Home / Romansa / Aku Jadikan Kau Ratu / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Aku Jadikan Kau Ratu: Chapter 31 - Chapter 40

87 Chapters

Kemarahan Abimanyu

Setelah menyelesaikan administrasi, Rossi dengan setia menunggu di luar ruang operasi. Tidak ada sanak saudara yang menemani karena memang ia hanya hidup berdua dengan Darren. Lantunan doa tak henti Rossi panjatkan. "Maaf, Nyonya, ini barang milik Tuan Darren," kata salah seorang perawat. Rossi menerima dua koper dan ponsel, lalu berkata, "Terima kasih."Tanpa dikomando, derai air mata membasahi pipi. Rossi mengusap air matanya saat melihat lampu ruang operasi mati. Wanita paruh baya itu berdiri di dekat pintu menunggu dokter ke luar.Tidak berselang lama, seorang dokter ke luar dengan memberikan keterangan pasiennya. "Bagaimana putra saya, Dok?" tanya Rossi. "Operasinya lancar. Hanya saja ...""Kenapa, Dok?""Pasien mengalami koma."Tubuh Rossi lemas dan ambruk ke lantai. Sang dokter dibantu oleh seorang suster memapah Rossi duduk di kursi. Dokter itu mengatakan jika Darren masih dalam pengawasan dan ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhan Darren. Rossi mulai tenan
Read more

Penyesalan Abimanyu

Tiba di rumah, Thalita dipapah menuju kamarnya. "Di mana yang sakit sayang?" tanya Angelina. Menggeleng. Itulah jawaban Thalita. "Ya, sudah, kamu istirahat dulu saja, ya. Mama temani tidur di sini nanti."Lagi, Thalita hanya mengangguk, lalu merebahkan diri di kasur bergulung selimut tebal kesayangannya. Angelina meninggalkan kamar putrinya. Ia hendak ke kamarnya untuk mengganti pakaian."Bagaimana Thalita?" tanya Abimanyu. Angelina diam seribu bahasa. Abimanyu tidak menyerah. Ia mengikuti ke mana istrinya pergi. "Mama masih marah?"Angelina lagi-lagi diam. Ia mempercepat kegiatannya mulai berganti pakaian, kemudian menghapus make-up. "Aku bicara denganmu, Angelina!"Angelina menatap tajam suaminya, lalu berkata, "Masih mau memaksakan kehendakmu? Masih mau tidak menghargai pendapat istri? Masih mau mempertahankan harta dibanding darah dagingmu sendiri? Kamu itu egois!"Abimanyu terdiam. "Sudah aku katakan kemarin, bukan? Lebih baik tidak mempunyai suami sepertimu!"Angelina p
Read more

Penangkapan Bagas

Keesokan harinya, Abimanyu melaporkan Bagas ke kantor polisi. Ia akan menggunakan bukti visum untuk memperkuat. "Baik, saya akan memerintahkan tim penyidik untuk meminta pihak rumah sakit melakukan visum terhadap putri Anda.""Terima kasih, Pak," ucap Abimanyu. Ia pun menjelaskan keadaan Thalita semalam dan mengatakan bahwa posisi Thalita sudah berada di rumah sakit karena kondisinya itu. "Oh, di rumah sakit mana?" tanya polisi. Abimanyu mengatakan jika Thalita masuk di salah satu rumah sakit terbesar di ibu kota. "Baik. Tim kami akan secepatnya merapat."Abimanyu pamit undur diri. ***Di rumah sakit, Thalita memaksa untuk pulang karena menurutnya dirinya dalam keadaan baik-baik saja. "Tidak, Nak. Mama ingin kamu melewati serangkaian pemeriksaan," kata Angelina. "Tapi, Ma ...""Tidak ada tapi-tapian!"Thalita tidak bisa berbuat apa-apa. Dirinya pasrah mengikuti kehendak Angelina."Dulu, kamu bilang akan belajar mencintai Bagas. Apa sekarang cinta itu sudah datang kembali?" tan
Read more

Gugatan Cerai

Di kantor polisi, Sadewo serta Olivia mendampingi Bagas. Pun dengan pengacara Bagas. Status Bagas sudah menjadi tersangka. Dari hasil visum sudah jelas bisa disimpulkan. Kepada pihak berwajib, Bagas menjawab semua pertanyaan tanpa berkelit. Sungguh enggan baginya hidup di balik jeruji. Membayangkannya saja tidak mau. Orang tua Bagas meminta waktu untuk berbicara dengan putranya. "Astaga! Mami tidak peduli kamu gonta-ganti wanita. Tapi, melakukan kekerasan terhadap wanita, jelas Mami mengutuknya! Apa kamu tidak sadar, hah? Kamu punya adik perempuan. Bagaimana jika itu menimpa adikmu?"Bagas mengusap wajahnya kasar. "Ya, gak tau, Mi. Yang jelas ada kepuasan sendiri buat aku ketika Thalita merasa kesakitan."Sadewo menggeleng. "Sakit! Kau itu sakit, anak bodoh!""Tidak bisakah kau membuat bangga Papi, hah?! Kenapa sikapmu berbanding terbalik dengan Papi, Anak siapa kau sebenarnya?" lanjut Sadewo kesal. Olivia terkejut dengan ucapan Sadewo. Ia pun turut angkat bicara. "Papi ini ngomong
Read more

Kepulangan Darren

Sudah hampir dua bulan Darren berada di ruangan serba putih. Pagi itu, Darren sedang duduk bersandar pada ranjang pesakitan. Ya, satu minggu yang lalu, keajaiban Tuhan memberikan kesempatan kedua kepada pemuda itu. Dimana Darren bisa kembali bernapas untuk menjalani lika-liku hidup. "Sekarang, Ibu boleh bertanya?" tanya Rossi yang sedang mengupas buah apel. "Tanya saja, Bu," jawab Darren yang terdengar masih sedikit lemas."Apa kamu punya musuh?"Diam. Itu yang dilakukan oleh Darren. Matanya tidak berkedip seolah-olah menerawang dan mengingat. "Tidak ada. Tapi ...""Apa?""Mungkin kejadian ini adalah sebuah karma buat Ge."Rossi mengernyit. "Karma? Maksudnya?"Darren mengatakan jika dirinya sudah melanggar janji. Janji kepada Rossi bahwasannya ia tidak akan berhubungan lagi dengan keluarga Sadewo. "Astaga! Apa yang sudah kamu lakukan?"Darren menceritakan semuanya. Tidak ada satu hal pun yang ia tutupi. Rossi terduduk lemas. Dadanya terasa sesak. Sungguh ia kecewa kepada sang pu
Read more

Pesta Sambutan

Tidak ada sepatah kata yang ke luar dari mulut Darren selama di perjalanan. Akan tetapi, dalam pikiran tiada henti bergelut tentang hidup dan kisah cintanya."Semakin jauh jarak memisahkan kita, Thalita. Ah, tidak! Lupakan Thalita. Kamu berhak bahagia, Darren. Dia pun sudah bahagia dengan Bagas. Ya, semoga." Batin Darren. Di depan, tampak tugu selamat datang menuju sebuah desa di mana Rossi dan Darren tinggal menyambut.Darren mematikan air conditioner, lalu membuka kaca pintu. Embusan angin berhasil menyapu rambut dan wajahnya. Desa yang masih asri jauh dari hiruk-pikuk kendaraan maupun asap pabrik. Desa di mana Darren tinggal di sana sedari kecil. Lagi, batin Darren merangkai kata demi kata. "Di sini, di desa ini kisah sebenarnya yang akan kamu jalani, Darren!"Mobil terparkir tepat di halaman rumah bernuansa putih. Seketika lamunan Darren buyar. "Loh, kenapa parkir di rumah orang," imbuh Darren. "Ini rumah kita, Gerald!" kata Rossi penuh penekanan.Darren mengernyit, lalu perla
Read more

Buka Cabang

Sudah satu minggu Darren tinggal di desa. Dirinya sudah merasa jauh lebih baik. Ia tidak sabar untuk membangun toko kue. Semua konsep sudah ia tuangkan ke dalam kertas. "Bu, apa sedang menerima pesanan?" tanya Darren di sela sarapan. "Tidak. Memangnya kenapa?""Ge mau survei desa Arini itu, loh."Rossi menghentikan suapannya, lalu berkata, "Pastikan dulu kalo kondisimu itu baik-baik saja. Bulan depan saja setelah cek up.""Kelamaan, Bu. Lagipula Ge sudah merasa sehat.""Memang rencananya kapan mau survei?""Hari ini! Aku meminta Arini mengantar atau mungkin Ibu ikut juga?"Rossi terdiam. Ada baiknya juga Darren survei dalam waktu dekat. Lebih cepat pula putranya itu akrab dengan Arini. "Yakin kamu sehat, Nak?""Sangat yakin!"Melihat keyakinan Darren, Rossi mengizinkan Darren untuk survei hari itu. Darren meminta Rossi untuk menghubungi Arini agar segera bersiap. "Nanti, ketika Ge antar Ibu ke toko, kami langsung berangkat. Gak nunggu Arini bersiap dulu. Menghemat waktu," tutur Da
Read more

Kejutan Dari Rossi

Tanah sudah dibayar lunas. Nama kepemilikan pun sedang proses balik nama. Darren menyerahkan proyek pembangunan toko kepada ayah Arini, karena yang terpenting baginya adalah sesuai dengan konsep yang ia mau. "Jika uangnya kurang, Bapak hubungi saya saja," kata Darren. "Bapak rasa ini cukup, Den," ucap ayah Arini. "Bapak pastikan semua bahan bangunan menggunakan produk yang berkualitas.""Aden tenang saja. Saya akan mengawasi. Semoga hasilnya memuaskan.""Iya, semoga."Darren berencana jika pembangunan sudah sembilan puluh persen, ia akan membuka lowongan untuk warga sekitar. Konsep yang Darren usung diharapkan bisa menarik pembeli. Tidak hanya orang tua, tetapi kaula muda. Ya, Darren mengusung konsep toko berikut cafe. Dimana semua kalangan bisa menikmati aneka kue dengan harga terjangkau.Darren kembali ke desanya bersama Purwanto. ***Di toko, Rossi tengah disibukkan oleh pengunjung yang menurutnya keras kepala. "Sekali lagi saya mohon maaf, Pak. Selain karyawan saya yang terba
Read more

Tamu Tak Diundang

Tiga puluh hari sudah masa balik nama diproses. Tepat hari itu, kepemilikan tanah sudah sah menjadi milik Darren. Toko pun sudah sembilan puluh persen rampung. Banyaknya pekerja tentu saja membuat waktu pembangunan sesuai dengan target. Pencarian tenaga kerja sudah ayah Arini buka mulai dari pastry chef sampai tim keamanan. Hasil kesepakatan satu bulan yang lalu, dua hari lagi Darren dan Arini akan melangsungkan pertunangan. Darren mengesampingkan perasaannya. Cinta bisa tumbuh seiring dengan seringnya dua insan saling bertemu, saling bercengkerama, dan membiarkan hati satu sama lain menerima kehadiran masing-masing, bukan? Itu yang ada dalam pikiran Darren.Rossi yang sedari tadi mengintip di celah pintu yang memang tidak tertutup rapat, memerhatikan gerak-gerik Darren. Terdengar jelas olehnya embusan napas kasar yang ke luar dari mulut sang putra. Rossi mengendap masuk. "Ada apa, hem?" tanya Rossi sambil menepuk pundak Darren. Darren yang sedang berdiri menatap jendela pun mera
Read more

Batalnya Pertunangan

Arini memerhatikan Darren. Dirinya memastikan jika calon tunangannya itu benar-benar tidak peduli perihal Thalita. Pada kenyataannya, Darren lebih memilih membantu Abimanyu berdiri daripada meneruskan acara seperti yang Rossi mau. Pun dengan kedua orang tua Arini. Sedari awal mereka merasa ragu untuk menjadikan Darren sebagai menantunya. Mereka tahu jika Darren tidak memiliki kekasih. Akan tetapi, mereka tahu siapa Thalita karena Arini pernah bercerita. Sempat tersirat keraguan dalam hati ayah Arini mengenai perasaan Darren kepada putrinya. Namun, anak sematawayangnya itu meyakinkan bahwa Darren sudah melupakan Thalita. Melihat reaksi Darren tentang Thalita di depan mata, sudah menjawab keraguan itu. "Jangan seperti ini. Berdirilah, Tuan." Darren membantu Abimanyu berdiri serta memberikan saputangan. "Darren Gerald! Kembali berdiri di posisi semula!" titah Rossi. Darren tidak menggubris. Tergambar jelas raut cemas pada wajah pria itu. "Bisa ceritakan bagaimana kondisi Thalita saat
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status