Home / Pernikahan / Ketika Suami Tak Lagi Peduli / Rencana Licik Sang Mantan

Share

Rencana Licik Sang Mantan

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Aku duduk di samping Mas Yoga dengan menjaga jarak agar kami tidak terlalu dekat. Agar kepentingan utama hari ini tidak terganggu, aku memutuskan untuk mengabaikan pria itu dan mengarahkan atensi kepada Pak Ridwan. Aku pun berjabat tangan dengan pengacaraku itu, karena ini adalah pertama kalinya kami bertemu muka.

Untuk mempersingkat waktu, aku segera menyerahkan map tebal yang berisi semua dokumen yang diminta oleh Pak Ridwan. Aku tidak menoleh sedikit pun kepada Mas Yoga, meski aku tahu dia sedang memperhatikan setiap tindakanku. Aku hanya ingin pertemuan ini cepat berakhir.

“Silakan diperiksa, Pak, apakah ada yang kurang?” tanyaku ketika Pak Ridwan memeriksa isi map tersebut.

“Tidak ada, Bu, semuanya sudah lengkap. Silakan baca dan tanda tangan di sini.”

Sesuai dengan instruksi dari Pak Ridwan, aku menandatangani beberapa dokumen yang ditunjukkan olehnya. Aku percaya sepenuhnya kepada Pak Ridwan, karena dia adalah pengacara handal yang dipilih oleh ibuku.

Setelah aku selesai, P
Risca Amelia

Vote dan komen

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Apa Gerangan yang Terjadi

    Aku menatap punggung Mas Yoga dengan dada yang bergemuruh. Aku tidak mengerti mengapa pria itu terus saja membuatku naik darah. Bukan hanya saat kami masih menjadi suami istri, tetapi bahkan setelah kami berpisah pun, dia masih saja memancing emosiku. Namun, aku berusaha untuk berpikir positif. Toh, aku tidak akan sering berkomunikasi dengan pria menyebalkan itu lagi. Yang penting, aku sudah mendapatkan tanda tangan darinya untuk mengesahkan perceraian kami. Di kala aku berusaha menenangkan diri, terdengar suara klakson mobil yang memanggilku. Dengan kepala yang tertoleh ke samping, aku melihat ke arah sumber suara itu. Rasa dongkol di hatiku seketika lenyap saat memandang wajah manis Maura yang melongokkan kepala dari jendela mobil. Tak kusangka Mas Reindra dan Maura sudah datang untuk menjemputku. “Tante, ayo masuk!” seru Maura seraya melambaikan tangan. Sembari membalas lambaian tangannya, aku menghampiri mobil Mas Reindra. Aku pun duduk di bagian tengah bersama Mbak Ratna, karen

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Tante yang Menyebalkan

    “Apa ada masalah di divisi finance, Mas?” tanyaku kepada Mas Reindra. Pria tampan itu duduk di sampingku seraya meletakkan ponselnya. “Bukan, Om Darmawan akan menempatkan seorang sekretaris baru untukku sebagai pengganti Novi. Dia adalah cucu perempuan dari salah satu sahabatnya semasa kuliah. Besok, Om Darmawan juga mengundangku dan Maura untuk makan siang di rumahnya. Rencana kita untuk membeli baju terpaksa harus ditunda dulu,” ujar Mas Reindra. Terlihat jelas gurat kekecewaan di wajahnya. Andai Mas Reindra tahu, bahwa aku juga sama kecewanya dengan dia. Sudah bukan rahasia umum, bila kedua insan yang tengah jatuh cinta selalu ingin menghabiskan waktu bersama. Begitu pula dengan aku dan Mas Reindra, yang baru saja meresmikan hubungan kami sebagai pasangan kekasih. “Nikmati saja makan siangmu bersama Pak Darmawan, Mas. Kita masih punya waktu sampai hari Jumat untuk berbelanja baju,” ujarku memberinya nasihat. “Tetapi besok adalah momen yang paling tepat untuk family time. Bagaima

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Gaun Pernikahan

    Aku mendengar suara Mas Reindra yang menegur Maura dari balik telepon. “Maura, tidak boleh membicarakan hal yang buruk tentang orang lain.” “Sorry, Daddy,” jawab Maura patuh. Gadis kecil itu lantas beralih lagi kepadaku. “Tante, tunggu, ya, sebentar lagi aku dan Daddy sampai.” “Iya, Sayang,” jawabku sebelum Maura mematikan teleponnya. Setelah Maura menyinggung soal “Tante” di rumah Pak Darmawan, entah kenapa aku jadi kepikiran. Mungkinkah wanita itu adalah sekretaris baru yang akan menggantikan kedudukan Bu Novi? Jika iya, kenapa dia diundang secara pribadi oleh Pak Darmawan untuk makan siang di rumahnya? Kenyataan ini menimbulkan tanda tanya besar bagiku. Mendadak aku merasa khawatir bila Pak Darmawan memiliki maksud lain, seperti hendak menjodohkan sekretaris itu dengan Mas Reindra. Ya, wajar saja jika Pak Darmawan menginginkan keponakannya yang sudah lama menduda memiliki pasangan baru. Terlebih, wanita itu adalah cucu dari sahabat lamanya, yang sudah diketahui bibit, bobot,

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Hampir Ketahuan

    “I-iya, Pak, saya sedang jalan-jalan,” jawabku singkat. Hawa dingin serasa merayap di seluruh punggungku. Aku tidak menduga akan bertemu dengan Pak Yanuar di tempat umum seperti ini. Entah semua ini kebetulan semata atau merupakan garis takdir yang telah ditentukan dari atas. Dalam beberapa detik, aku hanya bengong seperti orang linglung. Aku tidak tahu apa yang harus dikatakan lagi setelah kepergok oleh Pak Yanuar. Untung saja, sentuhan tangan Maura menyadarkan aku dari lamunan. “Tante, kita nggak jadi cobain baju?” “Oh, iya, sebentar, Sayang.” Pak Yanuar langsung mengernyitkan dahi saat melihat gadis kecil yang bergandengan tangan denganku. “Lho, ini bukannya Maura, anaknya Pak Reindra? Apa Pak Reindra juga ada di sini, Rista?” tanya Pak Yanuar melihat ke kiri dan ke kanan. Sungguh aku bingung harus menjawab bagaimana. Jika mengatakan tidak, rasanya sangat mustahil karena Maura selalu pergi bersama dengan ayahnya. Namun bila aku mengatakan iya, aku takut Pak Yanuar akan tahu b

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Sekretaris Baru

    Hari ini, aku berangkat lebih pagi ke kantor untuk mempersiapkan meeting. Aku sudah bertekad untuk melaksanakan tugasku dengan baik, karena aku akan menjadi wakil dari divisi finance. Terlebih lagi, Mas Reindra yang akan menerima laporanku. Untuk itu, aku harus memastikan tidak ada kesalahan atau ketelodoran yang akan mengecewakannya apalagi membuatnya malu. Sebagai bawahan, aku harus bisa menopang Mas Reindra dalam menjalankan tanggung-jawabnya. Aku tiba pertama kali di kantor sebelum Pak Yanuar dan para staf yang lain. Suasana yang masih sepi justru membuatku lebih leluasa memulai pekerjaan. “Rista, kamu datang jam berapa?” tanya Pak Yanuar merasa heran. “Jam setengah tujuh, Pak.” “Oh, pantas saja, kamu sudah selesai mencetak laporan. Saya pikir saya yang datang paling pagi ke kantor. Kalau begitu lima belas menit lagi kita briefing, lalu segera berkumpul di ruang meeting.” “Baik, Pak.” Beberapa menit kemudian, para staf sudah berdatangan. Pak Yanuar pun memimpin briefing pagi,

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Terlalu Perhatian

    Ruangan meeting mendadak sunyi senyap saat Mas Reindra mengambil alih pekerjaanku. Kurang lebih, aku bisa menebak apa yang terlintas dalam pikiran mereka semua. Saat ini, mereka pasti curiga jika ada sesuatu antara aku dan Mas Reindra. Dengan ekor mata, aku melirik Pak Yanuar dan Davina yang berhadapan denganku. Terlihat bahwa mereka berusaha memasang wajah datar tanpa ekspresi, meski tersirat ketegangan di sana. Tentu saja tidak ada yang berani berkomentar atau mempertanyakan tindakan Mas Reindra, karena mereka semua takut dipecat.“Pak, biar saya saja yang melakukannya,” kataku dengan canggung. Aku berupaya memberikan kode kepada Mas Reindra agar berhenti menolongku, tetapi dia malah pura-pura tidak tahu.“Nah, sekarang sudah bisa terlihat di layar LCD. Kamu bisa mulai presentasinya, Rista,” ujar Mas Reindra dengan tenang.“Baik, Pak, terima kasih sudah membantu saya,” jawabku menggunakan bahasa formal.Tanpa merasa berdosa, Mas Reindra duduk di dekat Pak Yanuar, lalu memberikan se

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Persaingan Cinta

    “Memangnya kenapa kalau aku bersuami?” tanyaku balik kepada Linda. Aku merasa tersinggung dengan pertanyaannya yang menyinggung ranah privasiku. Terlebih, nada bicara Linda juga terdengar ketus dan tidak sopan. Bahkan, dia tidak berbasa-basi sama sekali sebelum melontarkan pertanyaan itu. Entah apa tujuan Linda, yang jelas aku merasa ini ada hubungannya dengan Mas Reindra. “Aku hanya bertanya, Mbak, karena aku lihat Mbak Arista cukup dekat dengan Pak Reindra. Suami Mbak Arista bisa salah paham kalau melihatnya,” jawab Linda berterus terang. Ternyata firasatku memang benar. Dia sepertinya cemburu melihat Mas Reindra yang begitu perhatian kepadaku. Mungkinkah di awal masa kerjanya, Linda sudah menyimpan perasaan kepada bosnya? Atau jangan-jangan pertemuan Linda dengan Mas Reindra di rumah Pak Darmawan tak hanya menyangkut soal pekerjaan, tetapi juga mengarah kepada perjodohan. Ya, bisa jadi Pak Darmawan bermaksud untuk menjadikan Linda sebagai calon istri Mas Reindra. Karenanya, Linda

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Tak Ingin Dijodohkan

    Selama jam kerja, aku berusaha untuk tidak mengingat adegan di dalam lift antara Linda dan Mas Reindra. Setelah pernah gagal mengarungi bahtera rumah tangga, aku tahu bahwa kepercayaan adalah kunci utama dalam menjalin hubungan. Karenanya, aku mencoba untuk percaya kepada Mas Reindra. Justru inilah waktu yang tepat bagiku untuk menguji seberapa kuat cinta kami. Jika Mas Reindra mencintaiku, dia tidak akan mudah tergoda oleh bujuk rayu wanita lain. Paling tidak prinsip itulah yang aku pegang saat ini. Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Melihat semua pekerjaan telah selesai, aku mematikan laptop dan membersihkan meja. Sesekali aku juga perlu pulang tepat waktu setelah mengikuti meeting hari ini. Di samping itu, aku ingin melakukan healing dengan cara berbelanja dan memasak makan malamku sendiri. Ya, sepulang dari kantor aku akan mampir sebentar ke supermarket untuk berbelanja bahan masakan. Jujur, aku sedang merindukan aktivitasku sebagai ib

Latest chapter

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Cinta Sejati di Waktu yang Tepat (END)

    Masih dilanda kebingungan, aku melangkah ke ruang tamu beriringan dengan Maura dan Zidan. Melihat Pak Darmawan dan Bu Alya tengah duduk melingkar di sofa, aku hanya bisa berdiri mematung. Perasaanku menjadi campur aduk saat tatapan mataku terkunci dengan sorot mata Mas Reindra. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, pria itu seolah-olah ingin mengirimkan pesan kepadaku melalui tatapan matanya. Dan entah mengapa aku bisa memahami makna yang tersirat di dalamnya. Aku tahu Mas Reindra ingin kejutan darinya bisa membuatku bahagia, bukan malah gugup seperti ini. “Arista, akhirnya kamu datang juga. Pak Darmawan dan Bu Alya sudah menunggu dari tadi,” tegur Ibu. Dengan menepis rasa canggung, aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Pak Darmawan dan Bu Alya. “Pak Darmawan, Bu Alya, maaf saya tidak menyambut Anda dan malah pergi ke luar rumah,” kataku tidak enak hati. “Tidak apa-apa, Arista. Ini bukan salahmu, karena kami datang mendadak tanpa pemberitahuan,” jawab Pak Darmawan sembari

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah dengan Baik-baik

    Aku mendesak Mas Reindra untuk memberitahukan kejutan apa yang dimaksud olehnya. Namun, ia tidak mau mengatakan apa-apa dengan alasan belum tiba waktunya.Sempat aku berpikir bahwa dia akan menyusul aku ke Jogja. Namun, hal itu sepertinya mustahil karena Mas Reindra masih berada di Sulawesi. Lagi pula setiap kali dia melakukan perjalanan di luar urusan bisnis, dia pasti akan mengajak Maura. Padahal saat ini, Maura sedang menginap selama satu minggu di rumah Pak Darmawan.Usai menelepon Mas Reindra, aku pun mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Aku melihat sebentar ke arah koper yang akan kubawa ke Jogja besok pagi. Akhirnya, aku akan bertemu dengan putra kecilku setelah berbulan-bulan kami tidak bertemu. Meski hanya tiga hari, aku akan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan itu semaksimal mungkin.Tak terasa, aku pun terlelap dalam tidur hingga alarm di ponselku berbunyi. Seperti mesin otomatis, kelopak mataku langsung terbuka lebar. Lantaran aku tidak sabar untuk melepas rindu kepada p

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Mantan Suamiku Meminta Pekerjaan

    Detik ini juga aku mengalami dilema yang berat karena permintaan Mas Yoga. Aku tahu dia sedang membutuhkan pekerjaan untuk menyambung biaya hidup. Namun, di PT. Sejahtera sedang tidak ada lowongan pekerjaan, kecuali di cabang baru yang berlokasi di Sulawesi.Sedangkan untuk Ibu, kemungkinan besar Beliau tidak akan mau menerima Mas Yoga karena terlanjur membenci lelaki itu. Siapa yang tidak akan antipati dengan seorang pencuri dan pembohong seperti Mas Yoga. Jangankan menjadi pegawainya, bertemu Mas Yoga saja Ibu pasti sudah enggan.“Rista, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak mau membantu aku? Kalau kamu masih dendam padaku, paling tidak ingatlah Zidan dan ayahku. Gara-gara kita berpisah, ayahku kepikiran dan sering jatuh sakit. Sebagai anak tertua, aku semestinya bertanggung jawab untuk membiayai pengobatan ayahku,” ungkap Mas Yoga.Tanpa sadar, aku menyentuh pelipisku sendiri karena ikut pusing memikirkan masalah Mas Yoga.“Iya, aku sudah mengetahuinya dari Dian. Sekitar dua bulan

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Karma Atas Perselingkuhan

    Kini, aku melewati hari demi hari sebagai karyawan PT. Sejahtera. Tak terasa hampir dua bulan lamanya aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Mas Reindra. Bukan jauh dalam arti yang sebenarnya, tetapi kami sengaja tidak bertemu kecuali untuk urusan pekerjaan. Memang begitulah komitmen yang harus kami jalani sekarang. Walaupun secara fisik tidak bersama, kami masih berkomunikasi aktif lewat telepon untuk mengetahui kegiatan masing-masing.Terkadang di hari Minggu, Maura minta ditemani olehku untuk berbelanja atau sekadar bermain di mall, tetapi Mas Reindra tidak pernah ikut. Dia memilih untuk melakukan aktivitas lain seperti berolah raga, bersepeda, atau mengurusi ikan peliharaannya. Akhir-akhir ini, dia memang memiliki hobi baru, yaitu mengoleksi berbagai jenis ikan laut di akuarium. Katanya dengan melihat ikan dia bisa sedikit terhibur saat merindukan aku.Melalui informasi yang diberikan Pak Ridwan, proses di pengadilan berjalan dengan lancar dan hampir mencapai tahap akhir. Selama

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Masa Penantian Cinta

    “Mas, aku sedang serius kamu malah bercanda,” ucapku berdecak sebal. Mas Reindra hanya terkekeh sambil memelukku kembali.“Siapa bilang aku bercanda? Aku bisa berubah menjadi penculik jika itu menyangkut kamu,” katanya memasang ekspresi serius.“Sudah, jangan merayuku lagi. Kita pulang sekarang, Mas.”Buru-buru aku melepaskan diri dari Mas Reindra sambil merapikan baju dan rambutku yang berantakan. Kemudian, aku berpindah dari kursi belakang menuju ke depan. Beban yang ada di pundakku serasa terangkat, karena kami berdua mencapai kata sepakat.Tak sampai sepuluh menit, kami telah sampai di villa. Sebelum keluar dari mobil, aku pun bercermin di kaca spion. Aku ingin mengecek sekiranya ada tanda merah atau bekas yang ditinggalkan Mas Reindra. Bila memang ada, aku harus menutupinya agar tidak terlihat oleh orang-orang yang ada di villa.“Tenang saja, Sayang, aku tidak meninggalkan bekas apa pun, kecuali bibirmu yang sedikit bengkak,” ucap Mas Reindra dengan wajah tanpa dosa.Aku mencebik

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah untuk Bersatu

    Mas Reindra terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Aku sungguh cemas dia akan gelap mata dan mengajakku ke tempat yang berbahaya. Namun, aku segera menepis pikiran itu karena aku tahu bahwa Mas Reindra adalah orang yang bijak dan dewasa. Tidak mungkin ia melakukan sesuatu yang membahayakan aku dan dirinya sendiri. Apalagi, dia masih punya tanggung-jawab untuk mendidik dan membesarkan Maura.Mas Reindra menghentikan mobilnya di sebuah kawasan mirip hutan kecil. Tidak ada satu kendaraan pun yang lewat di lokasi itu, sehingga suasana di sekitar kami sangat sepi. Meski demikian, aku tahu lokasi ini dekat dengan villa tempat kami menginap.“Mas, untuk apa kita berhenti di sini? Kita harus pulang karena ini hampir tengah malam. Bagaimana jika Pak Darmawan dan Bu Alya tahu kita masih berduaan di luar?” tanyaku gugup.Mas Reindra tidak menjawab, tetapi ia malah memiringkan wajahnya untuk menatapku. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh pada sinar matanya.“Kamu selalu saja mencema

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Rela Melepaskan Aku

    Membaca pesan itu, debaran jantungku jadi tak menentu. Aku merasa was-was untuk menemui dan mendengarkan apa yang dikatakan Mas Reindra. Jujur, aku takut bila Pak Darmawan juga meminta Mas Reindra untuk mengakhiri hubungan kami.Untuk meredakan rasa gelisah yang membuncah, aku berbaring sambil menunggu jam sepuluh tiba. Tiba-tiba aku teringat pada ibu kandungku dan juga mantan ayah mertuaku. Aku baru menyadari bahwa pernikahan dan perceraian selalu melibatkan orang tua. Jika anak mereka bermasalah, maka orang tua yang akan terkena imbasnya. Pantas saja Pak Darmawan dan Bu Alya sangat menaruh perhatian kepada pasangan hidup Mas Reindra. Terlebih dari pengalamanku yang pernah gagal berumah tangga, mungkin mereka akan semakin meragukan karakterku.Memikirkan semua ini membuat hatiku serasa ditusuk oleh duri-duri tajam. Gara-gara masalah rumah tanggaku, banyak orang tua yang terlibat di dalamnya. Padahal semestinya di usia senja, mereka bisa hidup dengan tenang tanpa harus terbebani oleh

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Apakah Ini Ikatan Takdir

    Dengan menerima arloji tersebut, aku berhasil menyelesaikan tantangan terakhir. Tidak ada yang berani berkomentar mengenai aku dan Mas Reindra, khususnya saat aku mengembalikan arloji itu ke tangan pemiliknya. Tanpa bicara sekalipun, mereka pasti sudah mengetahui bahwa aku bukanlah sekadar bawahan untuk Mas Reindra. Mana mungkin seorang pria yang memiliki jabatan tinggi mau memberikan barang pribadinya kepada wanita yang bukan siapa-siapa.Permainan pun berlanjut satu putaran lagi dan aku-lah yang bertugas memutar botol. Ketika botol itu berhenti, aku terperanjat karena Mas Reindra yang terpilih. Seolah-olah benang takdir selalu mengikat kami berdua.Aku pun merasakan suasana di sekitarku mendadak tegang. Sepertinya semua menahan napas, termasuk diriku sendiri. Entah aku harus bagaimana sekarang, karena aku yang harus memberikan pertanyaan kepada Mas Reindra. Seketika mulutku terasa kering, sehingga aku harus menelan ludah beberapa kali.“Wah, Bapak baru datang langsung dapat giliran.

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Tamparan Keras

    Seperti orang yang mengalami hipnosis, aku terdiam tanpa berucap apa-apa. Serangan telak yang aku terima dari Bu Alya membuat daya pikirku seakan melemah. Rasanya aku bagai terhantam oleh palu gada dan terjebak ke dalam lapisan kabut yang tebal.Tak hanya gagal berpikir, seluruh sarafku juga serasa sulit untuk digerakkan. Aku pun mematung layaknya orang yang baru saja terkena kutuk. Kesadaranku baru kembali saat suara Bu Alya menggema di telingaku.“Arista, saat ini Pak Darmawan juga sedang bicara dengan Reindra. Kami ingin meminta pengertian dari kalian berdua. Sebelum hubungan kalian bertambah dalam, lebih baik berpisah sekarang. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk saling melupakan,” kata Bu Alya berusaha mempertahankan nada suaranya. Terlihat jelas bahwa dia tak ingin mengumbar emosi yang berlebihan di hadapanku.Entah dari mana sumbernya, mendadak setitik keberanian bangkit dari dalam diriku. Aku merasa perlu membela diri dan mengatakan kebenaran kepada Bu Alya mengenai kondisik

DMCA.com Protection Status