Home / Fantasi / Penguasa Dewa Naga / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Penguasa Dewa Naga : Chapter 161 - Chapter 170

349 Chapters

157. Gadis Aneh

Perkataan gadis itu membuat Trueno terkekeh."Kalau memang bisa memenuhi penawaran yang kau sebutkan, pergilah dan tanya pada Yog Aren. Dia tidak mungkin akan menolak penawaran itu," ucap Trueno sambil melangkahkan kakinya ke arah dalam toko."Daripada diberikan kepadanya!" seru gadis itu seraya menunjuk Akara. "Dia belum tentu bisa menempanya juga! Lebih baik diberikan kepadaku, ada seseorang yang bisa menempanya untukku!" lanjutnya.Akara langsung mendekatinya, terus mendekat hingga membuat gadis itu berjalan mundur."Mau apa kau!?" serunya, namun Akara langsung memojokkannya di dinding. Dengan tangannya yang ada di samping kepala gadis itu. "Jangan merasa hebat, masih ada orang lain yang bisa melakukannya, bahkan mungkin lebih hebat!" ucap Akara, disusul energi dingin yang muncul dari telapak tangannya. Membekukan dinding yang merambat mengarah ke kepala gadis itu."Temanku seorang Penempa tingkat lima, dia yang akan menjadi
Read more

158. Menambah Kekesalan

"Mmmmmm!" Gadis itu berteriak, namun tertahan oleh mulut Akara. Ia benar-benar melumatnya dengan buas, sambil menahan kedua tangan gadis itu di atas kepalanya menggunakan satu tangan. Tangan lainnya ia gunakan untuk memegangi dagu kecilnya, lalu satu kaki di antara kakinya. Posisi kakinya selain untuk mengunci dan menghindari tendangan, juga melemahkannya dengan menekan selangkangannya.Sambil terus berusaha memberontak, mata tajamnya perlahan-lahan mulai sayu. Pergerakan tubuhnya juga melemas, diikuti oleh menetesnya air mata di pipinya. Melihat mangsanya tak berdaya, Akara lalu melepaskan ciumannya. Gadis itu langsung terduduk lemas di lantai, dengan pandangannya yang rendah, menatap kepergian pemuda yang mencuri ciuman pertamanya.Baru beberapa langkah berjalan, ada kilatan petir tipis, namun bercabang memenuhi langit-langit kota. Listrik berwarna ungu cerah, disusul suara ledakan yang gemlegar. "Apa yang terjadi?" tanya Alan pada pemuda di depannya.
Read more

159. Seleksi yang Sulit

Auman dan rintihan kesakitan begitu memekikkan telinga, bahkan tidak sedikit yang teriris hatinya. Akan tetapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada satupun yang berinisiatif menolong, walau raut wajah mereka nampak begitu mengasihani. Ia terus di cambuk, bahkan sampai merobek membran sayapnya.Akara yang melihatnya langsung terbelalak, matanya melotot sangat kesal dan tanpa sadar energi dingin keluar dari tubuhnya. Mengetahui hal berbahaya itu, Alan dan Lemon langsung meraih tangannya dari kedua sisi."Bahaya! Jangan dilakukan!" bisik Alan dengan sedikit geram.Akara tidak menjawabnya, namun tubuhnya terus berontak hingga condong ke depan."Bersabarlah!" Kini giliran Lemon yang berbisik di telinganya. "Ingat tujuanmu! Kekuatanmu masih lemah! Apa kau lupa tentang gadismu!? Siapa yang akan menjemputnya!? Siapa juga yang akan membalaskan dendam ular raksasa itu!?" Akara lalu melemaskan tubuhnya, namun pandangannya tetap tertuju pad
Read more

160. Mulai Rusuh

Seleksi kompetisi menempa sudah dimulai, tidak hanya peserta dari dunia ini saja, namun dari berbagai dunia fana yang mengikutinya. Ada dua orang yang paling mencolok, aura alkemisnya yang membuat semua orang menatapnya dengan kagum. Aura yang bukan lagi pecahan pola unik, namun sudah menyatu membentuk lingkaran. "Dengan usia semuda itu mereka sudah bisa memadatkan aura alkemis tingkat lima!?""Itu tetaplah luar biasa walau mereka seorang abadi di ranah Asmaradana. Para master aura lainnya di ranah Gambuh saja belum tentu bisa memadatkan aura alkemis tingkat lima," sahut seseorang.Selain memiliki aura alkemis tingkat lima, mereka sama-sama menggunakan elemen Magma untuk menempa. Slamet Kopling, seorang pemuda bertubuh kekar yang merupakan murid langsung dari Yog Aren, raja kota Gnome. Di sisi lain ada Jarl Kalala, seorang pemuda berambut merah dengan tubuh atletisnya. Ia adalah peserta dari dunia Magna. Gerakan yang dilakukan keduanya saat ini menempa hampir sama. Tangan kiri merek
Read more

161. Tuan Putri?

"Tidak mungkin, anak itu!?" tetua satu terbelalak melihat cahaya ungu cerah yang muncul. "Ranahnya masih di tingkat Sinom, tidak mungkin itu aura alkemisnya asli," sahut tetua dua. Perkataan yang sama dilontarkan oleh Jarl Kalala kepada Slamet Kopling."Semoga saja," jawab Slamet Kopling yang masih ragu-ragu. Mereka melanjutkan menempa, namun murid dari Yog Aren itu masih tidak tenang. Pandangannya sempat kosong saat menempa senjata, hingga akhirnya tersadarkan oleh gelombang energi yang muncul dari arah Jarl Kalala. Pemuda itu telah berhasil menempa sebuah kampak dua sisi."Jarl Kalala berhasil menempa paling cepat! Senjata kampak level empat tingkat Kaisar!" seru tetua ketiga yang menjadi komentator.Beberapa peserta yang merasakan gelombang energi darinya jadi terdiam. Mereka sedang kesulitan, malah ternyata ada yang bisa berhasil dengan mudah. Fokus mereka sudah hilang saat mentalnya goyah, hingga akhirnya Slamet Kopling menyusul."Posisi kedua dimiliki oleh Slamet Kopling, sebua
Read more

162. Hari yang dinantikan

Hari yang dinantikan oleh para penempa telah dimulai. Master penempa dari berbagai dunia dan puluhan ribuan antusiasnya telah memenuhi tribun yang mengelilingi Altar penempa, tempat di mana Raja kota Gnome biasa melakukan latihan dan menempa. Altar dengan luberan magma di tengah-tengah layaknya mata air, kini sekitar tujuh peserta tersisa yang akan melakukan kompetisi. Mereka sudah berjejer mengelilingi Altar, dengan tungku pembakaran di depannya. Sedangkan para penonton ada di tribun yang mengelilingi Altar, dengan posisi yang lebih tinggi dan kawah magma yang menjadi batasnya. Seperempat tribun, memiliki posisi yang lebih tinggi, juga sekat pemisah dari tribun penonton biasa. Ada beberapa kursi besar layaknya singgasana yang berjejer, namun memiliki jarak satu meteran. Di kursi yang berada di tengah, ada seorang pria bertubuh besar dan kekar bernama Yog Aren. Raja kota Gnome duduk dengan santai dan di sampingnya ada gadis sebelumnya. Gadis yang Akara ambil ciuman pertama
Read more

163. Tidak ada lagi Esensi Magma

"Ada apa dengan peserta Agera!? Peserta lainnya sudah bergegas kembali, namun ia baru saja berjalan untuk mengambil bahan!" seru komentator saat Akara masih berjalan santai, berpapasan dengan peserta lainnya yang berlari. "Setelah cukup lama mengamati, apa yang akan ia ambil!?"Akara lalu mengambil sebuah batu yang membuat komentator terkejut. "Bahan tingkat Empat!? Slamet Kopling dan Jarl Kalala memaksimalkan potensinya dengan mengambil bahan tingkat Lima, apa yang terjadi dengannya hingga memilih bahan tingkat empat? Apakah dia akan menyerah sebelum berperang!?"Api telah berkobar di setiap tungku pembakaran, namun Akara masih berjalan santai. Ia bahkan melirik para peserta yang sudah mulai membakar bahan batunya. Saat sampai di tungku pembakarannya, ia melirik ke arah Slamet Kopling dan Jarl Kalala. Posisinya mereka bertiga yang jika ditarik garis lurus akan membentuk segitiga sama sisi.Komentator kembali mengomentari Akara yang sudah mulai b
Read more

164. Adu Aura Alkemis

Semburan magma terfokus pada bilah kampak besar di dalam tungku, lalu saking derasnya hingga membuatnya menyiprat. Cipratan magma panas yang menyebar setelah mengenai bilah, menghujani para peserta lainnya. "Orang gila!" Umpat para peserta sambil melambaikan salah satu tangan ke atas, menciptakan energi pelindung."Apa yang terjadi!? Slamet Kopling mulai membuat suasana kompetisi jadi memanas!" "Dasar! Kau mendahuluiku!" Jarl Kalala juga membuat segel tangan, kemudian muncul aliran magma yang dengan lembut mencuat ke atas dari kawah. Layaknya sungai langit milik Bento Besiah, namun ini berupa magma yang mengalir deras di udara. Masuk ke dalam tungku pembakaran dan membasuh bilah pedang yang ia buat, lalu keluar lagi dan ia arahkan pada Akara. "Rasakan!" gumam gadis berambut merah di tribun VIP, ia menahan diri untuk bersorak gembira karena identitasnya."Huh?" Pemuda berjaket hitam itu dengan santai mengibaskan satu tangannya, membuat
Read more

165. Siapakah paman Jade!?

Disaat mereka menatapnya dengan terbelalak, Akara hanya menaikkan salah satu ujung bibirnya. Ia tersenyum menyeringai, disusul oleh aliran energi yang mengalir di sekitarnya. "Apa yang terjadi!?" Aura Alkemis yang selalu ia sembunyikan, membuat para penonton mati penasaran. Sambaran listrik yang lebih besar daripada milik Jarl Kalala, membuat mereka menerka-nerka dengan yakin bahwa Akara memiliki aura Alkemis tingkat enam. Mereka tidak menebak lebih tinggi, karena Raja penempa saja baru sehari sebelumnya aura alkemisnya naik ke tingkat tujuh.Aliran energi yang masuk ke dalam bilah pedang milik Akara, membuat kedua lawannya tersadar dari keterkejutannya. Mereka juga menggunakan Aura Alkemisnya untuk mengalirkan energi alam ke dalam senjata tempaannya. Pukulan palu kembali mereka layangkan, hingga suara dentuman besi memenuhi altar penempa, dengan aliran energi yang terus mereka jaga kestabilannya."Mulai?" Jarl Kalala mengajak Slamet Kopling. Setelah dija
Read more

166. Pelatihan Tabu

Energi itu masuk ke dalam senjata, bergerak dan meninggalkan bekas layaknya ukiran di bilahnya. Kini Akara tidak lagi merasa tertekan oleh gravitasi dari aura lawannya. Malah kini mental kedua lawannya yang tertekan saat melihat reaksi Raja Penempa. "Ntah seperti apa teknikmu itu, namun tidak akan aku biarkan kau menginjak-injak harga diri guruku!" Slamet Kopling melakukan segel tangan, diikuti oleh Jarl Kalala yang meliriknya sekilas. Kini di atas mereka muncul lingkaran sihir, dengan aksen kotak-kotak dan warna merah kecoklatan milik Slamet Kopling, lalu warna merah menyala dengan aksen lembut yang berubah-ubah layak api milik Jarl Kalala. Tidak ada saling ganggu lagi, ketiganya hanya fokus pada senjata yang mereka tempa. Suara bising dentuman besi sekaligus gesekan energi dengan udara, memenuhi altar penempa, menyajikan keindahan warna dari aura dan lingkaran sihir mereka. Semuanya berjalan begitu lancar, hingga akhirnya ada embun es berwarna putih d
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
35
DMCA.com Protection Status