Semua Bab Terjerat Hutang Mr. Arogant: Bab 71 - Bab 80

116 Bab

Bab 71 Terjerat Hutang Mr. Arogan

Laila menarik tangan Malik agar menjauhi pintu rumahnya. Ternyata, tarikan itu berlangsung hingga mereka semakin menjauhi rumah dan keluar komplek perumahan. Malik hanya diam mengikuti Laila sekaligus menikmati genggaman tangan Laila yang semakin ia eratkan. Mungkin Laila belum menyadari apa yang dilakukan Malik di belakangnya.Laki-laki itu mengambil ponsel dari sakunya dengan tangan kanan, lalu memotret genggaman tangan itu tanpa sepengetahuan Laila. Sangat kekanakan jika mengingat usia Malik. Tapi bukankah cinta bisa membuat setiap orang tak memandang usia menjadi kekanak-kanakan dan konyol.Laila tidak ingin Raisa merecoki mereka berdua. Walaupun rasanya tidak mungkin jika mengingat sifat Raisa. Sahabatnya itu tidak akan berani membuka mulut membocorkan rahasia mereka kalau tidak seijin Laila. Hanya saja, tidak pantas Raisa mendengar apa yang akan mereka berdua bicarakan.“Ada Raisa..” Hanya itu kalimat pendek yang diucapkan Laila. Laki-laki mana yang tidak besar kepala saat wanit
Baca selengkapnya

Bab 72 Keriuhan Pagi (2)

Bagi Laila, hari berlalu begitu sangat amat lambat. Hingga kebosanan cepat merambat dan merayapi hari-harinya yang hanya diisi dengan latihan menulis tangan. Laila hampir tak pernah lagi menyentuh tugas akhirnya. Dosen Pembimbingnya hanya pernah sekali mengirimkan pesan tentang progress penelitiannya, Laila menjawab dengan jujur bahwa ia sama sekali belum memulainya karena kondisi kesehatannya akhir-akhir ini. Mungkin mood-swing-nya di pagi hari yang membuat ia tidak pernah bisa berkonsentrasi saat mengerjakan tugas akhirnya. Setiap baru mau memulai, kepala Laila tiba-tiba menjadi terasa berputar-putar. Ia bahkan jarang sekali menyentuh ponselnya jika bukan karena pesan atau telepon yang harus ia segera balas.Berbeda pula di lain tempat. Rasanya hari berlalu begitu cepat bagi Malik. Pekerjaan kantor yang sempat ditinggalkannya rupanya menenggelamkan dirinya hingga tak merasakan hari telah berlalu begitu cepat dan esok kembali menemui akhir pekan.Ponselnya dari tadi terus berdering,
Baca selengkapnya

Bab 73 Menebus Yang Telah Terabaikan

“Mau kemana buru-buru begitu?” Bapak yang baru saja pulang dari sawah mengernyit melihat istrinya setengah menyeret Laila terburu menuruni undakan teras rumah.“Ke Bidan. Bapak mungkin akan dapet cucu baru.. Cepat—cepat” Tukasnya seraya melintasi suaminya begitu saja. Sedangkan Laila hanya mengerjap dan mengikuti langkah antusias sang Ibu.“Pelan-pelan Bu, kasihan Lail.” Bapak memperingatkan istrinya karena membawa Laila yang kemungkinan memang hamil. Bapak yang sudah berpengalaman setidaknya tiga kali mengenali tanda-tanda saat istrinya hamil sebenarnya menaruh curiga sejak awal kedatangan putrinya itu.“Oh, iya.. Ibu terlalu bersemangat,”“Malik mana?” Pertanyaan Bapak kembali menghentikan langkah Ibu.“Loh, Ibu kira nyusul di belakang, Padahal harus cepat, kita butuh mobilnya.”“Butuh mobilnya aja? Memangnya Ibu bisa nyetir?”“Aduh, Pak. Begituan dibahas. Bapak ngerti maksud Ibu, kan?” Ibu mencibir Bapak.Tak lama, Malik muncul dengan membawa kunci mobilnya.“Naik mobil aja, Bu. Bi
Baca selengkapnya

Bab 74 Cerita Ibu dan Anak

Rasanya sudah lama sekali Laila tidak merasakan kehangatan sentuhan tangan suaminya. Laki-laki yang pertama kali memberikan kenyamanan saat berada di dekatnya. Pagi setelah cumbuan semalaman itu, Laila harus berat hati melepas Malik kembali ke kota. Itu adalah hari pertama mereka berbaikan, dan sekarang mereka harus terpisah lagi untuk sementara karena permintaannya sendiri. “Kamu kalau di sini cuma sebentar-sebentar. Apa nggak betah di rumah Ibu?” Ujar Ibu yang kecewa saat Malik berpamitan akan kembali ke kota. Beberapa saat lalu, Laila sudah mengatakan pada Bapak dan Ibunya bahwa Malik akan kembali tanpa dirinya. Wanita itu mengatakan bahwa ia masih sangat merindukan suasana rumah dan pedesaan. Ibu memang memendam kerinduan yang sama dalamnya dengan sang anak, tapi kenapa harus sendirian. Seharusnya Malik juga ikut menemani apalagi istrinya sedang hamil. Perdebatan itu nyatanya masih harus berlangsung saat waktunya berpamitan tiba. “Bukan gitu, Bu. Mas Malik, kan, harus kerja.. S
Baca selengkapnya

Bab 75 Mahardika

Ternyata satu bulan lebih berlalu begitu saja tanpa disadari oleh Mahardika. Kepulangannya meski sedikit mengobati kerinduan orang tuanya, juga sebagai pengganti adiknya yang harus pergi terusir dari rumah karena katanya mengabaikan istrinya. Sudah Mahardika bilang, Malik itu laki-laki yang tidak pernah mengerti wanita. Urusan wanita baginya hanya cinta dan memuja. Sementara hubungan dua kepala antara pria dan wanita tidak sesederhana itu. Tapi Malik nekad menikah dengan wanita yang baru dikenal tiga bulan. Sekarang, wanitanya pergi dari sisinya karena adiknya itu lebih mengutamakan omongan mamanya. Seharusnya tidak ada yang salah mengikuti omongan orang tua, dan memang suatu keharusan mentaati perintah orang tua terlebih mama. Tapi perkara Mamanya itu menjadikan orang lain tersakiti, apalagi Laila adalah mantunya, istri dari anak kesayangannya sendiri. Tanpa mendengarkan dulu dua kepala yang berbeda, Malik percaya begitu saya semua yang diucapkan sang mama, hingga membuat wanitanya
Baca selengkapnya

Bab 76 Pilihan Malik

Malik bersenandung saat mobilnya memasuki halaman rumah milik orang tuanya. Suasana hatinya sedang baik. Jarak yang terbentang antara dirinya dan istrinya sudah melebur meski ia belum menyelesaikan sebagian kesalahpahaman mereka.Juga, seorang Ibu mertua yang begitu menyayanginya. Suasana hangat di rumah itu membuat Malik sebenarnya enggan untuk cepat-cepat kembali ke kota. Tapi urusannya juga tidak bisa ditunda lagi.Malik masuk melalui pintu samping yang langsung berhadapan dengan kolam ikan milik Papanya. Dia juga melihat jelas kakaknya yang menyesap sesuatu dari cangkir keramik dan melamun, sepertinya.Penampilan kakaknya itu dari dulu tidak berubah, casual dan lebih condong pada acak-acakan. Setidaknya, dulu rambutnya belum sepanjang sekarang, cambangnya juga tak seberantakan itu. apa Yang membuatnya hingga melupakan tampilan luar yang dulu sangat ia jaga itu.Malik mendekat. Rupanya langkah kakinya itu tak disadari oleh kakaknya dan membuat laki-laki gondrong itu hampir tersedak
Baca selengkapnya

Bab 77 Penegasan dan Kerinduan

“Papamu juga masih ngambek sama Mama, Mal. Tolong kamu jangan ikut-iukutan pergi.” Pinta Mama Lina. Ia tak bisa lagi menyembunyikan rasa malunya karena ketahuan berbohong pada anaknya itu.Selama ketiadaan Malik di rumah itu, hampir setiap malam Pak Agung terus mengoceh soal kebijaksanaan, soal usia tua, soal masa depan anak-anak dan juga soal bumi yang selalu berputar. Yang di atas tidak akan selalu di atas.Mereka berdua sudah menjalani kehidupan yang pahit dulunya, kalau sekarang mereka sudah diberi waktu untuk menikmati kelapangan, seharunya menjadikan mereka pribadi yang pandai bersyukur. Begitu yang diutarakan Pak Agung setiap hari selama satu bulan itu.Pak Agung memang tidak secara langsung menyalahkan Mama Lina, tapi sikapnya yang menjadi tak acuh diartikan oleh Lina sebagai ngambek dan menyalahkannya atas semua tragedi yang terjadi di rumah itu.“Itu semua salah Mama. Mama yang terlalu memuja Gladis yang menurut Malik tidak ada apa-apanya dibanding Laila.”“Jadi kamu menyal
Baca selengkapnya

Bab 78 Seperti Senjata Makan Tuan

Beberapa jam sebelumnya.Laila sedang bersiap saat pesan-pesan di ponselnya terus berdatangan. Siapa lagi kalau bukan Malik, suaminya.Rentetan pesan itu selalu berakhir sama. Sebuah pertanyaan yang selalu membuat Laila tersenyum geli.‘Sudah makan? Kapan mau kembali ke kota? Mas sudah rindu.’‘Vitaminnya sudah diminum? Mas rindu. Kapan Mas bisa menjemputmu?’‘Lail, Mas kangen. Kamu lagi apa? Apa anakku baik-baik aja? Apa dia rewel? Hubungi Mas kapan aja kalau kamu sudah siap dijemput.’‘Lail. Kapan kamu mau kembali? Mas kangen sekali. Mas punya kejutan untukmu.’“Ternyata dia bisa semanis ini..” Gumam Laila seorang diri seraya tersenyum menekuni pesan-pesan itu tanpa niat membalasnya.Biarkan. Biarkan Malik kembali belingsatan sendirian karena menunggu dirinya sekali lagi.Suaminya itu selalu menanyakan kapan dia akan kembali. Dan juga, setiap pesannya selalu terselip kalimat rindu. Sekarang, laki-laki arogan itu tidak canggung mengutarakan isi hatinya.Atau, karena hanya lewat pesan
Baca selengkapnya

Bab 79 Kejutan Mengejutkan

Beberapa saat sebelum kedatangan Laila.Malik berdecak kesal karena sosok yang tiba-tiba muncul dari balik pintu ruangannya. Apa yang dilakukan sekretarisnya sampai ia tak mampu mencegah perempuan itu menerobos ruangannya.“Mau apa lagi?” Tukas Malik tanpa niatan membalas tatapan tamu tak diundangnya. Ia masih fokus pada ponselnya dan membaca berulang-ulang pesannya pada Laila yang tidak berbalas.Malik menekan tombol telepon pada nomor Laila. menghubungi istrinya karena tak membalas pesannya. Nyatanya, teleponnya pun tak mendapat jawaban. Malik semakin mendengus.“Aku kangen.. Udah lama ditinggal istrimu apa kamu nggak kangen belaian perempuan?” Goda wanita itu.Pakaian minim yang dikenakan perempuan itu membuat Malik malah jijik. Ia berusaha keras menghindari menatap Gladis meski perempuan itu kini telah merapat padanya.“Jangan sombong gitu kenapa, sih?” Gladis membelai dengan jari telunjuknya menyusuri bahu dan lengan Malik. Menggoda. Dan semakin membuat Malik bergidik jijik.Mali
Baca selengkapnya

Bab 80 Pamali dan Kolokan

“Mas..” Panggil Laila. Malik mendongak dan tersenyum. Hatinya masih mendongkol soal keberadaan gladis yanng begitu dekat dengan malik tadi. belum tertuntaskan marahnya kini ia dibuat sebal lagi oleh suaminya. Apa suaminya tidak tahu kalau mengabarkan kehamilan di usia yang masih muda adalah pamali. Laila geram. “Kamu perlu sesuatu lagi? Maaf, kalau Mas jadi mengabaikanmu, pekerjaan Mas masih banyak.” Sahut Malik dari balik meja kerjanya. “Bukan masalah itu, apa Mas sudah memberitahu semua orang bahwa aku hamil?” Desak Laila. Wajahnya muram tak tertahankan. Akumulasi kekesalan karena keberadaan perempuan yang baginya seperti parasit itu dan juga kabar kehamilannya yang disebarluaskan. Malik melebarkan matanya. “Apa itu mengganggumu?” “Mas enggak pernah denger soal pamali soal kehamilan?” Malik merapatkan dahinya dan menggeleng. “Pamali kenapa?” “Nggak boleh mengabarkan kehamilan yang masih muda. Kata orang tua dulu, pamali.” Jelas Laila sembari membuang muka sebal. Malik semak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status