Home / Pernikahan / Ketika Suami Tak Lagi Peduli / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Ketika Suami Tak Lagi Peduli: Chapter 91 - Chapter 100

123 Chapters

Hati Boleh Panas, Kepala Tetap Dingin

“Permisi, Pak, selamat pagi,” ucapku ketika memasuki ruangan Pak Yanuar. “Pagi Arista, silakan duduk. Apa kamu sudah merasa sehat hari ini?” tanya Pak Yanuar sembari memasang kaca matanya. “Iya, Pak,” jawabku singkat. Aku merasa bersalah karena sudah membohongi manajerku itu. Mana mungkin aku mengatakan kepadanya bahwa aku tidak masuk akibat terlibat perasaan dengan pimpinan tertinggi divisi keuangan. “Kamu mendapat tugas khusus dari Pak Reindra. Dia meminta laporan stok opname produk nugget dari beberapa outlet kita. Ini daftar outlet yang harus kamu kunjungi,” ujar Pak Yanuar menyodorkan selembar kertas ke tanganku. Aku menerima kertas tersebut, lalu membacanya dengan seksama. Ternyata Mas Reindra sudah menyusun jalur perjalananku sedemikian rupa, hingga pada kunjungan terakhir aku akan berada di Berlian Mart yang dekat dengan area kuliner. Dengan begitu, akan lebih mudah untukku mengatur pertemuan dengan Mas Yoga di salah satu kafe atau restoran. “Kamu akan diantar dan dibantu
Read more

Permintaan Rujuk dari Mantan

Aku meminta Pak Eki untuk segera mengantarku ke Kafe Pleasure. Sengaja aku memilih kafe tersebut karena lokasinya berada di pinggir jalan, dekat dengan kawasan pertokoan. Dengan begitu, Mas Yoga tidak akan berani bertindak sembarangan terhadapku. Setelah sampai di kafe tersebut, aku bermaksud mentraktir Pak Eki untuk sekadar minum kopi atau membeli camilan. Sekaligus sebagai ucapan terima kasih, karena dia sudah membantu aku seharian ini. Akan tetapi, Pak Eki lebih memilih untuk menunggu di mobil sembari menikmati kepulan asap rokok. Sambil mengirimkan lokasiku kepada Mas Reindra, aku berjalan memasuki kafe. Sepertinya ponsel Mas Reindra sedang tidak aktif, sehingga pesanku belum terkirim. Namun, aku tidak mempermasalahkan hal itu, sebab aku tahu dia sedang menjalani sebuah rapat penting. Di dalam kafe, aku memilih meja paling belakang agar nanti percakapan kami tidak didengar oleh pengunjung lain. Bagaimanapun aku harus bersiap-siap apabila Mas Yoga menyulut pertengkaran di antara
Read more

Lepaskan, Dia!

Terlambat! Itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan permintaan Mas Yoga. Setelah berkali-kali menyakiti diriku, kata cinta itu tidak pantas untuk keluar dari mulutnya. Orang yang tulus dalam mencintai tidak akan pernah berbohong apalagi berkhianat. Jelas sudah bahwa perasaan Mas Yoga kepadaku hanya berdasarkan syarat dan kondisi tertentu. Dahulu saat aku tidak berpenghasilan dan kurang bisa merawat diri, dia tak pernah mengacuhkan aku. Namun, giliran aku memiliki pekerjaan dan berpenampilan cantik, dia ingin rujuk denganku. Bisa dipastikan jika aku nanti menjadi ibu rumah tangga, maka dia akan kembali bersikap dingin. Atau dia akan menjadi wanita lain yang lebih bening bagi penglihatannya di luar sana. Walaupun Mas Yoga menggunakan Zidan sebagai alasan untuk membuatku luluh, pendirianku tidak akan goyah. Aku tidak bisa memaksakan diri untuk bersamanya, sementara hatiku sudah dimiliki oleh lelaki lain. Terlebih, aku sangat yakin lelaki itu bisa menjadi ayah sambung yang baik
Read more

Lelaki Tak Tahu Diri

Melihat Mas Reindra sudah berada di depanku, aku tersentak kaget. Tak kusangka dia tiba-tiba menyusulku ke sini, padahal seharusnya Mas Reindra masih berada di ruang rapat. Mungkinkah dia mempercepat pekerjaannya karena mencemaskan kondisiku? Mas Yoga juga sama terkejutnya denganku. Sontak, dia melepaskan tanganku yang sejak tadi ditariknya secara paksa. Memanfaatkan kesempatan itu, Mas Reindra segera mengambil alih dan menarikku ke sisinya. Seakan mendapatkan tempat perlindungan paling aman, aku pun bersembunyi di balik punggungnya yang kekar. Dalam beberapa detik, Mas Reindra dan Mas Yoga saling bersitatap, seolah sedang mengenali dan mengukur kekuatan masing-masing. Entah mengapa suasana hening yang tercipta justru terasa mencekam dan mendebarkan. Aku sangat takut bila akan terjadi adu mulut atau perkelahian sengit di antara mereka berdua. Dari jarak dekat, sangat jelas perbedaan dari kedua pria yang telah ditakdirkan ada di dalam hidupku. Bukan hanya soal postur tubuh, tetapi ju
Read more

Calon Istri

Tubuhku sampai menggigil karena menahan rasa jengkel yang kian membuncah. Untung saja ada Mas Reindra di sampingku, bila tidak entah apa yang akan terjadi. Mungkin saja aku dan Mas Yoga akan menjadi tontonan orang banyak dan viral di media sosial. Begitu kami sampai di dalam mobil, Mas Reindra langsung memelukku. Menjadikan bahunya yang lebar sebagai tempat bersandarku, supaya perasaanku lebih nyaman. Segera, ia meminta supir kantor untuk melajukan mobilnya meninggalkan lokasi kafe. Melewati Mas Yoga yang masih berdiri di pinggir jalan. Lewat jendela, aku bisa melihat pria itu seperti sedang memukul udara kosong. Barangkali, ia merasa kesal karena usahanya untuk merendahkan martabatku telah gagal. “Tenanglah, Rista, jangan pikirkan omong kosong dari laki-laki brengsek itu,” tutur Mas Reindra dengan lembut. “Iya, Mas, maaf aku terlalu terbawa perasaan.” Aku menghela napas panjang untuk mengembalikan kewarasanku yang sempat terkikis. “Tidak apa-apa, aku mengerti apa yang kamu rasaka
Read more

Maafkan Bunda, Zidan

Aku tidak tahu kenapa Mas Reindra tiba-tiba berbicara seyakin itu. Namun, aku juga tidak berani untuk menanyakan lebih lanjut. Bagiku keberadaannya saja sudah cukup menghiburku, sehingga aku tidak ingin merusak suasana.“Mas, sudah jam delapan, lebih baik kita pulang. Maura pasti sudah menunggumu di rumah,” ujarku. Bukannya menjawab, Mas Reindra malah membalikkan kata-kataku.“Maka dari itu, Maura harus segera mendapatkan seorang ibu yang bisa selalu menemaninya. Dan calon ibunya sudah ada di depan mata,” tuturnya sambil tersenyum kepadaku.Mas Reindra memang selalu bisa membuatku tersipu oleh kalimat rayuannya yang manis. Andai Tuhan mengizinkan kami untuk menjadi suami istri, aku berharap agar dia selalu bersikap seperti ini hingga kami menua bersama.“Besok jam berapa pengacaramu akan datang?” tanya Mas Reindra.“Mungkin sekitar jam sebelas atau dua belas siang. Aku akan menghubunginya nanti,” jawabku seraya mengintip ke layar ponsel.“Telepon saja sekarang, supaya aku tahu jam ber
Read more

Sang Raja Drama

Mungkin karena terlalu banyak beban pikiran, netraku sudah terbuka pada pukul enam pagi. Padahal, hari ini aku ingin bangun lebih siang karena sedang libur bekerja. Terlebih lagi, aku membutuhkan kondisi fisik dan mental yang sehat agar bisa menghadapi sang raja drama, yaitu Mas Yoga. Aku pun berjalan ke dapur untuk mengambil sarapan pagi yang disediakan oleh Narti, si penjaga kos. Hampir setiap pagi, aku memesan sarapan darinya, supaya tidak perlu repot-repot membeli sarapan di luar sana. “Mbak Arista, sudah bangun? Hari Sabtu tetap masuk kerja, Mbak?” tanya Narti. “Aku libur, Nar, tetapi setelah ini aku mau pergi.” Narti yang sedang bersantai lantas duduk di depanku seraya bertopang dagu. “Wah, mau kencan dengan pacarnya, ya? Saya doakan Mbak Arista cepat-cepat nikah. Lagian Mbak Arista beruntung banget punya pacar yang ganteng, kaya lagi. Saya pengennya juga punya calon suami yang mirip seperti itu,” ujar Narti tersenyum simpul. Aku hanya terkekeh mendengar perkataan Narti. Ta
Read more

Rencana Licik Sang Mantan

Aku duduk di samping Mas Yoga dengan menjaga jarak agar kami tidak terlalu dekat. Agar kepentingan utama hari ini tidak terganggu, aku memutuskan untuk mengabaikan pria itu dan mengarahkan atensi kepada Pak Ridwan. Aku pun berjabat tangan dengan pengacaraku itu, karena ini adalah pertama kalinya kami bertemu muka. Untuk mempersingkat waktu, aku segera menyerahkan map tebal yang berisi semua dokumen yang diminta oleh Pak Ridwan. Aku tidak menoleh sedikit pun kepada Mas Yoga, meski aku tahu dia sedang memperhatikan setiap tindakanku. Aku hanya ingin pertemuan ini cepat berakhir. “Silakan diperiksa, Pak, apakah ada yang kurang?” tanyaku ketika Pak Ridwan memeriksa isi map tersebut. “Tidak ada, Bu, semuanya sudah lengkap. Silakan baca dan tanda tangan di sini.” Sesuai dengan instruksi dari Pak Ridwan, aku menandatangani beberapa dokumen yang ditunjukkan olehnya. Aku percaya sepenuhnya kepada Pak Ridwan, karena dia adalah pengacara handal yang dipilih oleh ibuku. Setelah aku selesai, P
Read more

Apa Gerangan yang Terjadi

Aku menatap punggung Mas Yoga dengan dada yang bergemuruh. Aku tidak mengerti mengapa pria itu terus saja membuatku naik darah. Bukan hanya saat kami masih menjadi suami istri, tetapi bahkan setelah kami berpisah pun, dia masih saja memancing emosiku. Namun, aku berusaha untuk berpikir positif. Toh, aku tidak akan sering berkomunikasi dengan pria menyebalkan itu lagi. Yang penting, aku sudah mendapatkan tanda tangan darinya untuk mengesahkan perceraian kami. Di kala aku berusaha menenangkan diri, terdengar suara klakson mobil yang memanggilku. Dengan kepala yang tertoleh ke samping, aku melihat ke arah sumber suara itu. Rasa dongkol di hatiku seketika lenyap saat memandang wajah manis Maura yang melongokkan kepala dari jendela mobil. Tak kusangka Mas Reindra dan Maura sudah datang untuk menjemputku. “Tante, ayo masuk!” seru Maura seraya melambaikan tangan. Sembari membalas lambaian tangannya, aku menghampiri mobil Mas Reindra. Aku pun duduk di bagian tengah bersama Mbak Ratna, karen
Read more

Tante yang Menyebalkan

“Apa ada masalah di divisi finance, Mas?” tanyaku kepada Mas Reindra. Pria tampan itu duduk di sampingku seraya meletakkan ponselnya. “Bukan, Om Darmawan akan menempatkan seorang sekretaris baru untukku sebagai pengganti Novi. Dia adalah cucu perempuan dari salah satu sahabatnya semasa kuliah. Besok, Om Darmawan juga mengundangku dan Maura untuk makan siang di rumahnya. Rencana kita untuk membeli baju terpaksa harus ditunda dulu,” ujar Mas Reindra. Terlihat jelas gurat kekecewaan di wajahnya. Andai Mas Reindra tahu, bahwa aku juga sama kecewanya dengan dia. Sudah bukan rahasia umum, bila kedua insan yang tengah jatuh cinta selalu ingin menghabiskan waktu bersama. Begitu pula dengan aku dan Mas Reindra, yang baru saja meresmikan hubungan kami sebagai pasangan kekasih. “Nikmati saja makan siangmu bersama Pak Darmawan, Mas. Kita masih punya waktu sampai hari Jumat untuk berbelanja baju,” ujarku memberinya nasihat. “Tetapi besok adalah momen yang paling tepat untuk family time. Bagaima
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status