya. “Terima kasih, Philip.” “Sama-sama, Tuan Kecil.” Pria muda itu menyodorkan botol minum. Louis menyambutnya dengan senyum lebar. ”Philip, menurutmu, apakah Mama dan Papa akan pulang bersama adik kami?” Philip terbelalak. Mulutnya ternganga, kebingungan memilih kata. “Tentu saja belum, Louis,” celetuk Emily seraya menangkap samsak pink mungil-nya agar berhenti berayun. “Induk kucing saja hamil selama 65 hari. Apalagi, manusia. Mama butuh setidaknya 40 minggu sampai melahirkan adik bayi." Bibir Louis pun mengerucut. Alisnya berkerut, pipinya menggembung. “Benar juga. Secepat-cepatnya Papa menanamkan adik bayi dalam perut Mama, dia masih dalam perut hari ini.” Sembari mencopoti sarung tinju Emily, Philip mengulum bibir. Hatinya tergelitik oleh pernyataan balita itu. "Jadi, kalian menginginkan adik laki-laki?" “Aku mau adik perempuan. Tapi
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
53
DMCA.com Protection Status