Home / Pernikahan / PETAKA SALAH POSTING / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of PETAKA SALAH POSTING: Chapter 31 - Chapter 40

58 Chapters

Bab 18 B

Seperti biasa, setelah menidurkan anak-anak, aku dan Namira ngobrol sebentar sebelum tidur. “Dik, Firman menawariku kerja.” Aku membuka pembicaraan.Mata Namira yang selama ini murung, seketika berbinar. “Kerja apa?” tanya Namira.“Firman punya proyek property, Dik. Dia minta Mas handle di daerah sini. Aku juga baru lihat besok. Gimana menurutmu?” tanyaku. Tak banyak informasi yang dapat kuberikan pada Namira. Lagi pula, Namira juga tak banyak bertanya. Selama ini, selama aku bekerja, dia juga tidak banyak bertanya tentang pekerjaan. Dan itu juga yang membuatku terlena. Tapi, mungkin kali ini Namira menunggu kejelasan pekerjaan dahulu. Toh, aku sudah lama berusaha, tak juga dapat kerja. Dia tak mau PHP, sebagaimana aku pun begitu.“Coba saja. Yang penting halal. Ingat, satu lagi….” Meski kalimatnya tidak diteruskan, aku mengerti maksudnya. Karena dia mengatakan dengan mata mendelik dan ujung jari telunjuk mengacung ke udara. “Insyaalloh, Mas sudah kapok, Dik!” sahutku. “Tidak u
Read more

Bab 19. A

Langkahku terhenti saat menyadari siapa yang sedang menunggu di ruang depan tempat penerima tamu kantor. “Ngapain kamu ke sini?” tanyaku sambil menatap tajam ke arahnya. Aku pikir, tadi tamu yang dijanjikan Firman, kalau ini sih, benar-benar tamuku.Ingatanku seolah kembali pada saat dia pagi-pagi melabrak istriku, sesaat setelah dia menerima surat pemecatan.Kenapa dia malah ke sini? Apa maunya? Apa dia mau menagih uang dariku lagi? Dari mana dia tahu aku ada di sini?Perempuan yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya itu mendongakkan kepala saat aku bertanya, tanpa menyebut namanya. Ia menatap ke arahku. Matanya membulat karena kaget. “Mas Reno!” pekiknya. Matanya mengerjap karena masih tak percaya memandangiku. Bahkan, mulutnya ikut ternganga. Duh, dia malah memanggilku "Mas", padahal itu adalah panggilan saat kami sedang berdua. Bukan panggilan saat di tempat kerja. “Aku tanya, ngapain kamu di sini?” Aku mengulangi pertanyaanku, sepelan mungkin sambil duduk di sofa yang berhad
Read more

Bab 19 B

“Ya, Mas?” Suara Namira menyentakkan lamunanku, yang sedari tadi mengamatinya menyisir rambut. Hal yang hampir tak pernah dilakukan dulu saat masih mengurus anak-anak tanpa pengasuh juga mengurus rumah tangga. Kalau pun sisiran, dulu hanya dilakukan sekenanya, asal rapi saja. Rambutnya akan cepat-cepat diikat, setelah bangun tidur. Kini, kulihat dia sedikit relax, meskipun mungkin lelah karena seharian bekerja. Tapi, wajahnya selalu lebih bercahaya, tidak kusam dan kumal.Sudah lama Namira tidak memanggilku dengan sebutan "Mas". Sejak peristiwa itu, dia lebih sering ber"kamu-kamu" padaku. Mendengar panggilan itu, rasanya seperti aku kembali ke masa-masa bahagia dahulu.“Sini…” ujarku sambil menepuk kasur di sebelahku. Sejak aku bekerja, meskipun belum gajian sekalipun, sikap Namira sudah sedikit melunak.Anak-anak kini sudah dititipkan di daycare pilihan Namira. Pengelolanya masih teman kuliahnya. Jadi Namira sangat percaya. Anak-anak pun sangat senang dititipkan di sana, karena
Read more

Bab 19 C

Dafa sudah naik di depan, sementara Dafi di selipkan antara aku dan Namira. Begitulah kesibukan kami setiap pagi. Jam setengah tujuh pagi aku dan Namira sudah berangkat mengantar anak-anak ke daycare. Kami membawa tas besar yang berisi perlengkapan anak-anak sampai sore. Nanti di sore hari sepulang kerja, kami menjemput mereka. Sejak mobil terjual, aku memang harus memulai kembali beraktifitas dengan motor, kendaraan roda dua, yang dulu kubelikan untuk Namira. Setelah mengantar anak-anak ke daycare, aku mengantar Namira ke stasiun. Dia ke kantor dengan kereta, sementara motor aku bawa bekerja. Jika aku lembur, Namira akan menjemput anak-anak dengan taksi online. Sembari di jalan, aku sering berfikir, mungkin ini cara Tuhan menegur keangkuhanku. Kesombonganku yang merasa sukses di usia muda. Dunia ini berputar. Jika kita tidak bersyukur, maka akan diambil kenikmatan itu dalam sekejap. Meskipun pagi yang terik kami berboncengan motor, tapi, aku merasa bahagia. Aku menikmati keber
Read more

Bab 20. A

Suasana romantis seketika lenyap, hanya gara-gara kelebatan bayangan seseorang.“Dik, aku tidak bohong. Itu hanya Vania sama Firman,” ujarku lirih.Namira menatap lagi ke arah tadi. Dia memastikan aku tidak membohonginya.Aku menarik nafas dalam-dalam. Betapa sulitnya mengembalikan kepercayaan yang pernah hilang!Namira menatapku sekilas, lalu mengangguk. Bibirnya sedikit ditarik ke belakang.Aku yakin, Namira kini sudah percaya. Dia sudah pernah bertemu dengan Vania. Tentu saja, dia masih ingat. Apalagi kalau dia juga sempat melihat foto-foto yang tak sengaja aku posting.“Tak percaya, kamu pernah menyukainya,” guman istriku dengan nada mengejek.Pelan, tapi aku dapat jelas mendengarnya. Untungnya, Dafa sibuk dengan makannya. Dan Dafi belum mengerti apa yang dikatakan bundanya.Aku hanya menunduk.Aku pun tak mengerti, kenapa bisa terjerat oleh Vania. Yang jelas, awalnya dia hanya stafku, sering lembur bareng, sering ke luar kota dinas bareng, kerjanya cepat, otaknya cerdas, idenya b
Read more

Bab 20. B

Seperti biasa, pagi-pagi Namira sudah sibuk. Aku berinisiatif membantunya. Kalau biasanya dia menyelesaikan semuanya, dan aku hanya mengurus diriku sendiri, hari ini aku ingin memulai hari yang berbeda. "Kak, mandi sama ayah ya!" tawarku pada si sulung yang sedang main di ruang tengah. Dia akan dimandikan setelah Namira selesai menyiapkan sarapan. "Hore! Mandi sama ayah!" Tak perlu menunggu lama, Dafa sudah berlari meninggalkan mainannya. "Ndi...Yah!" Tengah memandikan Dafa pintu kamar mandi ada yang menggedor-gedor. Suara bayi terdengar berterika-teriak dari luar. "Adik mau mandi juga itu sama ayah!" ujar Dafa yang badannya sedang aku sabuni itu menyahut. "Iya, gantian habis ini," sahutku. Tapi, suara di depan pintu tak juga berhenti, hingga kudengar Namira membujuk. "Nah, kan. Adik nangis, Yah. Ayo buruan. Kasihan bunda!" Aku tersenyum getir. Dafa saja bisa kasihan pada Bundanya, sementara, selama ini aku ngapain aja? Aku membungkus Dafa dengan handuknya dan mengaj
Read more

Bab 20 C

Lokasi stasiun dan kantorku tak terlalu jauh. Sebagai orang kepercayaan bos, sebenarnya aku bisa datang kapan saja. Tapi, buat apa aku datang siang, jika sejak pagi aku sudah siap? “Kamu sekarang naik motor, Mas?” Aku tahu siapa yang berkomentar itu. Sudah aku minta ralat dengan panggilan "Pak", tetap saja dia menyematkan panggilan "Mas". Apa maunya? Rupanya Vania melihatku sedang memarkir motor karena dia sudah datang terlebih dahulu. Hari ini, jadwal kami meninjau proyek karena ada klien yang ingin langsung melihat lokasi. Mobil operasional juga sudah disiapkan oleh Dimas di parkiran. Mereka hanya tinggal menunggu. “Iya,” jawabku singkat. Tak ada lagi yang ingin kujelaskan padanya. Meskipun dia kembali menjadi asistenku, tapi aku kini bersikap untuk menjaga jarak padanya. Biarlah dia menyangka aku kere dan tidak kuat mentraktirnya seperti dulu, karena memang kenyataannya demikian. Kini, dia lebih memilih mendekat ke Firman yang dompetnya lebih tebal. Aku baru menyadari ka
Read more

Bab 21A

Reno segera melajukan motornya ke RS yamg disebutkan oleh penelpon tadi. Itu adalah RS yang terdekat dari stasiun. Hari sudah mulai gelap. Reno tak meyangka kalau Namira justru di rumah sakit. Dalam hati Reno berharap tidak terjadi hal yang mengkhawatirkan pada Namira. Benak Reno tak hanya memikirkan keselamatan istrinya, namun juga masa depan keluarganya. Apa yang terjadi jika Namira kenapa-napa. Bagaimana dengan anak-anak yang masih kecil-kecil. Usai memarkir motornya, setengah berlari Reno segera menuju ruang IGD sesuai yang disebutkan penelpon tadi. “Keluarga pasien atas nama Namira, ya Pak?” suster berbaju putih-putih itu menyapa Reno yang datang tergopoh-gopoh. Rupanya, hanya Namira yang masuk IGD sore itu. Jadi, tak sulit bagi sang suster untuk menebaknya. Reno mengikuti langkah suster itu. Dengan perasaan cemas. Bahkan untuk bertanya pada suster saja, bibirnya terasa kelu. Reno sedikit bernafas lega saat melihat Namira yang terbaring di salah satu brankar di ruamg IGD.
Read more

Bab 21 B

Mendengar pertanyaan Dafa, Reno terharu. Reno baru menyadari, kalau ia memiliki anak yang begitu pintarnya. Bahkan, dia tak pernah mengajarkan apapun pada anak-anak. Pasti itu semua karena Namira yang telaten mengajarkannya. “Kata nenek, Dafa mau punya adik lagi, ya, yah?” Mata Reno membulat. Ia lalu menatap ke Namira. Bagaimana mertuanya bisa sudah tahu sebelum dirinya?Namira tersenyum simpul. “Kamu sudah kasih tahu Ibu? Ibu sudah tahu kalau kamu hamil? Kamu sudah tahu kalau hamil sebelum ke rumah sakit tadi?” Reno memberondong pertanyaan. Tapi, Namira hanya membalasnya dengan senyuman.Setelah mandi, bersih-bersih dan makan malam, Namira sudah disuruh berbaring di kamar oleh Reno. Kali ini, Reno tidak seperti saat Namira hamil pertama dan kedua, yang tak peduli.Dahulu, Reno tak pernah memedulikan keluhan Namira. Tapi kini, semua sudah berubah. Reno tampak lebih cemas dan khawatir. Lebih-lebih, kejadian di stasiun tadi mengajarkan arti sebuah kehilangan. Betapa cemasnya ia akan
Read more

Bab 22A

“Pak Haris? Ada apa?” Namira tergopoh-gopoh keluar setelah mengintip bahwa tamunya adalah atasannya. Mulut Reno mencebik. benaknya berbicara, ini hanyalah drama. Bola matanya ke kanan dan ke kiri menatap Namira dan Haris bergantian.Untung Namira tidak sempat dandan. Hanya pakai bergo yang biasa dia gantungkan di dapur. Aman, batin Reno sambil menatap penampilan istrinya. “Tadi Maysa bilang kalau kamu ngga masuk karena sakit. Jadi, sekalian aku mampir mau ngasih ini.” Tangan Haris mengangsurkan tas jinjingnya pada Namira. Lalu berkata lagi,” boleh aku masuk? Ada yang ingin aku sampaikan...” lanjut Haris. Reno mendengus. Sudah tahu nggak dipersilahkan, masih ngebet pengen masuk, umpat Reno dalam hati. Reno memang hanya sengaja membuka sedikit celah pintunya, tanpa mempersilahkan, hingga Namira datang menghampiri. Buru-buru Namira menyenggol lengan Reno agar mempersilahkan atasannya masuk. Lagi pula, atasannya juga sudah berjasa membeli mobilnya saat mereka terjerat cicilan. Ngga e
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status