Semua Bab Aku Jadikan Kau Ratu: Bab 41 - Bab 50

87 Bab

Bertemunya Darren Dengan Thalita

Rasa malu dan amarah menyergap diri Rossi. Tak segan ia meminta maaf kepada Arini dan keluarga besarnya. Menerima takdir dan memaafkan Darren, itu yang Rossi dapatkan dari keluarga besar Arini. Rossi merasa beruntung dipertemukan dengan keluarga yang sangat baik. "Bisa Ibu dan Tuan jelaskan, apa kalian saling mengenal? Dan kenapa Ibu dipanggil Nindy?" tanya Darren, sambil menatap mereka bergantian. "Ibumu yang berhak menjelaskan semuanya," kata Abimanyu. "Bu ..."Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Rossi. Ia bergegas menuju mobilnya diikuti oleh para karyawannya. Rossi mengacuhkan Darren. "Sebagian ikut bersama saya. Penuhi dulu mobil ini!" titah Rossi. Para karyawan itu saling menunjuk. Mereka berbalik segan kepada Rossi. Tin tin! Rossi membunyikan klakson pertanda mereka harus segera masuk.Lima orang karyawan memenuhi mobil Rossi. Wanita paruh baya itu segera tancap gas meninggalkan Darren. "Tuan ikut dengan saya saja," ajak Darren kepada Abimanyu. Abimanyu menga
Baca selengkapnya

Keputusan Darren

Thalita mulai tenang. Angelina mengajaknya berbicara. Ia mengatakan jika Darren datang berkunjung. Nihil, Thalita tidak merespon dengan baik. Ia hanya menatap Angelina lalu menitikkan air mata. Angelina bergegas memanggil Darren. "Maaf, Nak Darren ... bisa temui Thalita sebentar?""Iya, bisa."Darren ke kamar. Ia berjalan perlahan. Menyadari penampilannya lain dari biasanya, Darren membuka jas, lalu menggulung kemeja sebatas sikut. Merasa tidak ada respon negatif, Darren meneruskan langkah sampai akhirnya duduk di kursi samping Thalita. "Halo, Sayang. Apa kabar?" sapa Darren. "Kakak datang untuk menjengukmu," sambungnya. Lagi, tidak ada respon dari Thalita. Wanita itu hanya menunduk dengan air mata yang terus menetes bahkan napasnya tersengal. "Sayang, sudah, jangan menangis lagi." Darren menggenggam satu tangan Thalita. Thalita merespon. Ia menatap tangannya yang Darren genggam. Sangat lama. Genggaman itu sungguh tidak asing bagi Thalita. "Ka-Kak Ge," ucap Thalita pelan. Dar
Baca selengkapnya

Permintaan Rossi

Sudah satu minggu Darren tinggal di Jakarta. Rossi sama sekali tidak bertanya kabar dan sebagainya. Pun sebaliknya. Wanita paruh baya itu justru tampil beda dari biasanya. Ia mengenakan pakaian lebih rapi dan merias diri. Lebih tepatnya, ia berpenampilan seperti dahulu, berkelas. "Pagi, Bu," sapa seseorang kepada Rossi. "Iya, pagi," balas Rossi tanpa menoleh. Ia fokus dengan buku yang sedang ia periksa."Ibu tampak cantik sekali."Rossi terdiam. Suara itu sangat tidak asing baginya. Ia pun mendongak. "Astaga, Arini! Apa kabar, Nak?" Rossi berdiri dan mendekati Arini. "Baik, Bu. Sangat baik."Keduanya berpelukan sambil bertanya kabar. Dua wanita berbeda generasi itu memilih berbincang di sofa yang ada pojok ruangan. "Rini masih jadi karyawan toko ini, kan?"Rossi tersenyum. "Tentu, tapi ... apa orang tuamu mengizinkan?"Orang Tua Arini justru meminta sang putri untuk bertanggungjawab terhadap pekerjaannya karena memang tidak ada ucapan dari Arini untuk mengundurkan diri kepada Ros
Baca selengkapnya

Terkuaknya Rahasia

Tiba di rumah, Darren merebahkan diri sejenak. Ia akan kembali ke Jakarta untuk menemui Abimanyu perihal pertemuannya dengan keluarga Bagas. Ponsel Darren berbunyi pertanda satu panggilan masuk. Darren mengernyit karena nomor yang tidak ia kenali menghubungi. Maklum, ia hanya menyimpan nomor Rossi dan Thalita saja. Tidak ada yang tahu dengan nomor ponselnya selain mereka. Jarinya hendak menggeser gambar ponsel berwarna merah. Namun, ia urungkan. Digesernya gambar warnah hijau dan menjawab panggilan. "Halo," sapanya. "Akhirnya diangkat juga," kata seorang perempuan. "Maaf, ini siapa?"Rupanya Angelina. Ia tahu nomor Darren dari ponsel Thalita. Wanita paruh baya itu menghubunginya karena Thalita terus memanggil nama Darren. "Maaf, merepotkan. Bisakah bicara kepada Thalita? Apa saja. Yang penting Thalita bisa tenang.""Bisa, Tante. Dekatkan saja ponselnya."Darren meminta Thalita untuk beristirahat. Meskipun dirinya jauh, tetapi dekat di hati. Jika merasa sepi, lihatlah foto dirin
Baca selengkapnya

Kehancuran Sadewo

Mendengar cerita ibunya, membuat Darren merasa senang sekaligus kecewa. Senang karena sebenarnya masih memiliki ayah. Kecewa karena ternyata sang ayah lebih memilih wanita lain. Darren memaklumi saat dahulu ibunya mengatakan jika ia tidak memiliki ayah kalaulah itu alasannya. "Jadi, nama Ibu adalah Nindy?" tanya Darren. "Iya, nama Ibu Nindy. Tapi, Ibu lebih senang dengan nama Ibu yang sekarang. Karena selama menjadi Rossi hidup Ibu sangat bahagia. Hanya hidup berdua denganmu tanpa ada yang mengganggu. Ibu selalu bersama berharap kamu tidak dipertemukan dengan keluarga ini. Tapi, Tuhan berkata lain."Darren menatap Sadewo. "Jadi, Tuan ini adalah ayahku?""Tidak! Nindy sudah berbohong!" seru Olivia. "Benar!" timpal Abimanyu. Olivia menatap tajam Abimanyu, tetapi Abimanyu tidak peduli. Tidak ingin dipersalahkan, akhirnya Abimanyu membongkar kebusukan Olivia. "Foto dan video itu adalah editan. Olivia meminta seseorang untuk melakukan itu demi memilikimu, Dewo. Semula aku tidak tau. T
Baca selengkapnya

Sadarnya Olivia

Tiba di rumah, Rossi segera beristirahat. Badan tidaklah lelah, tetapi luka di hati yang berhasil ia tutup rapat selama puluhan tahun kembali menganga. Kejadian masa itu kembali berputar di otaknya kala Abimanyu membeberkan semua. Rossi duduk di ranjang sambil bersandar. Matanya terpejam seraya menarik napas panjang. Ada rasa lega karena rahasia selama puluhan tahun yang ia tutupi akhirnya terungkap semua. Tok tok tok! Ketukan pintu mencuri perhatian Rossi. "Masuklah, tidak dikunci!"Darren membuka daun pintu, tetapi hanya mematung sambil menatap Rossi seolah-olah ragu untuk masuk. "Ke marilah, Nak!" pinta Rossi. "Belum tidur?" lanjutnya bertanya. Darren menggeleng. Rossi menepuk ruang kosong di sampingnya. Darren yang mengerti maksud sang ibu bergegas naik. "Tidurlah!" titah Rossi sambil menepuk pahanya. Darren merebahkan diri beralaskan paha sang ibu. Rossi mengelus kepala Darren dengan sayang, kemudian berkata, "Maafkan Ibu, Nak. Bertahun-tahun Ibu menyembunyikan siapa a
Baca selengkapnya

Kedatangan Sadewo

Seminggu telah berlalu. Ucapan Rossi ternyata tidak main-main. Kasus tabrak lari yang menimpa Darren ia laporkan kepada pihak berwenang dan menyerahkan semua kepada kuasa hukumnya. "Ge, kita sarapan, Nak," ajak Rossi sambil mengetuk pintu kamar Darren.Hening. Tidak ada jawaban dari Darren. Lagi, Rossi memanggil dan mengetuk pintu. Hasilnya nihil. Tidak ada jawaban dari dalam. Rossi memegang tuas pintu dan mendorongnya. Beruntung, Darren tidak menguncinya dan dengan leluasa Rossi bisa masuk. "Loh, belum bangun ternyata," gumamnya sambil menghampiri. "Ge, bang-" Rossi tidak melanjutkan ucapannya karena tangannya merasakan panas saat memegang tangan Darren. "Astaga! Kamu demam, Nak?"Tampak keringat di kening Darren. Samar terdengar Darren menyebut nama Thalita. Rossi menepuk pelan pipi sang putra. "Ge, bangun, Nak."Tanpa sadar, Darren menggenggam tangan Rossi. "Thalita, jangan tinggalin Kakak."Rossi menghela napas dan terus mencoba membangunkan Darren. Tidak berselang lama, a
Baca selengkapnya

Kesepakatan

Setelah mengetahui maksud kedatangan Sadewo, Rossi memilih kembali ke kamar. Ia tidak menyangka jika Sadewo benar-benar menepati janji, bahwasanya jika ia memiliki seorang putra maka akan dijadikan sebagai penerus keluarga Kuncoro. "Tidak terbayangkan kalau Bagas anak kandung Sadewo. Sebelum putraku mati pasti akan terus ia kejar," gumam Rossi. Terdengar suara ketukan pintu diiringi lengkingan memanggil namanya, membuat Rossi beranjak untuk membuka pintu. "Ada apa, Ge?""Tuan Sadewo mengajak Ge untuk ke luar. Katanya biar lebih akrab. Boleh?""Kamu lagi sakit. Masa dia tidak mengerti."Darren mengerti dengan ucapan Rossi yang berarti ia tidak mengizinkan. Pria itu hendak berbalik badan, tetapi ia urungkan. "Emm ... Bu, apa boleh Ge memanggilnya ayah? Yah ... memang, sih, rasa kecewa, sakit hati, masih ada untuknya, Bu. Hanya saja jika suatu saat nanti rasa itu hilang, mungkin Ge akan memanggilnya ayah."Sejenak Rossi terdiam. Ingin rasanya Darren hanya sebatas tahu saja jika Sadew
Baca selengkapnya

Ketika Sang Pewaris Bertahta

Darren kembali ke rumah kala hari sudah petang. Keputusan dan kesepakatannya dengan Sadewo ia ceritakan kepada Rossi. "Jika itu sudah keputusanmu, Ibu bisa apa. Ibu hanya mendukungmu. Ingat! Jadi pemimpin itu harus adil dan amanah. Jangan mentang-mentang kamu pemilik perusahaan lantas memperlakukan bawahan seenaknya saja."Berbagai wejangan Darren Terima dari Rossi. "Oh, iya, toko kue cabang, bagaimana? Ibu dapat kabar katanya di sana maju pesat.""Biarkan ayah Arini saja yang mengelola, Bu. Bagaimana menurut Ibu?"Rossi menyetujui pendapat Darren. Tidak membuang waktu lama, ia menghubungi ayah Arini. Kesepakatan antara kedua belah pihak terjadi. Sambungan telepon pun terputus. Ibu dan anak itu memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum makan malam. Makan malam tiba. Suasana kala itu terasa sangat berbeda. Rossi harus siap menerima kesendirian di mana dirinya harus berjauhan dengan sang putra. "Ibu kenapa?" tanya Darren. "Ah, tidak kenapa-napa, Nak. Kapan kamu ke ibu kota?"
Baca selengkapnya

Rindu

Rapat telah usai. Darren dan Sadewo segera ke ruangan. Sadewo menunjukkan semua dokumen-dokumen penting perusahaan yang ia simpan di dalam brankas. Satu demi satu dokumen itu ia pelajari sambil menunggu dokumen bagian marketing. "Kamu akan mengadakan meeting dengan tim marketing?" tanya Sadewo. "Tentu saja Ayah." Tanpa sadar Darren memanggil Sadewo dengan sebutan itu membuat Darren membeku. Mendengar hal itu tentu saja membuat Sadewo senang. "Ucapkan sekali lagi, Nak!"Darren tergagap. "Emm ... ma-maksudnya, Tuan."Sadewo mencoba tersenyum. Dokumen dari bagian marketing sudah tersedia, tetapi waktu sudah menunjukan jam pulang. "Saatnya pulang," kata Sadewo. "Tapi, belum selesai. Mungkin, akan lembur.""Tidak perlu, Papa ... Eh, Ayah akan mengajakmu ke rumah utama."Darren terdiam. "Emm ... maaf, mungkin nanti akan menyusul."Sadewo mengernyit. Darren tidak akan lembur, tetapi ia bersiap untuk pulang. "Mau ke mana?"Darren menjawab jika dirinya akan menemui seseorang. "Baikl
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status