Share

Mendadak Dia Ada Di Sini

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-05 12:29:20
"Aku nggak mau bahas statusmu, Ly. Tapi aku mau bahas kafe. Makanya aku ajak kamu satu mobil."

"Memangnya kafe kenapa?" tanyaku sedikit khawatir.

"Makanya ayo naik mobilku lalu kita bahas bersama."

Akhirnya aku terbujuk oleh ucapan Qhiyas lalu mengambil tas dari taksi. Memberikan uang lebih pada sopir taksi yang harus kukecewakan karena tiba-tiba selesai di tengah perjalanan.

Usai menutup pintu otomatis dan sopir Qhiyas menjalankan mobil, lelaki itu menoleh padaku dengan ekspresi biasa saja. Seperti tidak ada masalah diantara kami.

"Jadi gini, kemarin aku lihat lampu kafe yang bagian luar kayaknya perlu peremajaan, Ly. Secara apa yang tampak dari luar itu adalah daya pikat pertama yang nggak boleh mengecewakan. Karena itu seperti bungkus."

"Perasaan lampunya masih oke dan terang, Yas."

"Kabelnya udah mulai retak pembungkusnya. Bahaya kalau ada aliran listrik dan mengenai sesuatu."

"Lalu harus gimana, Yas?"

"Rencananya pagi ini aku mau hubungi orang yang kemarin renovasi kafe
Juniarth

enjoy reading ... double up.

| 2
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Moanna Ida
baru kalu ini baca novel nungguin up tiap hari..semangat thorr...
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
wah,update,dari siang ya? ketinggalan boleh dong tambah malam ini up. wow,kayaknya lois mulai dagdigdug nih
goodnovel comment avatar
Juniarth
makasih kak thika sary udah menyukai karya saya. Semoga bisa terus menghibur dg karya yg sama segarnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tanpa Ampun!

    Bukannya setelah mendudukkanku di seberang Qhiyas lalu Lois akan duduk di sebelahnya. Melainkan Lois ikut duduk di sebelahku dengan aura yang tidak mengenakkan. Kedua mata Lois menatap Qhiyas intens dengan menautkan kedua tangannya di atas meja. Memperlihatkan jam tangannya yang tidak murah. Kini, ada dua eksekutif muda saling berhadapan dan masing-masing masih mengenakan kemeja kerja. Lalu Qhiyas menatap Lois bingung karena menarikku begitu saja dari sampingnya. "Udah lama di sini, Yas?" tanya Lois dengan sikap tenang. Tapi wajah datarnya itu menunjukkan jika sedang menahan emosi agar tak kentara. "Lumayan. Dari jam tujuh kalau nggak salah." Kepala Lois mengangguk pelan, "Lo biasa nongkrong di sini?" "Hampir tiap malam kalau nggak sibuk aja." "Wow ... apa yang bikin lo betah di sini?" "Karena gue ikut tanam saham di kafe ini, Bro. Jadi, gue sama Lilyah tuh kayak kerja sama pakai modal kita berdua buat mendirikan kafe ini lagi." "Kerja sama ya? Kenapa kalian nggak ngaja

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-06
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Sulitnya Berkata Cinta

    "Aku nggak mau pulang ke rumahmu!" teriakku lantang. Tapi Lois hanya menggunakan telunjuknya untuk memberi isyarat agar aku tutup mulut. Lalu tiba-tiba saja bodyguard Lois sudah berada di belakangku. "Bawa istriku ke mobil. Jangan izinin dia keluar!" "Maaf, Mbak Lilyah." Kedua tangan bodyguard itu langsung mencengkeram kedua pundakku dan menggiringku paksa menuju mobil. Sedang aku hanya bisa berjalan dan terus menoleh melihat Lois yang mulai mematikan seluruh lampu kafe dan mengunci pintunya. Di sebelah mobil MPV Premium Lois, sudah ada Pak Wawan yang langsung bersiap membukakan pintu untukku. Usai aku duduk di bangku penumpang, pintu ditutup otomatis dengan bodyguard berdiri di sebelah pintu. Aku mirip seorang tahanan. Tidak berapa lama, Lois datang lalu masuk ke dalam mobil. Duduk di sebelahku. Lalu kami berempat pulang ke rumah Lois dengan aku hanya diam dan memejamkan mata. Bukan mengantuk melainkan aku tidak mau diajak berbicara dengan Lois. Setibanya di rumah, aku segera

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-06
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Aku Pergi Dulu, Sebelum Makin Hancur

    Ketika mataku terbuka, yang pertama kali kulihat adalah ... Lois, suamiku. Ada rasa tidak percaya, sedih, dan terluka. Itu karena sudah satu bulan dia tidak pernah satu ranjang denganku. Dia menginap di Bandung dengan Eliska yang selalu menempel kemanapun. Tanganku berada dalam genggamannya yang tidak erat. Matanya masih terpejam sempurna dengan wajah yang damai. Tapi, mengapa Lois tidak kunjung bangun? Bukankah biasanya dia akan bangun pagi buta karena harus ke Bandung? Ah ... untuk apa peduli dengannya lagi? Bukankah aku sedang membatasi diri darinya? Perlahan aku menarik tangan yang berada di dalam genggamannya lalu menuruni ranjang. Kemudian berjalan pelan membuka lemari untuk mengambil sepasang setelan kerja untuk hari ini. Dengan langkah pelan aku keluar dari kamar lalu memakai kamar mandi yang berada di kamar tamu. Dari pantulan cermin, terlihat betapa sembab mataku. Karena terlalu banyak menangis. Usai mandi dan berganti setelan kerja, aku terkejut ketika membuka pint

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-07
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Sebentar Lagi Akan Menjadi Janda

    "Halo selamat siang, dengan customer service Lilyah di sini. Ada yang bisa kami bantu?" Tidak ada jawaban kemudian aku kembali memanggil customer yang menghubungi melalui call center perusahaan. "Halo?" "Ini gue ... Eliska." Kini giliran aku yang terdiam dengan gagang telfon tetap menempel di telinga. "Bisa kita ketemu sebentar, Lilyah?" tanyanya dengan suara sopan sekali. "Mau apa lo ngajak gue ketemuan?" "Nanti sore gue tunggu di restaurant Hotel Whiz Bellin, Lilyah. Maaf mengganggu waktumu. Selamat siang." Eliska, untuk pertama kalinya aku mendengar suara perempuan itu. Sikapnya tetap saja sopan dan lembut meski berhadapan dengan lawan. Atau memang seperti itu kelebihannya? Usai menutup gagang telfon, kepalaku mendadak pening sekali. Tadi pagi aku sudah cukup makan hati karena sikap Lois. Dan siang ini, aku kembali dipaksa makan hati karena calon tunangan suamiku itu ingin mengajak bertemu. Haruskah aku memenuhi undangannya? "Ly, lo kenapa? Sakit?" tanya Gia. Kepalak

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-07
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Cemburu Dan Posesif

    “Ly? Lilyah? Ini aku. Qhiyas. Buka pintunya.”Lalu mataku mengerjap pelan ketika nama ‘Qhiyas’ memasuki indra pendengaranku.Oh Tuhan, ternyata karena kelelahan menangis, akhirnya aku terlelap hingga pukul delapan malam. Masih memakai setelan kerja dan tidak membantu karyawan melayani pesanan pelanggan. Karena biasanya pukul enam malam, kafeku ramai pengunjung.“Ly? Please, buka pintunya. Kamu baik-baik aja ‘kan?”Qhiyas kembali bersuara lalu aku mendudukkan diri di atas kasur lantai. Kedua tasku juga masih tergeletak di lantai.“Lubis udah pulang, Ly. Dia nggak ada di kafe. Please, buka pintunya.”Syukurlah kalau Lois sudah pulang. Setidaknya aku butuh menenangkan diri serta berjauhan darinya.Kemudian aku bangkit dari kasur lantai. Melangkah tidak semangat sembari mengusap wajah yang terasa sedikit kaku karena bekas linangan air mata. Kedua mataku pasti bengkak karena sehabis menangis tadi.“Akhirnya …. Lilyah. Kamu buka pintu juga,” ucap Qhiyas lega.“Haus, Yas,” ucapku lirih.“Ayo

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-08
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Cintanya Hanya Untukku

    "Apa ceritanya ... berpotensi melukai hatiku, Pak Wawan? Kalau bikin aku sakit hati, mending nggak usah cerita aja." "Tidak akan membuat Mbak Lilyah sakit hati. Justru akan membuat Mbak tahu seberapa besar cinta Den Mas."“Benarkah?” tanyaku ragu. Kepalaku akhirnya mengangguk setuju meski ada ketakutan di hati mendengar cerita Pak Wawan. "Oke, aku mau dengar. Silahkan duduk, Pak." Kepala Pak Wawan menggeleng, "Saya bercerita sambil berdiri saja, Mbak. Karena dalam peraturan, tidak boleh seorang asisten atau pengawal duduk satu meja dengan istri Den Mas." Kepalaku kembali mengangguk sedang Pak Wawan berdiri dengan sedikit membungkuk dan kedua tangan diletakkan di depan tubuh. Ia sangat sopan dan tahu sekali menjaga etika. "Satu bulan di Bandung, sebenarnya niat awal Den Mas menginap di sana karena mau merapatkan uang yang baru saja investor berikan. Beliau memimpin rapat berkali-kali untuk menentukan arah pembangunan pabrik dengan tepat bersama para direksi dan Pak Presdir." "Be

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-09
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Karmakandara Beach and Resort

    Satu minggu ini, sikap Lois berubah seratus persen. Dia yang biasanya tidak terlalu banyak mengirim pesan, mendadak sering bertanya aku sedang ada. Mengingatkan untuk tidak telat makan. Pulang dari Bandung tidak pernah berada di atas pukul delapan malam. Dan selalu bertanya aku ingin dibawakan makanan apa. Namun karena rasa takut akan terluka lagi jika kembali bersamanya, aku memutuskan untuk satu langkah lebih berani dengan tidak terlalu menanggapi perasaannya. Bahkan ... "Aku nggak peduli andai dijauhin dari Lois, Yas. Aku nggak peduli sekalipun hidupku harus berakhir di tangan Pak Presdir." Lalu hembusan angin pantai sore itu menerbangkan anak rambutku yang keluar dari ikatan. Aku dan Qhiyas sengaja duduk di tepi pantai ketika mentari beranjak tenggelam dari langit. Sengaja aku memintanya untuk datang ke kafe lebih awal karena ingin mengutarakan semua unek-unek yang ada di hati. "Astaga, Lilyah. Jangan ngomong gitu!" "Hidupku itu ibarat kapal kecil yang di sana itu, Yas." t

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-10
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Kabut Gairah Di Matanya

    Tanganku bergerak menggenggam erat tangan Lois sambil menatapnya selekat ini di tepi kolam renang. “Sebelum nikah sama kamu, apa aku ini anak seorang konglomerat dengan harta bergelimang?” Kemudian kepalaku menggeleng pelan tanpa memutus pandangan kami. “Aku cuma seorang perempuan biasa yang hidup sederhana, Lois.” “Aku tahu. Tapi … setelah kenyamanan yang kuberikan beberapa bulan di rumah, apa kamu nggak masalah kalau nantinya kita hanya hidup sederhana, Ly?” Lalu aku memeluk tubuh Lois. Merasakan tubuhnya yang sedikit dingin selepas kami berenang bersama. “Aku mencintaimu. Kamu, Lois. Bukan hartamu. Kita bisa cari uang bareng-bareng. Aku yakin, Tuhan akan mencukupkan kebutuhan kita kalau mau berusaha.” “Mau kamu Lois si seniman recehan, mau kamu Lubis si pewaris keluarga Hartadi, intinya sama, aku nggak minta hartamu dari keluargamu. Cukup kamu cuma jadiin aku satu-satunya istrimu dan kita hadapi kerasnya dunia ini bersama-sama.” Kurasakan kedua telapak tangan Lois memelukku

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11

Bab terbaru

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Bikin Anak Lagi Yuk?

    POV RADEN MAS / LOIS Luis dan Lewis sudah sering bertandang ke rumah Romo dan Ibu sejak aku dan Lilyah pindah ke Jakarta. Entah sudah berapa bulan kami di Jakarta. Bahkan Romo dan Ibu khusus membuat acara welcome party untuk keduanya dengan mengundang keluarga Hartadi saja. Acara itu lumayan meriah tapi tidak ada Lilyah. Dia tidak mau datang karena takut pada Romo dan Ibu, ditambah keduanya juga tidak mengundang Lilyah. Meski aku memaksanya untuk datang namun tetap saja Lilyah tidak mau. Saudara-saudara begitu gemas melihat Luis dan Lewis saat bermain dengan keponakan yang lain. Pasalnya kedua anak kembarku itu benar-benar menggemaskan dan rupawan. “Yang, ayo ke rumah Romo dan Ibu. Ini akhir pekan lho.” Ajakku. Lilyah baru saja memasukkan bekal Luis dan Lewis ke dalam tas. “Kapan-kapan aja, Mas. Kalau aku udah diundang Romo dan Ibumu. Untuk saat ini biar kayak gini dulu. Aku cuma nggak mau mereka ilfil sama aku.” “Lagian, aku sama si kembar udah biasa sembunyi dari media tenta

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Senyum Bahagia Palsu Istriku

    POV RADEN MAS / LOIS "Den Mas, akta kelahiran Mas Luis dan Mas Lewis sudah jadi," ucap Pak Wawan, asisten pribadiku. Aku yang sedang duduk di kursi kebesaran CEO Hartadi Group lantas menerima map hijau berisi akta kelahiran baru kedua jagoanku. Gegas aku membuka map itu dan membaca kata demi kata yang tertulis di sana dengan seksama. Tidak ada yang berubah selain nama kedua putraku itu. Raden Mas Satria Luis Hartadi. Raden Mas Satria Lewis Hartadi. Dan nama Lilyah masih tertulis jelas sebagai ibu kandung keduanya. "Makasih, Pak Wawan. Nanti akan aku tunjukin ke Lilyah." Sudah satu minggu ini kami menempati rumah baru yang berada tidak jauh dari rumah Romo dan Ibu. Tentu saja Lilyah berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Begitu juga dengan Luis dan Lewis. Biasanya kami tinggal di tempat yang minim polusi dan masih bisa menikmati pepohon tinggi di Bandung, kini justru disuguhi dengan pemandangan gedung bertingkat dan hawa yang panas. Sejak kami pindah ke Jakarta,

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Raden Mas Satria Luis dan Lewis Hartadi

    POV RADEN MAS / LOIS "Kalau kamu nggak nyaman, kita bisa cari rumah yang sesuai seleramu aja, Yang. Nggak masalah kok meski nggak dekat sama rumah Romo dan Ibu."Aku tidak tega melihat Lilyah kembali hancur ketika terus-terusan ditolak keluarga Hartadi untuk sesuatu hal yang tidak ia lakukan. Ekspresinya kini terlihat meragu dan tidak nyaman sama sekali dengan tangan menepuk pantat Luis yang mulai terlelap. "Aku akan bilang Romo dan Ibu kalau kamu nggak suka tinggal di Jakarta. Alasannya logis kan?!"Lalu Lilyah melepas ASI dari mulut Luis perlahan sekali kemudian mengancingkan pengait baju di bagian dada sambil duduk. Aku pun sama, memberi guling kecil untuk dirangkul Lewis agar tidak merasa aku meninggalkannya lalu duduk menghadap Lilyah."Kita ngobrol di ruang tengah aja yuk, Mas?" Pintanya dan aku menuruti.Kututup pintu kamar perlahan sekali lalu menuju ruang tengah dengan merangkul pundak Lilyah. Rumah sudah sepi karena semua pelayan, bodyguard, dan asistenku sudah masuk ke da

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   CEO Baru

    POV RADEN MAS / LOIS Dengan jas hitam yang terasa pas melekat di tubuh, aku turun dari mobil MPV Premiun usai pintunya dibuka oleh asistenku, Pak Wawan. Di depan loby pabrik sigaret yang dulu kupimpin, pengawal yang biasa bersama Romo langsung mengamankan jalanku menuju aula. Tidak ada media satupun yang kuizinkan untuk meliput pengangkatanku sebagai CEO Hartadi Group yang baru. Aku tidak mau wajahku malang melintang di media manapun lalu dikaitkan dengan kerajaan bisnis keluarga Hartadi yang turun temurun ini. Nanti efeknya bisa ke keluarga kecilku. Begitu memasuki aula rapat pabrik yang sekarang berubah lebih modern, jajaran direksi sudah menungguku. Lalu seulas senyum kusuguhkan sambil menyalami tangan mereka satu demi satu. "Selamat Mas Lubis." "Semoga sukses." "Semoga Hartadi Group makin berjaya dengan anda sebagai pemimpinnya." Rasanya aku terlalu muda duduk di kursi ini mengingat kolega bisnis Romo sudah berumur semua. Romo saja yang terlalu cepat ingin mengundurkan d

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Serah Terima Jabatan

    POV RADEN MAS / LOIS "Nggak bisa apa, Romo?" tanyaku dengan menatap beliau lekat. "Lubis, Romo dan Ibumu terlahir dari keluarga yang menjaga etika, harga diri, sopan santun, juga tata krama yang tinggi. Coba kamu lihat orang-orang yang bermartabat tinggi di luar sana, sudikah mengangkat menantu yang pernah digauli lelaki lain lalu sempat menjadi perbincangan orang lain meski videonya udah nggak ada di dunia maya?" Aku hanya menatap Romo tanpa mengangguk atau menggeleng. "Lebih baik mereka menikahkan putranya sama yatim piatu yang benar-benar terjaga kehormatannya, Lubis. Karena kehormatan itu ... adalah harga tertinggi seorang perempuan yang nggak bisa dibeli dengan apapun kalau udah terlanjur dihancurkan laki-laki lain." "Tapi aku mencintai Lilyah dan mau menerima kekurangannya di masa lalu, Romo. Dia itu dijebak. Bukan seenak hati nyodorin kehormatannya demi lelaki lain," ucapku pelan namun tegas. Kepala Romo menggeleng, "Maaf, Romo dan Ibumu nggak bisa, Lubis. Maaf." Lalu aku

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Lewis Dan Luis Mulai Ada Di Hati

    POV RADEN MAS / LOIS "Selamanya! Katakan sama Romo dan Ibumu, orang tua mana yang bisa menerima perempuan bekas lelaki lain?! Hati orang tua mana yang bisa merelakan putra kesayangannya menikah sama perempuan yang pernah digilir sama bajingan-bajingan?!" "Nggak ada, Lubis! Nggak ada orang tua yang bisa terima itu!" Romo berucap tegas meski tidak keras karena ada Luis dan Lewis. Jangan sampai mereka mendengar perdebatan yang menyangkutpautkan tentang Ibu mereka. Walau mereka belum memahaminya. "Tapi aku udah bersihin semua video Lilyah yang udah diunggah di dunia maya, Romo." "Tetap aja, Lubis! Tetap aja jatuhnya dia itu perempuan yang pernah ditiduri lelaki lain! Asal kamu tahu, Romo nggak masalah kamu nikah sama dia asal nggak ada masa lalu kelamnya yang kayak gitu! Tapi, takdir berkata lain. Dia tetap perempuan kotor!" "Meski Lilyah dijebak saudaranya sendiri?" tanyaku dengan tatapan mengiba. *** Pukul delapan malam, aku baru tiba di Bandung. Helikopter perusahaan turun di

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tidak Akan Pernah Ada Restu

    POV RADEN MAS / LOIS "Kita harus bicara, Lubis!" Hanya itu yang Romo katakan lalu beliau berlalu bersama Ibu. Kemudian aku dan Mbak Syaila mengikuti keduanya dengan menggendong si kembar menuju ke dalam rumah megah kedua orang tuaku ini. Rumah yang bisa membuat siapapun tersesat jika tidak terbiasa berada di dalamnya. Lirikan sinis dari kakak pertamaku yang haus harta, Mbak Ayu, tidak kuhiraukan sama sekali ketika melihat kedatanganku. Dia pernah hampir mencelakai si kembar ketika masih berada di kandungan Lilyah. Dan tidak akan kubiarkan kedua kalinya dia menyentuh Luis dan Lewis walau hanya sekedar mengusap pipinya. Jujur, aku gugup dan merasa sangat bersalah pada Romo dan Ibu karena hubungan kami tidak kunjung membaik pasca aku lebih memilih Lilyah dan kehamilannya kala itu. "Mbak, kira-kira Romo sama Ibu mau ngomong apa?" Bisikku dengan menyamakan langkah dengannya. "Kalau aku tahu duluan itu namanya aku mau jadi dukun, Lubis." Sungguh candaan Mbak Syaila tidak membuat

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Kedatanganku Dengan Si Kembar

    POV RADEN MAS / LOIS Hari ini akan menjadi pertama kalinya aku kembali ke pabrik sigaret di Bandung yang setahun lalu kutinggalkan demi melindungi Lilyah dan kedua putra kembarku dari intervensi keluarga besarku. Dulu aku membangun pabrik ini dengan susah payah bahkan jatuh bangun untuk menunjukkan pada Romo, Ibu, dan keluarga besar Hartadi jika aku bisa sehebat Romo membawahi bisnis sigaret turun temurun keluargaku. Namun, demi kebahagiaan Lilyah dan ketenangannya merawat si kembar, aku memutuskan untuk meninggalkan semua fasilitas eksklusif premium yang keluargaku berikan. Pikirku, harta bisa kucari dari bisnis pribadiku, tanpa harus mengorbankan perasaan istri dan kedua buah hatiku yang tidak berdosa. "Kamu yakin nggak mau ikut?" tanyaku sambil menatap Lilyah lekat-lekat. Dia tengah mencukur jambang di rahangku dengan begitu telaten. Kepalanya kemudian menggeleng pelan dengan tetap mencukur rambut halus itu agar penampilanku tetap menarik. "Masih ada waktu lima belas meni

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Dihibur Harapan Yang Tak Pasti

    POV RADEN MAS / LOIS “Saya tinggal dulu, Pak Daniel.” Aku tidak menjawab pertanyaan Pak Daniel tentang si kembar dan memilih berlau dari taman bermain itu. Aku belum bisa mengakui si kembar dan Lilyah pada dunia secepat ini. Khawatir nanti akan menimbulkan perselisihan lagi antara aku dan keluarga Hartadi. Aku tidak tega melihat Lilyah dan kedua putra kembarku terluka karena penolakan dari keluarga besar Hartadi. Setelah berada di salah satu toilet khusus pria, aku mengirimkan sebuah pesan pada Lilyah. [Pesan dariku : Aku ke toilet dulu. Mendadak mulas banget, Yang.] Padahal pesan itu mengandung kebohongan seratus persen hanya untuk menghindari persepsi Daniel tentang keberadaan si kembar dan juga Lilyah. Biarlah seperti ini dulu entah sampai kapan. Yang penting kami bahagia dan tidak membuat hati siapapun terluka. *** “Mas, kamu kok belum balik dari toilet?” Itu suara Lilyah dari sambungan telfon. “Apa perutmu masih mulas?” Bukan mulas, juga bukan masih di toilet.

DMCA.com Protection Status