Share

Maafkan Bunda, Zidan

Aku tidak tahu kenapa Mas Reindra tiba-tiba berbicara seyakin itu. Namun, aku juga tidak berani untuk menanyakan lebih lanjut. Bagiku keberadaannya saja sudah cukup menghiburku, sehingga aku tidak ingin merusak suasana.

“Mas, sudah jam delapan, lebih baik kita pulang. Maura pasti sudah menunggumu di rumah,” ujarku. Bukannya menjawab, Mas Reindra malah membalikkan kata-kataku.

“Maka dari itu, Maura harus segera mendapatkan seorang ibu yang bisa selalu menemaninya. Dan calon ibunya sudah ada di depan mata,” tuturnya sambil tersenyum kepadaku.

Mas Reindra memang selalu bisa membuatku tersipu oleh kalimat rayuannya yang manis. Andai Tuhan mengizinkan kami untuk menjadi suami istri, aku berharap agar dia selalu bersikap seperti ini hingga kami menua bersama.

“Besok jam berapa pengacaramu akan datang?” tanya Mas Reindra.

“Mungkin sekitar jam sebelas atau dua belas siang. Aku akan menghubunginya nanti,” jawabku seraya mengintip ke layar ponsel.

“Telepon saja sekarang, supaya aku tahu jam ber
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status