Home / Romansa / Aku Jadikan Kau Ratu / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Aku Jadikan Kau Ratu: Chapter 51 - Chapter 60

87 Chapters

Jadi Pawang

Jam delapan malam Darren sudah tiba di rumah utama. Ia merasa heran karena ada beberapa koper di teras. "Loh, Anda mau ke mana?" tanya Darren kepada Sadewo. Sadewo tersenyum. "Ini bukan rumah ayah lagi, Nak. Ini rumahmu. Ayah akan tinggal di apartemen saja."Darren bergeming. Dalam hatinya bermonolog, "Ternyata ia benar-benar memenuhi janjinya.""Ayah berangkat, ya." Sadewo menepuk pundak Darren, yang berhasil membuat Darren terperanjat. "Tetaplah di sini," pinta Darren. "Ajak ibumu tinggal di sini. Kalau Ayah tetap di sini, mana mau dia ke sini. Iya, kan?"Darren mengatakan bahwa Rossi tidak akan pernah mau untuk tinggal di rumah utama. Ibunya itu pasti lebih memilih tinggal di desa mengurus toko kue miliknya. "Mau atau tidak mau ibumu ke sini, Ayah tetap akan tinggal apartemen. Kebetulan, lokasinya dekat dengan beberapa lokasi usaha Ayah."Mendengar kata 'usaha', Darren pun bertanya kepada Sadewo perihal biaya hidup karena hampir semua harta Sadewo sudah ada di tangan Darren.
Read more

Permintaan Olivia

Tiga bulan sudah berlalu. Hakim pun sudah memutuskan bahwa Sadewo dan Olivia sudah resmi bercerai.Selama tiga bulan itu pula Darren belum menemui Thalita di rumah sakit. Dirinya hanya bertanya kabar kepada Reyhan melalui sambungan telepon dan melalui Abimanyu di kantor. Ya, Darren meminta Abimanyu untuk menjadi direktur marketing. Keputusan Darren itu tentu saja menuai penolakan dari Sadewo. Akan tetapi, Sadewo hanya bisa pasrah karena keputusan sepenuhnya ada di tangan Darren. Bukan tanpa alasan Darren mempekerjakan Abimanyu. Selain kinerjanya yang bagus, pun ayah dari Thalita itu memang membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Schedule Darren benar-benar padat. Mulai dari mempersiapkan dua proyek terbaru, yakni membangun hotel bintang lima di Bali, serta restoran di lima kota besar yang ada di Indonesia sebagai investasi pribadinya. Pagi itu Darren baru saja selesai memimpin rapat. Roni --sang asisten memberitahukan bahwa sang atasan kedatangan seorang tamu. "Siapa, R
Read more

Sehari Bersama Thalita

Setelah kepergian Olivia, Darren dan Abimanyu membahas data Marketing yang tentu saja berhubungan dengan orang-orang Purchasing. "Maaf, sudah berani menyuruh Om mengecek dokumen ini," kata Darren. "Tidak apa-apa, memang ini sudah tugas saya, Tuan."Darren mengernyit. Ia komplain karena Abimanyu memanggilnya tuan. "Panggil Ge saja, Om. Biar akrab." Darren terkekeh-kekeh. Abimanyu tersenyum. "Baiklah, Ge.""Lalu, bagaimana hasilnya? Apa benar dugaan Ge selama ini?"Abimanyu menghela napas panjang. "Ya. Entah mereka bermain seperti ini dari kapan. Yang jelas, yg paling bermasalah adalah atasan mereka yang sudah memberi tanda tangan. Dan orang itu adalah Bagas. Bagas ini Om pikir asal tanda tangan tanpa membaca. Tapi, masa iya dia tidak membaca?""Bisa jadi, Om."Darren menceritakan pengalamannya selama bekerja dahulu."Dia lebih fokus pada masalah wanita!"Mendengar hal itu, membuat Abimanyu kembali disergap rasa bersalah, malu, dan menyesal. Senyum samar terlihat jelas di bibirnya,
Read more

Bebasnya Bagas dan Helena

Di perjalanan, Darren disuguhkan dengan antrean berbagai kendaraan. Lolongan klakson saling bersahutan seakan-akan berteriak agar kemacetan segera terurai. Darren membuka kaca, kemudian bertanya kepada seorang pengamen jalanan. "Dek, ada apa di depan?""Di sana ada tabrakan beruntun, Tuan," jawab sang pengamen sambil menunjuk. "Sudah lama?""Belum, Tuan. Polisi saja belum datang."Sayup terdengar jeritan orang-orang membuat Darren bergidik ngeri. Setelah berucap terima kasih dan memberi beberapa lembar uang kepada pengamen itu, Darren menutup kaca. Matanya melihat ke belakang melalui kaca spion. "Astaga! Kejebak, deh. Gak bisa maju mundur."Lolongan sirine dari mobil polisi dan ambulan menambah tegang suasana kala itu. Dalam hati, Darren berharap semoga tidak ada para karyawannya yang menjadi korban. Seketika dirinya ingat Rossi. Gegas ia mengusap layar ponselnya yang memang ia simpan di atas dasbor. "Astaga! Angkat Bu!" ucap Darren panik karena Rossi tak kunjung menerima panggila
Read more

Rencana Bagas dan Helena

Malam menjelang. Helena mengendap memastikan jika Olivia sudah tertidur. Pintu yang tidak terkunci tentu saja memudahkan dirinya untuk masuk. Setelah dirasa aman, Helena kembali ke luar. Tok tok tok! Helena mengetuk pintu kamar Bagas. "Ck! Masa jam segini udah tidur?" Helena merasa kesal karena Bagas tak kunjung membukakan pintu. Lagi, Helena mengetuk pintu lebih kencang. "Apa, sih?!" tanya Bagas kesal saat membuka pintu. Helena nyelonong masuk. "Ke luar!"Bukannya ke luar, Helena justru merebahkan diri di kasur. "Lena tau apa yang akan Anda lakukan, Tuan," ledek Helena. "Hallaahh! Sok tau!"Hening. "Lena gak mau hidup susah!"Bagas tersenyum sinis. "Lalu?""Pokoknya, Lena pastikan Darren jatuh dalam pelukan Lena!""Sudah kuduga!"Helena terkekeh-kekeh. Pun dengan Bagas yang mengatakan bahwa dirinya akan menemui Sadewo untuk meminta keadilan. Adik kakak itu akan menggunakan waktu selama tujuh hari sebaik-baiknya. ***Pagi itu Bagas dan Helena mengantar Olivia ke bandara.
Read more

Menuntut Hak

Rumah megah bak istana sudah di depan mata. Mobil hitam nan mewah pun sudah memasuki gerbang. Darren bergegas turun. Kaki jenjangnya melangkah tegas menuju rumah. Tempat pertama yang Darren tuju tentu saja kamarnya. Baru saja merebahkan diri, terdengar suara ketukan pintu. "Masuk saja, tidak dikunci," ujarnya. Darren merubah posisinya menjadi duduk setelah tahu siapa yang menemuinya. "Bagas beneran datang ke kantor?" tanya Sadewo. "Iya. Meminta yang tentu saja menurutnya adalah sebagai haknya.""Tolong pertahankan apa pun yang terjadi.""Baiklah, tenang saja.""Ayah bertanya boleh?"Darren mengangguk. "Silakan!""Bagaimana kalau Ayah kembali bersama ibumu?"Darren tersenyum tipis. Ia menjawab jika keputusan itu sudah pasti ada di tangan Rossi."Aku bukan anak kecil yang harus dibujuk rayu agar menerima pinangan seseorang kepada ibunya. Itu urusan kalian.""Intinya setuju?""Kalau ibu bahagia, aku pun turut. Tapi, yang menjadi pertanyaan, apakah ibu mau?"Mendengar pertanyaan demi
Read more

Keberhasilan Bagas

Tak lama setelah mengakhiri pembicaraan dengan Bagas, dua orang direktur berikut bawahan mereka masuk ke ruangan Darren. Mereka menundukkan kepala, tak berkutik.Darren paham betul dengan sikap mereka. Ia menghubungi Abimanyu dan kepala HRD agar segera ke ruangannya. Pun kedua polisi yang sedari tadi berada di luar. Tak lupa meminta Bagas untuk turut hadir. "Baiklah, semua sudah berkumpul. Sejujurnya saya tidak mau hal seperti ini terjadi. Saya tahu, istri atau orang tua Anda semua pasti kecewa. Pun mungkin saja hati Anda semua saat ini menyimpan dendam kepada saya," ujar Darren. Darren meminta semua menyebutkan peran masing-masing. Bahkan salah satu diantara mereka mengatakan jika dirinya tidak dapat mengembalikan uang tersebut karena sudah ia kirimkan kepada ibunya di desa. "Saya siap ditahan, Tuan," ucapnya sambil mengulurkan kedua tangan siap untuk diborgol.Batin Darren berkecamuk. Sungguh miris. Ia sendiri merasakan bagaimana hidup kekurangan. Akan tetapi, menyelewengkan uang
Read more

Kesempatan Untuk Bagas

Di balik kemudi, Darren menghubungi Sadewo. Ia memastikan keberadaan sang ayah. "Ayah masih di rumah. Sebentar lagi akan pergi. Ada apa?""Tunggu! Ada hal penting yang harus dibicarakan.""Baiklah. Ayah tunggu."Darren mengakhiri panggilan. Mobil pun ia pacu dengan kecepatan tinggi. Mobil milik Darren sudah terparkir di garasi rumah utama. Gegas ia turun dan menemui Sadewo. "Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Sadewo penasaran. Darren duduk di sofa. "Bagas datang ke kantor. Tepatnya saat kita melaksanakan rapat.""Lalu?""Dia membawa surat kepemilikan perusahaan. Di sana jelas tertulis bahwa pemilik perusahaan adalah Bagas, lengkap dengan tanda tangan pemberi waris.""Apa?!" Sadewo tercengang sambil memegang dadanya. Rasa sakit menyerang. "Tidak! Tidak mungkin! Ayah tidak pernah menandatangani. Jangankan menandatangani, membuat suratnya saja tidak pernah!""Ayah! Ayah tenang dulu!" Darren menenangkan Sadewo dan menjelaskan perihal kebenaran surat itu. "Ge punya bukti jika surat
Read more

Kemunduran Bagas

Hari demi hari kesehatan Rossi berangsur membaik. Wanita paruh baya itu menyibukkan diri di dapur. Ia kekeh ingin menyiapkan sarapan untuk putranya. "Kenapa sepagi ini ada di sini?" tanya Sadewo. "Maaf, sudah berani memakai dapur punya Mas," ujar Rossi. "Emm ... maksud Mas bukan itu. Tapi, harusnya kamu istirahat. Biarkan bibi yang memasak.""Aku sudah terbiasa. Sudah lama juga tidak membuatkan masakan kesukaan putraku."Sadewo hanya menghela napas. "Bi, tolong buatkan saya nasi goreng!" titah Sadewo kepada pembantunya. "Baik, Tuan."Sadewo pergi meninggalkan dapur. Seiring dengan kepergiannya, Rossi mengatakan kepada sang pembantu agar dirinya saja yang membuatkan nasi goreng untuk Sadewo. Ucapan Rossi samar terdengar oleh Sadewo. Senyum pun terukir lebar. Aneka menu sudah terhidang di meja makan. "Bi, tolong panggilkan Tuan. Biar saya yang panggil Darren," kata Rossi. "Baik, Nya."Tok tok tok! Rossi mengetuk pintu seraya memanggil Darren. "Ge, sarapan sudah siap!"Selang be
Read more

Balas Dendam

Di apartemen, Helena sedang asyik menghubungi Olivia. Gadis itu bercerita perihal sang kakak yang sudah menjadi pemilik perusahaan. "Apa?! Apa yang sudah kakakmu lakukan, Lena?katakan!""Ka-kalau itu, Lena tidak tau, Mi.""Jangan bohong! Selama ini kalian selalu bersekongkol!""Mi, come on! Kita seperti ini juga ikutin Mami!""Jaga mulutmu!"Brak! Pintu kamar Helena terbuka dengan kencang. "Astaga!" Helena kaget. "Mi, sepertinya Kak Bagas ada masalah," ucapnya pelan. Helena menaruh ponsel tanpa mematikannya. "Kenapa, sih?" tanya Helena kepada Bagas. Napas Bagas memburu. Rahangnya mengeras. "Bangsat! Darren dan Sadewo sudah mempermalukan aku di hadapan para investor!""Maksudnya?""Perkara tanda tangan palsu Sadewo yang sudah aku palsukan itu!""Di surat kepemilikan perusahaan itu?" Helena memastikan.Bagas mendengkus. "Ck! Di mana lagi? Banyak tanya!"Helena menepuk bantal. "Jadi, kita miskin lagi, dong?"Seketika mata Helena membola, mengingat sesuatu. Q"Uang yang sudah Kakak
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status