Semua Bab Aku Jadikan Kau Ratu: Bab 1 - Bab 10

87 Bab

Bagai Bumi dan Langit

Seorang pria tampan duduk termangu menatap ponsel. Foto seorang wanita paruh baya tampak memenuhi layar. Jarinya mengusap seolah-olah mengelus pipi. Ya, dialah Darren Gerald atau yang senang dipanggil 'Ge' --pria berusia dua puluh lima tahun itu tengah dirundung rindu kepada wanita cantik yang telah melahirkannya. Bagaimana tidak? Sembilan tahun yang lalu, Darren pergi ke luar negeri untuk menuntut ilmu meninggalkan ibunya seorang diri. Seharusnya ia pulang satu tahun yang lalu, tetapi terhalang oleh ongkos yang terbilang mahal. Bekerja sebagai montir ternyata tidak cukup dimana uang yang didapat ia gunakan untuk keperluan sehari-hari dan dikirim kepada ibunya. Nomor kontak yang bertuliskan 'My Mom' pun ia tekan. Terhubung. Saling menyapa satu sama lain mengawali percakapan antara ibu dan anak itu. "Maaf, Bu, Ge belum bisa pulang. Nanti kalau uangnya sudah cukup, Ge cepet-cepet pulang, kok," kata Darren pada sambungan telepon."Iya, Nak, tidak apa-apa. Lebih baik uangmu simpan, ja
Baca selengkapnya

Cemburu

Hangat sinar mentari pagi berhasil masuk ke dalam kamar tatkala jendela terbuka lebar. Tangan kanan menggeliat seiring dengan tangan kiri yang menutup mulut karena menguap. Dialah Darren. Sudah menjadi kebiasaan bagi dirinya ketika bangun tidur, berdiri tepat di balik jendela kaca sambil menatap lalu-lalang kendaraan. Tok tok tok! Suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. "Sebentar!" seru Darren sambil melangkah untuk membuka. "Eh, pagi, Bang?" sapanya. "Tumben ke sini, ada apa?""Boleh bicara sebentar?" Dialah Reyhan --seorang dokter sekaligus pemilik bengkel. Darren mengangguk dan mengikuti langkah Reyhan. Mereka duduk di sofa saling berhadapan. "Sepertinya serius. Ada apa?" tanya Darren lagi. Reyhan mengatakan jika dirinya akan pindah ke Indonesia. Ayahnya meminta agar Reyhan memegang rumah sakit milik keluarga. "Lalu, siapa yang megang bengkel ini, Bang?"Sesungguhnya Reyhan menginginkan Darren yang mengambil kendali. Selain jujur, kinerja Darren patut diacungi jempol
Baca selengkapnya

Janji Darren

Keputusan sudah bulat. Darren akan kembali ke tanah air bersama Thalita. Dua koper besar siap masuk bagasi mobil, tetapi Darren terus menatap ke arah bengkel. Tempat itulah yang mempertemukannya dengan Thalita. Saat itu Thalita datang mengantar temannya untuk memperbaiki motor. Diamnya Thalita justru menarik perhatian Darren daripada temannya yang terkesan ganjen, menurutnya. Modus teman Thalita yang datang setiap hari dengan dalih motor atau mobilnya yang rusak justru menumbuhkan benih-benih cinta antara Darren dan Thalita. Kisah cinta pun terjalin. Namun, kisah itu akan berakhir di tempat yang sama pula, pikir Darren. "Mau ke mana?" tanya Bagas saat melihat Thalita membuka pintu mobil. "Ck! Mau samperin Kak Ge!"Suara sepatu yang beradu dengan lantai memecah lamunan Darren. "Kak, ada apa?" tanya Thalita. Darren menoleh, lalu mengembuskan napas kasar. "Tempat ini menjadi kenangan terindah sekaligus memilukan buat Kakak."Thalita mengernyit. "Maksudnya?"Darren tersenyum, kemudia
Baca selengkapnya

Kartu As-mu Ada Padaku!

Berkemeja putih dan celana panjang hitam. Darren turun dari taksi yang terparkir di loby sebuah gedung. Matanya menyusuri sekeliling dengan tatapan penuh kagum. Ya, Darren tiba di sebuah perusahaan besar yang Thalita tunjukkan. Rasa grogi menyelimuti tatkala langkahnya tiba di meja resepsionis."Pagi, Mbak," sapa Darren.Senyum ramah dan balasan sapaan pun Darren dapatkan dari sang resepsionis. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?""Bisa bertemu dengan Tuan Bagas?""Sudah membuat janji?""Tentu.""Anda Darren Gerald?""Iya, Mbak.""Silakan langsung saja. Tuan Bagas sudah menunggu." Sang resepsionis menunjukkan arah ruangan Bagas, dimana anak pemilik perusahaan itu berada di lantai tujuh.Tiba di lantai tujuh, Darren disuguhkan dengan banyaknya pelamar. Duduk menunggu panggilan untuk interview tentu saja pengalaman kali pertama baginya. Meskipun Thalita menjamin dirinya akan diterima, tetap saja Darren merasa grogi. Setelah sekian lama menunggu, tiba saatnya Darren masuk ke dalam ruangan
Baca selengkapnya

Bawa Aku Pergi

Memakai jas dan dasi, duduk di kursi empuk, serta mendapatkan gaji yang cukup besar, memanglah impian Darren sedari dulu. Kini, impian itu terwujud. Ia akan menggunakan kesempatan sebaik mungkin, walaupun ada misi tertentu dibalik itu. Dihari kedua, semangatnya kian bertambah karena Thalita akan datang. Pagi itu Darren sedang mematut di depan cermin sambil merapikan rambut. "Ganteng juga," gumamnya, kemudian ia terkekeh-kekeh. "Kayaknya lebih cocok jadi manager, deh, daripada asisten," celetuknya lagi. Ponsel berdering mengalihkan perhatiannya. "Ibu!" ucapnya saat tahu siapa yang menelepon. "Halo, Bu.""Kamu di mana, Nak? Kenapa tidak pulang?"Darren meminta maaf karena belum mengabari Rossi perihal pekerjaannya. Semalam, dirinya kerja lembur dan mencari tempat kos hingga larut."Syukurlah, Nak. Maaf, Ibu juga baru menghubungimu. Ibu sibuk menerima pesanan. Oh, ya, kamu kerja di kantor?""Iya, Bu. Tepatnya di PT. Aji Sadewo Grup, perusahaan terbesar yang ada di ibu kota. Ibu sena
Baca selengkapnya

Hasutan Helena

Sepulang Thalita dari kosan hingga malam menjelang, Darren hanya diam. Ia tidak rela jika Thalita jatuh ke tangan pria seperti Bagas. Namun, apalah daya? Secara karir dan harta ia kalah saing.Mata sipit itu melihat jam di dinding. Sudah jam dua dini hari. Darren memaksakan diri untuk tidur. Tepat pukul tujuh pagi, Darren terbangun dan bersiap untuk ke kantor. ***Tiba di kantor, Darren dikejutkan dengan hadirnya Helena. Gadis itu sedang duduk cantik di kursi kebesaran Darren. "Sedang apa kau di sini, Nona?""Menunggu kamu, Tampan," jawabnya santai sambil memutar kursi yang ia duduki ke kiri dan kanan. Darren bersikap acuh. Ia menyimpan tasnya di atas meja, menggulung kemejanya sebatas sikut, kemudian membawa tablet serta laptop dan duduk di sofa. Penampilan Darren seperti itu justru membuat Helena semakin jatuh hati. "Sebaiknya jauhi Thalita!" seru Helena, membuat Darren melihat ke arahnya. Darren menghela napas. "Jika maksud kedatangan Anda ke sini hanya untuk mengatakan itu,
Baca selengkapnya

Pengakuan Thalita

Jam kerja kantor sudah usai. Pun dengan data pengeluaran sudah selesai Darren cek. Sementara, ia mengesampingkan perkara tersebut karena itu menyangkut masalah Bagas. Penting baginya adalah perkara Thalita. Sore itu langit tampak gelap karena awan hitam bergelayut manja di sana. Tidak lama kemudian, angin kencang membawa bulir-bulir air hujan menabrak jendela kaca dimana Darren tengah berdiri. Mau tidak mau membuat dirinya tertahan di kantor. Pria itu bergeming, menatap lekat setiap tetesan hujan yang turun seolah-olah merenungi nasib percintaannya yang akan berujung tangis. "Tidak! Hujan adalah rezeki yang Tuhan turunkan. Tak patut aku samakan dengan nasibku," gumamnya. Hujan sudah reda, Darren pun meninggalkan kantor. ***Kaki jenjang Darren menapaki gang sempit, melewati kubangan-kubangan kecil di sekitar. Langkahnya kian cepat karena langit kembali menurunkan hujan. Tiba di kosan, Darren bergegas membuka pakaiannya yang basah. Ponsel yang ia simpan di atas meja berdentang p
Baca selengkapnya

Nasib Marisa

Pagi menjelang. Tepat pukul 07:30 WIB, Darren sudah tiba di loby kantor. Perusahaan yang bergerak dalam bidang properti itu banyak dipenuhi karangan bunga serta karpet merah menjadi alas di tangga depan. "Pagi, Mbak," sapa Darren kepada resepsionis. "Mau ada acara apa?""Loh, memangnya Tuan Bagas tidak memberitahu Anda?".Darren mengernyit. "Tidak. Ada apa memangnya?""Penyambutan Tuan Sadewo, pemilik perusahaan ini. Setelah dua tahun di negeri orang mengurus bisnis, hari ini beliau kembali."Darren mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh. Jadi, selama beliau tidak ada, siapa yang memegang kendali?""Tentu saja orang kepercayaannya.""Kenapa tidak putranya?"Sang resepsionis hanya mengangkat kedua pundaknya tertanda tidak tahu. "Mari, kita berbaris, Tuan."Semua petinggi berjajar dari mulai tangga masuk sampai ke dalam loby. Selang beberapa menit, mobil hitam nan mewah datang. Dialah Sadewo dan Bagas. "Selamat datang kembali, Tuan.""Lama tidak berjumpa, Tuan.""Apa kabar, Tuan?"Berb
Baca selengkapnya

Peluang Emas

Sepeninggal Marisa, Sadewo memberondong Bagas dengan berbagai pertanyaan mengenai dokumen. Walhasil, jawaban Bagas tidak sesuai dengan hasil revisi. "Kapan kau bekerja dengan serius, hah?!" bentak Sadewo. "Lihatlah asistenmu! Dia lebih pintar darimu bahkan dialah yang lebih cocok menjadi seorang manager!"Bagas bergeming. Rahangnya mengeras sambil menatap tajam ke arah Darren. Hal yang paling Bagas benci sedari kecil kembali menyapa. Dimana Sadewo selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Tanpa kata, Bagas berlalu. Pun dengan Darren yang berpamitan untuk kembali bekerja.Menuruni beberapa anak tangga dan melewati lorong menuju ruangan. Dari kejauhan, Darren melihat pria yang mengaku berhubungan dengan Marisa itu masuk ke dalam ruangan Bagas. Langkah Darren terhenti saat melewati ruangan itu. Terdengar suara pecahan kaca. Mungkin Bagas melempar barang, pikirnya. Lagi, pintu yang tidak tertutup rapat membuat Darren dengan leluasa menguping. "Darren sialan! Awas saja kau!" teria
Baca selengkapnya

Kepercayaan Sadewo

Darren dan Sadewo sudah kembali ke kantor. Baru saja masuk ruangan, ponsel Sadewo berdering. Rupanya Abimanyu menghubungi perihal foto tak senonoh itu. Abimanyu mengatakan jika Bagas berhasil meyakinkan dirinya. "Bagas datang ke sana?" tanya Sadewo. "Iya, tadi dia ke sini dengan pacarnya Marisa," jawab Abimanyu. "Putramu berhasil membuktikan jika dirinya tidak bersalah. Jadi, perjodohan tetap berlanjut," sambung Abimanyu. "Tentu. Semoga ke depannya tidak ada lagi masalah.""Sepertinya kita harus hati-hati dengan pemuda bernama Darren."Mendengar nama Darren membuat Sadewo mengernyit. "Darren?""Iya. Asisten Bagas."Abimanyu juga mengatakan bahwa Bagas mencurigai Darren. Sikap Thalita berubah setelah putrinya itu mengenal Darren sewaktu kuliah di luar negeri. Abimanyu meyakini jika Darren akan merusak hubungan Bagas dan Thalita."Bisa jadi si Darren itu mendekati putriku karena harta.""Tidak mungkin," sanggah Sadewo."Aku lihat anak itu baik, bahkan aku mempercayakan dia untuk mem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status