Semua Bab Istri hanya Status : Bab 91 - Bab 100

133 Bab

Bab 91. Kemarahan Silvia.

"Apa karena kamu tidak menyukai Sintia?" Lelaki itu merubah posisinya yang semula tiduran dengan pahaku sebagai bantalnya kini duduk dan menatapku dengan lekat.Seharusnya tanpa aku jelaskan dia paham? Bukankah sedari tadi aku sudah memberikan pengertian padanya? Mengapa dia tidak peka dengan semua ini?"Kenapa kakak begitu ingin dia bekerja di tempat kita?" tanyaku dengan suara yang bergetar menahan sesaknya dada. "Kamu jangan seperti anak kecil, Silvia! Dia itu seorang janda yang memiliki dua anak kecil. Mereka masih butuh biaya. Oke, aku turuti kemauan kamu untuk tidak sering-sering berinteraksi dengannya. Bahkan aku sudah berjanji padamu untuk tidak pernah mengantarkan dia pulang. Namun, bukan berarti harus memecatnya. Aku tidak bisa melakukan itu." Aku tertegun dengan jawaban pria di depanku. Dia bahkan berani merubah panggilannya padaku. Setelah menikah tak pernah sekalipun ia memanggil namaku tapi kali ini dia menyebut Silvia. Sebegitu pedulikah ia dengan Sintia? Mataku mema
Baca selengkapnya

Bab 92. Meminta Data Para Janda.

POV Author Silvia benar-benar terpejam dan segera berkeliling ke dunia mimpi setelah Abian beranjak dari sisinya. Bahkan ia pun tak menyadari saat dirinya dipindah oleh Abian ke kamar. "Maafkan kakak yang telah membuatmu marah. Kakak hanya kasihan dengan Sintia itu saja tidak lebih. Cinta dan hatiku sepenuhnya itu memilikimu, Sayang," ucap Abian sambil mengecup kening istrinya. Sayangnya, Silvia tidak mendengar itu. Dia terlalu lelap dalam buaian mimpi.****"Mbak Aini, di daerah sini ada janda?" tanya Silvia saat orang yang membantu di rumah itu sedang sibuk di dapur. Perempuan yang sedang membersihkan cabai rawit itu memicingkan mata saat menatap istrinya Abian. Heran dengan pertanyaan bosnya."Kenapa tanya begitu, Mbak?" Arini tidak mengerti maksud dan tujuan Silvia bertanya seperti itu. "Saya punya rencana akan membuka lowongan kerja bagi para janda," ungkap wanita yang baru selesai mandi itu. "Oh begitu, ada banyak, Mbak. Di sini kalau tidak salah ada delapan atau sembilan
Baca selengkapnya

Bab 93. Rencana Abian

"Oke, siapa takut. Kakak akan membuka konveksi sendiri agar tidak selaku belanja pada orang lain. Kakak akan menghadirkan seorang tenaga ahli yang akan mengajarkan mereka menjahit." Kini Abian berbicara dengan penuh semangat. "Terima kasih, Sayang. Cemburu mu membawa terobosan baru yang belum pernah kakak pikiran sebelumnya. Cemburumu membawa manfaat ternyata, Sayang. Jadi makin cinta, deh." Abian menangkup wajah istrinya dengan mata berbinar.Silvia memasang wajah datar meski hatinya menghangat oleh ucapan suaminya."Apa artinya kakak akan selalu membuatku cemburu?" sindir wanita bergamis hijau muda itu.Abian tersenyum kecil mendengar pertanyaan istrinya."Tidak ada niat sedikitpun untuk membuat istriku cemburu." Abian mengengam tangan Silvia Kemudian mengecup punggungnya. "Cemburu saja membawa manfaat, ya? Apalagi kalau tidak cemburu." Lagi-lagi ucapan Silvia membuat Abian salah tingkah."Terima kasih sudah cemburu. Artinya istriku benar-benar cinta sama aku."Terpaksa karena sud
Baca selengkapnya

Bab 94. Rencana Sintia.

Mereka sudah mendatangi dua tempat catering tetapi belum ada yang cocok. Makanannya tidak menarik di mata mereka berdua.Setelah berputar-putar akhirnya mereka menemukan masakan yang pas dengan lidah mereka berdua. Yaitu di tempat catering dengan nama 'Mandala Wangi'. Mereka pun sudah deal dengan harga yang ditentukan."Bu Anis," sapa seorang wanita yang baru masuk ke tempat catering tersebut."Assalamualaikum, Bu." Bu Anis menjabat tangan orang tersebut dan mencium pipi kanan dan kiri teman lamanya itu."Sedang mencari catering juga?" tanya perempuan bertubuh sedikit subur tersebut."Iya, untuk resepsi anak- menantu saya nanti." "Ohh, Bu Anis sudah punya menantu? Atau baru calon?" tanya perempuan yang bernama Bariyah itu."Mereka sudah menikah. Nah, itu dia menantu saya." Bu Anis menunjuk ke arah Silvia yang baru saja luar dari toilet.Mata Bariyah pun mengikuti pandangan Bu Anis yang menujuk ke arah Silvia. "Itu menantu Bu Anis? Tidak salah?" tanya Bariyah dengan senyum sinis."Ti
Baca selengkapnya

Bab 95. Sandiwara Sintia.

Aku terdiam sesaat. Meneguk air liur yang tiba-tiba susah ditelan. Menata kata-kata yang mudah dicerna oleh mereka."Bunda terpaksa berbohong demi kebaikan kita. Boleh, kok, berbohong demi kebaikan," ujarku berbohong. Tak apalah sedikit berbohong agar aku bisa mendapatkan banyak keuntungan. Aku tahu persis bahwa Abian itu orangnya tidak tegaan. Buktinya kemarin aku saat bilang tidak mau naik angkot karena tak punya uang, lelaki itu tanpa banyak kata langsung mengeluarkan uang tiga lembar berwarna merah. Maka dari itu aku akan berakting lagi malam ini di depannya. Aku harus bekerja sama dengan melibatkan beberapa orang. Termasuk anak-anakku agar semua kelihatan sungguhan dan tidak dibuat-buat."Bunda kenapa harus berbohong segala, sih?" Pertanyaan polos diajukan oleh Alya."Kalian pengen banyak uang dan punya bapak baru, nggak?" Selama ini mereka selalu merindukan bapaknya.Mereka terdiam dan saling pandang. "Jadi teman bunda ini orangnya baik, dia akan memberikan apa pun pada orang
Baca selengkapnya

Bab 96. Rencana yang Gagal

"Maaf, ini aku masih menyetir dalam perjalanan. Aku akan segera ke sana. Tunggu!" Mendengar suara Abian aku sedikit lega. Artinya cowok itu akan benar-benar kemari. Yes! Itu suara mang Maman. Aku segera membukakan pintu depan setelah mendengar ucapan salam dari luar. "Masuk, Mang." Aku membukakan pintu untuk lelaki yang sudah rapi dengan setelan jaket dan celana jeans serta sepatu karet itu. Mang Maman terlihat gagah untuk ukuran tukang tagih."Ada pekerjaan apa, Bu?" tanyanya sambil duduk di sofa."Nanti kalau ada lelaki ke sini pura-pura menjadi penagih kontrakan yang galak dan tak punya hati. Jangan lupa bilang kalau saya sudah molor pembayaran selama tiga bulan dari jatuh temponya. Ingat! Mang Maman harus tegas, kalau perlu ancam akan membawa barang-barang yang ada di rumah ini. Paham?" Lelaki itu menatapku dengan seksama. Sepertinya dia masih berusaha keras mencerna ucapanku. Buktinya dia mengerutkan keningnya, banyak."Kenapa harus begitu, Bu?" "Nanti saya jelaskan. Pokoknya
Baca selengkapnya

Bab 97. POV Sintia.

POV Sintia.Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Dari bangun tidur aku sudah bersemangat. Bagaimana tidak, aku diundang Abian ke rumahnya. Semoga ini sebuah keberuntungan.Lekas, aku membuatkan sarapan untuk si kembar. Setelah itu aku akan bersiap-siap sendiri.Pagi-pagi sekali aku sudah dandan. Tidak kupedulikan keadaan rumah yang masih berantakan. Lagian aku tinggal di rumah sendiri sehingga tidak perlu khawatir akan omelan mertua.Cantik! Aku memuji diri sendiri di depan cermin, karena tampilan yang berbeda. Hari ini aku sengaja dandan lebih simpel dari biasanya tapi tetap terlihat cantik tak lupa mengenakan kerudung. Aku akan mengambil hatinya Abian di mulai dari penampilanku. Istri dan ibunya berkerudung, aku akan mengikuti mereka.Hari ini aku akan tampil apa adanya saja.Tidak mungkin aku berdandan yang menor di saat pura-pura sedang ada masalah. Aku harus terlihat sedang banyak masalah agar bisa menyakinkan mereka, terutama Abian. Aku yakin dia akan merasa kasihan da
Baca selengkapnya

98. Kesalahpahaman Silvia.

Sabar Sintia! Kini kesempatan kamu untuk cari simpati pada ibunya Abian. Tidak ada anaknya, emaknya pun jadi. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.Aku yang sejak tadi hanya menunduk dan diam, seolah sedang memikirkan banyak masalah rupanya menjadi perhatian ibunya Abian."Sepertinya kamu sedang banyak masalah. Sudah sarapan?" tanya orang tuanya Abian. Yes, mulai masuk perangkap. Aku segera mendongak dan memberikan senyum tipis."Saya kalau sedang banyak masalah tidak nafsu makan, Bu," jawabku dengan memasang wajah lesu. "Yang sabar, ya, semoga masalahnya cepat selesai. Kalau tidak keberatan boleh cerita sama saya. Barangkali saya bisa membantu," ucap wanita di hadapanku. Yes, sepertinya rautku sangat menyakinkan. Aih, seharusnya aku jadi pemain sinetron saja kalau begini."Terima kasih banyak, Bu." Aku terdiam beberapa saat. "Sebenarnya masalah saya adalah … men — menunggak membayar kontrakan." Aku kembali menunduk sambil memilin ujung jilbab pashmina yang aku juntaikan ke ba
Baca selengkapnya

Bab 99. Kesalahpahaman 2.

Aku tidak tahu apa isi otak suamiku saat tangannya melepaskan genggaman kami dan sorot matanya tak berkedip menatap Silvia. Semakin tak nyaman saat ia dan ibu berharap aku segera hamil. Aku memang menginginkan pecel karena itu salah satu makanan favoritku, bukan karena bawaan bayi. Makanya aku hanya menanggapi dengan senyuman kecil. Aku sengaja segera ke dapur karena tak ingin hatiku semakin panas. Sikap kak Abian itu plin-plan. Membuatku jengah dengan semua ini. Aku kira dia benar-benar mencintai dengan tulus. Buktinya baru dihadapkan pada kecantikan Sintia dia sudah berpaling dari aku. Sakit! Sakit sekali aku diperlakukan seperti tadi. Sesak sekali dada ini rasanya. Tes! Tanpa terasa air mata meluncur begitu saja dari sudut mataku."Mbak Silvia mengapa menangis?" tanya mbok Nur saat melihatku."Ah, nggak, Mbok. Ini hanya kelipan semata. Aku mau mandi dulu, Mbok. Itu nanti terserah mau dimasak apa," ucapku seraya menunjuk pada tumpukan sayuran di samping westafel yang aku bawa da
Baca selengkapnya

Bab 100. Pendarahan.

"Aauu …"pekik Silvia dari dalam. Suaranya seperti ada di balik pintu."Sayang, kamu kenapa? Buka pintunya, Sayang!" Aku sangat khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan wanitaku.Allah, apa yang terjadi dengan istriku? Sekali lagi aku mencoba menggedor pintu. Namun, pintaku tak direspon oleh wanita yang sedang marah itu. Pintunya masih tertutup. Apakah hatinya pun tertutup untukku? "Sakit …." Suaranya melemah. Aku semakin panik. Aku pun terus memanggil dan meminta untuk dibukakan pintu. Akhirnya suara handle pintu dibuka."Sayang kamu kenapa?" Aku sangat cemas saat melihat dia meringis sambil memegangi perutnya. Aku memeluk tubuhnya yang sedang bersandar di tembok. Namun, Silvia segera melepaskan diri dari rengkuhanku. Tatapannya sangat tajam."Maafkan kakak, Sayang. Itu semua tidak seperti apa yang kamu lihat. Sintia tadi tersandung dan hampir terjatuh refleks kakak membantunya," ucapku jujur sembari mengambil tangannya. Lagi-lagi ditepis oleh istriku."Aku jijik dengan tangan dan tub
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status