Home / Pendekar / Kaisar Puncak Naga / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Kaisar Puncak Naga: Chapter 1 - Chapter 10

67 Chapters

01. PENGHANCURAN

Pada suatu malam di sebuah kediaman besar dan megah, terlihat banyak sekali orang-orang berseragam penjaga dan pelayan berlarian berusaha untuk menyelamatkan diri dari amukan kobaran si jago merah. Bau anyir darah mengucur deras dari luka-luka di tubuh mereka, berhasil merusak hawa malam yang dingin dan murni. "Tolooong! Tolooooong!" "Tolong kamiiii!" Terdengar suara ramai minta tolong dari arah kejadian pembakaran bangunan. Beberapa orang lelaki penjaga berlarian sambil memegangi luka tikam di bagian perut kanannya. Pria lain juga terlihat berjalan terseok-seok dalam keadaan menyedihkan dengan luka robek pada punggungnya. Mereka semua berlumuran darah, bermandikan keringat dan air mata. Tak ada satu pun yang tinggal di kediaman besar itu mengira, akan adanya tragedi mengerikan terjadi pada malam ini. "Apiiiii! Cepat padamkan apiiiii!" Suara hiruk pikuk lainnya mengacaukan suasana. "Tolooong, to-long a-aku!" Pria yang terkena luka tikam seketika ambruk di atas lantai pelatara
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

02. PENGKHIANAT

Jiu Wang menjawab dengan nada dingin. "Benar! Sebenarnya aku adalah menantu dari Keluarga Wen." "Keluarga Wen? Ja-jadi?" Jing Zhao sungguh tidak pernah mengira, jika pria pemenang sayembara ini adalah orang suruhan dari Keluarga Wen, musuhnya. Pria tua itu berusaha duduk sembari memegangi dadanya. "Jadi selama ini, kamu telah mempermainkan kami? Mempermainkan Ah Yue!" "Ah Yue?" Jiu Wang berteriak dalam hati saat teringat istrinya. "Ah Yue, maafkan aku! Aku akan mempertanggungjawabkan semua perbuatanku ini!" Jing Zhao terbatuk hingga beberapa kali, segumpal darah kembali terlempar dari mulutnya. Wajahnya telah menjadi sangat pucat pasi. Lelaki tua itu berkata dalam hati sembari menatap langit malam yang jernih tanpa awan. "Sepertinya, hari ini memang hari terakhir aku hidup di dunia ini. Aku bahkan tidak sempat melihat wajah anak dan cucuku untuk yang terakhir kalinya." "Ah Yue, maafkan ayah! Maafkan ayah yang telah membuatmu bertemu dengan pria biadab tak bermoral ini!" J
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

03. PENYESALAN

Tak bisa dipungkiri, jika dia pun merasa sangat menyesali perbuatannya. Ia dihadapkan oleh persoalan pelik yang hanya bisa dipilih salah satu dan tidak ada pilihan lain. Kesetiaan pada sumpah yang telah dia ucapkan, harus dibayar mahal dengan mengorbankan perasaan dan cinta. Namun, semua hanya tinggal segunung sesal yang akan menjadi awal penderitaan panjang pria ini. Jerit tangis bayi membuat pria itu menoleh ke arah sumber suara dan matanya langsung mendapati sesosok bayangan tubuh di antara asap dari kobaran api. "Kakak!" Seorang wanita cantik berdiri tertegun sambil menggendong bayi laki-laki berusia empat puluh hari yang sedang menangis. Tangisan sang bayi lelaki berparas tampan nan cantik itu terdengar begitu menyayat hati kedua orang tuanya yang mulai detik ini berdiri berhadapan sebagai musuh. Hati Jing Yue mulai dilumuri dendam kepada pelaku pembantaian keluarganya sendiri, yang mana si pembunuh adalah ayah dari putranya. Wanita itu terpaku, tertegun dan mematung di
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

04. PUNCAK NAGA MEMBARA

Namun rupanya, kebahagiaan pasangan itu tidak bisa berlangsung lama. Keluarga kecil yang semula sangat bahagia tersebut harus berakhir dengan sangat singkat. Jiu Wang menerima sebuah surat rahasia dari Klan Wen yang memaksa Jiu Wang harus membantai seluruh keluarga istrinya dan mencari sebuah benda pusaka yang diinginkan oleh Klan Wen sejak lama. Walaupun barang pusaka kuno itu tak berhasil ia dapatkan, tetapi Jiu Wang harus tetap memenuhi sumpahnya untuk menghancurkan Keluarga Jing. Hal itu dikarenakan, keluarganya juga di bawah ancaman Klan Wen. Sebagai seorang tuan muda pertama penerus keluarga besarnya, Jiu Wang harus bertanggung jawab dan memikul beban seberat Gunung Naga. Selain Jing Yue dan putranya yang baru berusia empat puluh hari, tak ada seorang pun yang dibiarkan hidup oleh Jiu Wang di malam pembantaian ini. Raja Arak menatap nanar pada kobaran api dan mayat-mayat yang bergelimangan akibat ulahnya sendiri. Tombak Naga Emas telah meminum darah dari orang-orang yang menjad
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

05. DILEMA

"Ah Yue!" Tuan muda itu menjadi sangat panik karena keadaan wisma tersebut sangat sepi. "Ah Yueeeeee!" "Ah Yue, buka pintunyaaaaa!" "Ah Yue! Ah Yueee, apa kamu dan Ah Ling baik-baik saja?" Pemuda itu berkali-kali mengetuk pintu rumah Jing Yue dengan terburu-buru. Namun, tak ada sahutan ataupun pintu yang dibuka dari dalam. Hal itu membuat pemuda itu semakin cemas dan merasa sangat penasaran. "Ah Yue! Maafkan aku, kalau aku sedikit mengganggumu. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu!" Pria yang bersama sang tuan muda ikut memeriksa keadaan sekitar rumah yang sunyi. Lelaki itu berkata, "Tuan Muda, sepertinya tempat ini sepi. Mungkin, Nona Jing Yue sudah pergi dari sini." "Mungkin saja. Aku juga berharap demikian. Tapi, di mana dia?" Pria muda berpakaian hanfu biru itu tidak menemukan orang yang dicarinya. "Bagaimana, Tuan Muda Hua Yan?" tanya si pengawal yang tidak menemukan apa pun. "Sepertinya memang sepi. Kalau begitu, aku akan melihatnya ke dalam!" Hua Yan yang masih merasa pe
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

06. SATU PILIHAN

"Jangan sentuh kami dengan tangan kotormu itu! Kamu telah membasuhnya dengan darah ayah dan juga saudara-saudaraku! Kamu pikirkan saja sekarang! Masih pantaskah kamu menyentuh kami berdua?" Jing Yue berteriak sembari menghindar. Dirinya sudah merasa teramat jijik dengan pria yang masih bergelar suaminya. "Ah Yue, maafkan aku! Aku juga sangat terpaksa melakukannyaaa! Keluargaku yang lain juga dalam ancaman. Aku!" "Aku ..." "Aaaaarrghhh! Haruskah aku meninggalkan mereka?" Jiu Wang yang sedang merasa sangat frustrasi akhirnya hanya bisa melampiaskan dengan berteriak setinggi gunung pencakar langit. "Mengapa tidak ada pilihan lain?" Jiu Wang lalu meremas-remas rambutnya sendiri dengan penuh penyesalan, kegeraman dan kemarahan yang bercampur menjadi satu. "Mengapaa aku disudutkan pada persoalan seperti ini?" "Mengapaaaaaa?" "Mengapa kamu bertanya padaku?" Melihat tingkah gila Jiu Wang, Jing Yue justru merasa semakin jijik dan ingin muntah. "Jika kamu pergi malam ini juga, maka sejak k
last updateLast Updated : 2022-09-22
Read more

07. KAISAR PUNCAK NAGA

"Pergilah jika itu pilihanmu! Tapi ingatlah, setelah kau menginjakkan kakimu di luar tanah Keluarga Jing. Sejak itulah, kau bukan lagi suamiku!" Jing Yue berucap tanpa menoleh sedikit pun. "Kalau begitu, aku tidak akan pergi dari sisimu!" teriak Jiu Wang merasa sangat berat hati meninggalkan anak dan istrinya ini. "Aku tidak akan meninggalkanmu dan anak kita, Ah Yue!" "Tuan Muda, tuan muda kecil dan seluruh klan sudah menunggumu!" Salah seorang pengawal Keluarga Han mengingatkan sekali lagi. "Aaaaaaaarrgghh!" Sebuah jeritan panjang bernada tinggi dengan lambaran ilmu tenaga dalam terlepas dari mulut Jiu Wang. Para pengawal dari Keluarga Han pun harus berusaha keras menahan akibatnya. Darah segar seketika mengalir dari telinga dan hidung mereka. Para pria pengawal dari Keluarga Han saling memberi isyarat satu sama lain. Salah satu seorang dari mereka bergerak bangkit dan maju mendekati sang tuan muda. Pria itu memukul tengkuk Jiu Wang hingga tak sadarkan diri. "Maaf, Tuan Muda! Ta
last updateLast Updated : 2022-09-22
Read more

08. BERBURU ULAR

17 tahun kemudian. Pada suatu hari yang cerah di Gunung Naga. Sinar mentari sudah tidak lagi menyengat, tetapi masih terasa cukup hangat di permukaan kulit. Cahayanya menembus hutan pinus di perbatasan perbukitan, menambah keelokan pemandangan di sana. Di padang rumput yang tak seberapa luas, seorang anak muda berlarian menerobos semak belukar dan kelebatan rumput ilalang. Dia bahkan tidak memedulikan kulit halus kaki-kaki kokohnya yang sesekali tergores oleh duri-duri dari tanaman liar hingga berdarah. Tampaknya, pemuda itu sedang memburu sesuatu. Anak muda itu berhenti di depan semak perdu yang cukup rimbun. Mata indah dengan iris birunya mengawasi suatu pergerakan kecil pada tumbuhan berumpun berdaun kecil, panjang dan memiliki warna hijau kekuningan. Mulut pemuda itu lirih bergumam, "Di mana dia? Bukankah tadi dia lari ke sini?" Suara gemerisik nan samar disertai desisan lembut telah menjatuhkan sepasang mata cantik itu mengalihkan perhatian pada sisi semak yang lain. Seutas
last updateLast Updated : 2022-09-22
Read more

09. SANG PEMBELA

"Mengapa dia selalu saja tidak sabaran sekali?" Hua Fei hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia berjalan menyusul saudara mudanya sembari menggendong keranjang milik Jing Ling. Di sepanjang perjalanan, mulut pemuda itu terus bergumam seperti sedang menghafalkan sesuatu. "Daun mongoose, minyak kelapa, minyak lavender, lalu ... apa lagi?" Hua Fei berjalan sembari membuka buku tentang pengobatan. "Mungkinkah batu giok hitam juga bisa untuk menyerap racun pada luka bekas gigitan ular?" "Mengisap racun dari bekas luka justru tidak diperbolehkan, karena racun bisa tertelan dan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi si pengisap." Hua Fei masih sibuk dengan buku metode penanganan pertama pada korban gigitan ular. Baru beberapa ratus langkah Hua Fei berjalan, dia dikejutkan oleh suara ramai orang-orang yang sedang tertawa. Anak muda itu lalu berlari-lari ke arah sumber suara keributan dan mendapati pemandangan yang membuatnya bukan hanya terkejut, tetapi juga merasa sang
last updateLast Updated : 2022-09-22
Read more

10. PERKELAHIAN KECIL

"Apa kau bilang? Apakah aku sudah salah dengar?" Hua Fei yang menjadi tertawa kali ini. Hua Fei merasa sangat geli mendengar perkataan Jing Yanxi yang sedang mengunggulkan dirinya sendiri dan tidak pernah mau bersikap rendah hati kepada siapa pun. "Dan kurasa, seekor keledai bahkan masih lebih pintar darimu. Seekor katak pun kurasa tidak lebih rendah dari dirimu yang congkak itu!" "Beraninya kau mentertawakan tuan muda kami, Hua Fei!" Salah seorang anak buah Jing Yanxi berteriak. Dia sungguh sangat tidak terima sang tuan muda mereka dihina dan dikatai oleh seseorang yang bagi mereka, Hua Fei hanyalah anak tidak memiliki kemampuan apa pun selain daripada seorang kutu buku. "Minggir!" Hua Fei membentak sambil berlari menghampiri Jing Ling setelah menabrak tubuh Jing Yanxi dan mendorong salah seorang anak buah tuan muda Keluarga Jing hingga terjatuh. Pemuda itu berulang kali mengusap-usap pakaian saudaranya guna membersihkan debu dan kotoran lain yang menempel di tubuh sang adik kec
last updateLast Updated : 2022-09-22
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status