“Ly? Lilyah? Ini aku. Qhiyas. Buka pintunya.”Lalu mataku mengerjap pelan ketika nama ‘Qhiyas’ memasuki indra pendengaranku.Oh Tuhan, ternyata karena kelelahan menangis, akhirnya aku terlelap hingga pukul delapan malam. Masih memakai setelan kerja dan tidak membantu karyawan melayani pesanan pelanggan. Karena biasanya pukul enam malam, kafeku ramai pengunjung.“Ly? Please, buka pintunya. Kamu baik-baik aja ‘kan?”Qhiyas kembali bersuara lalu aku mendudukkan diri di atas kasur lantai. Kedua tasku juga masih tergeletak di lantai.“Lubis udah pulang, Ly. Dia nggak ada di kafe. Please, buka pintunya.”Syukurlah kalau Lois sudah pulang. Setidaknya aku butuh menenangkan diri serta berjauhan darinya.Kemudian aku bangkit dari kasur lantai. Melangkah tidak semangat sembari mengusap wajah yang terasa sedikit kaku karena bekas linangan air mata. Kedua mataku pasti bengkak karena sehabis menangis tadi.“Akhirnya …. Lilyah. Kamu buka pintu juga,” ucap Qhiyas lega.“Haus, Yas,” ucapku lirih.“Ayo
Terakhir Diperbarui : 2024-01-08 Baca selengkapnya