Beranda / Pernikahan / Istri hanya Status / Bab 93. Rencana Abian

Share

Bab 93. Rencana Abian

Penulis: Farid-ha Channel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Oke, siapa takut. Kakak akan membuka konveksi sendiri agar tidak selaku belanja pada orang lain. Kakak akan menghadirkan seorang tenaga ahli yang akan mengajarkan mereka menjahit." Kini Abian berbicara dengan penuh semangat.

"Terima kasih, Sayang. Cemburu mu membawa terobosan baru yang belum pernah kakak pikiran sebelumnya. Cemburumu membawa manfaat ternyata, Sayang. Jadi makin cinta, deh." Abian menangkup wajah istrinya dengan mata berbinar.

Silvia memasang wajah datar meski hatinya menghangat oleh ucapan suaminya.

"Apa artinya kakak akan selalu membuatku cemburu?" sindir wanita bergamis hijau muda itu.

Abian tersenyum kecil mendengar pertanyaan istrinya.

"Tidak ada niat sedikitpun untuk membuat istriku cemburu." Abian mengengam tangan Silvia Kemudian mengecup punggungnya.

"Cemburu saja membawa manfaat, ya? Apalagi kalau tidak cemburu." Lagi-lagi ucapan Silvia membuat Abian salah tingkah.

"Terima kasih sudah cemburu. Artinya istriku benar-benar cinta sama aku.

"Terpaksa karena sud
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri hanya Status    Bab 94. Rencana Sintia.

    Mereka sudah mendatangi dua tempat catering tetapi belum ada yang cocok. Makanannya tidak menarik di mata mereka berdua.Setelah berputar-putar akhirnya mereka menemukan masakan yang pas dengan lidah mereka berdua. Yaitu di tempat catering dengan nama 'Mandala Wangi'. Mereka pun sudah deal dengan harga yang ditentukan."Bu Anis," sapa seorang wanita yang baru masuk ke tempat catering tersebut."Assalamualaikum, Bu." Bu Anis menjabat tangan orang tersebut dan mencium pipi kanan dan kiri teman lamanya itu."Sedang mencari catering juga?" tanya perempuan bertubuh sedikit subur tersebut."Iya, untuk resepsi anak- menantu saya nanti." "Ohh, Bu Anis sudah punya menantu? Atau baru calon?" tanya perempuan yang bernama Bariyah itu."Mereka sudah menikah. Nah, itu dia menantu saya." Bu Anis menunjuk ke arah Silvia yang baru saja luar dari toilet.Mata Bariyah pun mengikuti pandangan Bu Anis yang menujuk ke arah Silvia. "Itu menantu Bu Anis? Tidak salah?" tanya Bariyah dengan senyum sinis."Ti

  • Istri hanya Status    Bab 95. Sandiwara Sintia.

    Aku terdiam sesaat. Meneguk air liur yang tiba-tiba susah ditelan. Menata kata-kata yang mudah dicerna oleh mereka."Bunda terpaksa berbohong demi kebaikan kita. Boleh, kok, berbohong demi kebaikan," ujarku berbohong. Tak apalah sedikit berbohong agar aku bisa mendapatkan banyak keuntungan. Aku tahu persis bahwa Abian itu orangnya tidak tegaan. Buktinya kemarin aku saat bilang tidak mau naik angkot karena tak punya uang, lelaki itu tanpa banyak kata langsung mengeluarkan uang tiga lembar berwarna merah. Maka dari itu aku akan berakting lagi malam ini di depannya. Aku harus bekerja sama dengan melibatkan beberapa orang. Termasuk anak-anakku agar semua kelihatan sungguhan dan tidak dibuat-buat."Bunda kenapa harus berbohong segala, sih?" Pertanyaan polos diajukan oleh Alya."Kalian pengen banyak uang dan punya bapak baru, nggak?" Selama ini mereka selalu merindukan bapaknya.Mereka terdiam dan saling pandang. "Jadi teman bunda ini orangnya baik, dia akan memberikan apa pun pada orang

  • Istri hanya Status     Bab 96. Rencana yang Gagal

    "Maaf, ini aku masih menyetir dalam perjalanan. Aku akan segera ke sana. Tunggu!" Mendengar suara Abian aku sedikit lega. Artinya cowok itu akan benar-benar kemari. Yes! Itu suara mang Maman. Aku segera membukakan pintu depan setelah mendengar ucapan salam dari luar. "Masuk, Mang." Aku membukakan pintu untuk lelaki yang sudah rapi dengan setelan jaket dan celana jeans serta sepatu karet itu. Mang Maman terlihat gagah untuk ukuran tukang tagih."Ada pekerjaan apa, Bu?" tanyanya sambil duduk di sofa."Nanti kalau ada lelaki ke sini pura-pura menjadi penagih kontrakan yang galak dan tak punya hati. Jangan lupa bilang kalau saya sudah molor pembayaran selama tiga bulan dari jatuh temponya. Ingat! Mang Maman harus tegas, kalau perlu ancam akan membawa barang-barang yang ada di rumah ini. Paham?" Lelaki itu menatapku dengan seksama. Sepertinya dia masih berusaha keras mencerna ucapanku. Buktinya dia mengerutkan keningnya, banyak."Kenapa harus begitu, Bu?" "Nanti saya jelaskan. Pokoknya

  • Istri hanya Status    Bab 97. POV Sintia.

    POV Sintia.Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Dari bangun tidur aku sudah bersemangat. Bagaimana tidak, aku diundang Abian ke rumahnya. Semoga ini sebuah keberuntungan.Lekas, aku membuatkan sarapan untuk si kembar. Setelah itu aku akan bersiap-siap sendiri.Pagi-pagi sekali aku sudah dandan. Tidak kupedulikan keadaan rumah yang masih berantakan. Lagian aku tinggal di rumah sendiri sehingga tidak perlu khawatir akan omelan mertua.Cantik! Aku memuji diri sendiri di depan cermin, karena tampilan yang berbeda. Hari ini aku sengaja dandan lebih simpel dari biasanya tapi tetap terlihat cantik tak lupa mengenakan kerudung. Aku akan mengambil hatinya Abian di mulai dari penampilanku. Istri dan ibunya berkerudung, aku akan mengikuti mereka.Hari ini aku akan tampil apa adanya saja.Tidak mungkin aku berdandan yang menor di saat pura-pura sedang ada masalah. Aku harus terlihat sedang banyak masalah agar bisa menyakinkan mereka, terutama Abian. Aku yakin dia akan merasa kasihan da

  • Istri hanya Status    98. Kesalahpahaman Silvia.

    Sabar Sintia! Kini kesempatan kamu untuk cari simpati pada ibunya Abian. Tidak ada anaknya, emaknya pun jadi. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.Aku yang sejak tadi hanya menunduk dan diam, seolah sedang memikirkan banyak masalah rupanya menjadi perhatian ibunya Abian."Sepertinya kamu sedang banyak masalah. Sudah sarapan?" tanya orang tuanya Abian. Yes, mulai masuk perangkap. Aku segera mendongak dan memberikan senyum tipis."Saya kalau sedang banyak masalah tidak nafsu makan, Bu," jawabku dengan memasang wajah lesu. "Yang sabar, ya, semoga masalahnya cepat selesai. Kalau tidak keberatan boleh cerita sama saya. Barangkali saya bisa membantu," ucap wanita di hadapanku. Yes, sepertinya rautku sangat menyakinkan. Aih, seharusnya aku jadi pemain sinetron saja kalau begini."Terima kasih banyak, Bu." Aku terdiam beberapa saat. "Sebenarnya masalah saya adalah … men — menunggak membayar kontrakan." Aku kembali menunduk sambil memilin ujung jilbab pashmina yang aku juntaikan ke ba

  • Istri hanya Status    Bab 99. Kesalahpahaman 2.

    Aku tidak tahu apa isi otak suamiku saat tangannya melepaskan genggaman kami dan sorot matanya tak berkedip menatap Silvia. Semakin tak nyaman saat ia dan ibu berharap aku segera hamil. Aku memang menginginkan pecel karena itu salah satu makanan favoritku, bukan karena bawaan bayi. Makanya aku hanya menanggapi dengan senyuman kecil. Aku sengaja segera ke dapur karena tak ingin hatiku semakin panas. Sikap kak Abian itu plin-plan. Membuatku jengah dengan semua ini. Aku kira dia benar-benar mencintai dengan tulus. Buktinya baru dihadapkan pada kecantikan Sintia dia sudah berpaling dari aku. Sakit! Sakit sekali aku diperlakukan seperti tadi. Sesak sekali dada ini rasanya. Tes! Tanpa terasa air mata meluncur begitu saja dari sudut mataku."Mbak Silvia mengapa menangis?" tanya mbok Nur saat melihatku."Ah, nggak, Mbok. Ini hanya kelipan semata. Aku mau mandi dulu, Mbok. Itu nanti terserah mau dimasak apa," ucapku seraya menunjuk pada tumpukan sayuran di samping westafel yang aku bawa da

  • Istri hanya Status    Bab 100. Pendarahan.

    "Aauu …"pekik Silvia dari dalam. Suaranya seperti ada di balik pintu."Sayang, kamu kenapa? Buka pintunya, Sayang!" Aku sangat khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan wanitaku.Allah, apa yang terjadi dengan istriku? Sekali lagi aku mencoba menggedor pintu. Namun, pintaku tak direspon oleh wanita yang sedang marah itu. Pintunya masih tertutup. Apakah hatinya pun tertutup untukku? "Sakit …." Suaranya melemah. Aku semakin panik. Aku pun terus memanggil dan meminta untuk dibukakan pintu. Akhirnya suara handle pintu dibuka."Sayang kamu kenapa?" Aku sangat cemas saat melihat dia meringis sambil memegangi perutnya. Aku memeluk tubuhnya yang sedang bersandar di tembok. Namun, Silvia segera melepaskan diri dari rengkuhanku. Tatapannya sangat tajam."Maafkan kakak, Sayang. Itu semua tidak seperti apa yang kamu lihat. Sintia tadi tersandung dan hampir terjatuh refleks kakak membantunya," ucapku jujur sembari mengambil tangannya. Lagi-lagi ditepis oleh istriku."Aku jijik dengan tangan dan tub

  • Istri hanya Status    Bab 101. Ngidam.

    "Kenapa, Bu?" Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi. "Temui dokternya terlebih dahulu." Aku mengangguk setelah mendengar ucapan ibu. "Ibu tunggu di sini. Setelah kembali dari ruangan dokter tolong segera kembali dan selesaikan masalah kalian berdua." Ibu menepuk pundakku dengan lembut.Aku mengangguk sebelum berjalan meninggalkan beliau.Gegas, aku berjalan ke arah ruangan dokter Mia. Dokter yang memeriksa istriku. Sepanjang lorong aku melewati wajah-wajah yang sendu dan penuh kekhawatiran, dari orang-orang yang sedang duduk di kursi depan kamar-kamar pasien. Namun, pemandangan itu tidak mampu mengusir dan mengalihkan tanda tanya besar dalam kepala ini.Berbagai macam pertanyaan bersarang dalam kepalaku. Bagaimana keadaan istri dan anakku? Mengapa ibu terlihat murung begitu? Apa yang sebenarnya terjadi? *****Setelah menemui dokter aku kembali menemui ibu di depan ruangan Silvia. "Apa kata dokter?" Ibu terlihat sangat penasaran. "Alhamdulillah kandungannya baik-baik saja

Bab terbaru

  • Istri hanya Status    Akhirnya.

    Istri hanya Status Bab 51"Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun," ucap Abian dengan suara lemah setelah memeriksa denyut nadi kakeknya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Eyang Kakung telah tiada, tidak ada yang tahu kapan beliau menghembuskan napas terakhirnya. Menjelang tidur beliau pun masih terlihat segar bugar. Abian menemukan Eyang dalam keadaan yang sempurna. Matanya telah tertutup rapat. Bibirnya terkatup dengan benar. Bahkan ada senyum yang menghiasi bibirnya. Tangan Eyang pun sudah sedap bagai orang sedang salat, seolah sudah tahu kapan waktu ajalnya dijemput. Entah amalan apa yang Eyang lakukan selama ini sehingga meninggal dunia dalam keadaan baik. "Eyang kenapa, Kak?" Silvia muncul dari balik pintu dengan tergopoh-gopoh. "Eyang sudah nggak ada, Sayang." Tangan Abian menyeka sudut matanya yang basah. Lelaki itu segera merangkul istrinya yang mematung di tempatnya berdiri. "Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun." Silvia membalas pelukan suaminya. Mereka berdua seol

  • Istri hanya Status    132. Kembali Harmonis

    Istri hanya StatusPOV Author "Sayang. Kakak minta maaf, ya!" Abian mendekati wanita cantik yang sedang tidur di ranjangnya. Lelaki yang kini bergelar ayah itu menciumi punggung istrinya secara diam-diam. Pergerakan tangan Abian yang masif membuat Silvia terbangun. Ia membuka matanya sebentar tak lama kemudian dipejamkan kembali. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan suaminya.Silvia berbaring dalam posisi miring membelakangi Abian. Sehingga wanita itu bebas pura-pura tidur. "Sayang. Maafkan kakak yang masih egois. Maafkan suamimu yang kadang seperti anak kecil pola pikirnya." Abian terus menciumi punggung istrinya tanpa peduli ibunya Adiba mendengar atau tidak. Silvia merasa heran kenapa tiba-tiba Abian meminta maaf padanya? Apa karena ia diamkan atau sebab lainnya? Tentu, perubahan sikap Abian tidak terjadi begitu saja. Lelaki yang bergelar eyang Kakung yang telah berhasil menyadarkannya. Eyang Kakung sempat memarahi Abian secara habis-habisan. Sebab lelaki di penghujung usia it

  • Istri hanya Status    131. Kekecewaan Abian.

    Ah, mana mungkin aku hamil, kan diam-diam aku KB suntik tanpa sepengetahuan kak Abian. Iya, tanpa sepengetahuan lelakiku. Sebab ia ingin segera memiliki anak lagi. Sementara, aku ingin memberikan ASI secara full pada Adiba. "Sayang, kita periksa ke dokter, ya!" Kak Abian menuntun aku menuju ranjang. Kemudian menyodorkan segelas air hangat."Tidak perlu, Kak. Aku hanya masuk angin biasa. Nanti juga sembuh setelah dikerok." Kuteguk air hangat tersebut dengan pelan-pelan. Lumayan melegakan. "Kamu yakin, Sayang?" Lekaki yang telah membersamaiku itu menatap wajah ini dengan lekat. "Sangat yakin. Aku hanya butuh dikerok, Kak. Mau kan mengerok tubuhku?" Aku mengerlingkan mata ke arahnya. "Sangat mau. Kerok plus juga mau." Senyuman jahil terukir jelas dari bibirnya. "Ih maunya. Aku hanya mau dikerok biasa tidak pake plus." Aku menepis tangannya yang mulai jahil.*****"Sayang, dites ya?" Lakiku menyodorkan alat pengetes kehamilan. Aku yang baru selesai memberikan ASI pada Adiba terpaku b

  • Istri hanya Status    130. Garis Dua.

    Lihatlah, Sayang!" Kakak Abian heboh. Suara terdengar sangat bahagia. Dengan takut-takut aku membuka mata."Ini bener, Kak?" Aku menatap tak percaya pada alat tersebut. Garis dua terpampang jelas di sana. Bukan ucapan yang aku dapatkan, namun, pelukan serta kecupan di kening dan pipi bertubi-tubi."Kita sudah berhasil, Sayang." Pelukannya semakin erat. Air mata ini pun lolos begitu saja tanpa bisa dicegah. "Kita akan segera memberitahu eyang, Sayang. Tidak akan lagi ada drama dari eyang." "Baguslah kalau akhirnya kamu mau memberikan cicit untukku. Memang sudah seharusnya!" Ucapan pedas itu masih terus keluar dari bibir eyang, meski kami telah membawa berita bahagia. Kak Abian merangkul pundakku. Aku tahu maksudnya, membesarkan hatiku. Memintaku untuk bersabar oleh sikap eyangnya tersebut. ****Kandunganku sudah berusia 30 Minggu. "Cantik dan seksi bumilku." Kak Abian memeluk diriku dari belakang."Bohong!" bantahku dengan cepat sambil menggoreng sambal teri. Aku tahu dia itu han

  • Istri hanya Status    129. Kehadiran Eyang.

    "Assalamualaikum, Eyang, Apa kabar?" Lekas, Kuraih tangan yang sudah berkeriput itu. Kucium punggungnya dengan penuh takzim. "Dari mana kalian?" Pertanyaan pertama yang beliau berikan untukku. Lelaki itu masih saja sama. Tidak bisa ramah denganku. Entahlah. "Dari liburan, Eyang. Masa kerja terus takut kaya," seloroh Kak Abian seraya mencium punggung tangan kakeknya."Liburan terus. Kapan memberikan cicit padaku?" Tatapan tajamnya mengarah ke perutku. Aku merasa tidak nyaman."Sudahlah, Eyang. Kami itu baru saja sampai mau istirahat dulu." Kak Abian membawa koper kami ke dalam rumah.Aku pun mengikuti langkah suami. Entah mengapa aku merasa kehadiran eyang kaki ini akan membawa masalah. ****"Sudah berapa lama kalian menikah? Dan kalian belum juga memberikan keturunan padaku!" ucap Eyang saat kami selesai makan malam."Kami sudah berusaha, Eyang. Doakan saja semoga cepat diberikan momongan lagi." "Mau sampai kapan, Bian? Kamu itu satu-satunya pewaris Lukman. Kamu itu satu-satunya

  • Istri hanya Status    128. Nina.

    Assalamualaikum." Seorang perempuan muda dengan bayi dalam gendongannya berada di depan pintu rumahku. "Waalaikummussallam…." Aku menulis penampilannya yang kacau. Sembab di matanya membuatku iba. "Monggo masuk, Mbak." Aku yang tidak tahu asal usul wanita itu merasa tersentuh ketika menatap bayi mungil yang tampak kedinginan itu. Hanya ditutupi dengan selimut bayi yang tipis. Malam ini terasa sangat dingin karena tadi sore langit menumpahkan air dengan sangat derasnya. Bahkan saat ini masih gerimis kecil-kecil. Kenapa ia harus keluar dengan membawa bayi? Dengan langkah pelan dan malu-malu wanita yang usianya dibawahku mengikuti masuk ke dalam rumah. "Mbak ini siapa? Dan kenapa jam segini ke luar rumah?" Aku membuka obrolan setelah memberikan baju ganti untuk anaknya. Bayi yang aku taksir berusia delapan bulan itu sedang diberi ASI oleh ibunya. Aku tidak hanya memberikan baju ganti tapi juga kebutuhan bayi. Seperti minyak telon dan lain sebagainya. Aku menatap lekat wajah sendu

  • Istri hanya Status    127. Siapa?

    "Itu masalahnya. Dia tidak mau mengambil anaknya, pun tidak mengizinkan Devia diadopsi oleh orang lain. Dia berjanji akan memenuhi semua kebutuhannya tapi belum bisa merawatnya sendiri. Tadi pun membelikan semua kebutuhan Devia."Keterangan Bu Maemunah membuatku mengernyitkan dahi. Apa yang menyebabkan dia tidak mau mengambil anaknya? Apa mungkin istri baru yang menyebabkan bapaknya anak ini memilih menitipkan Devia di panti asuhan? Untung saja Kak Abian dari awal melarang aku ketika ingin mengangkat Devia menjadi anak kami. Pasti kami akan berurusan dengan bapaknya anak ini kalau itu beneran terjadi."Semoga kamu selalu sehat, ya, Nak." Aku mencium pucuk kepalanya lama.****Satu tahun telah berlalu dan aku belum diizinkan Allah untuk mengandung lagi. Lelaki yang menjadi suamiku pun benar-benar menepati janjinya padaku. Tidak pernah mengungkit tentang kehadiran anak padaku.Kesibukan kami pun bertambah. Tidak hanya mengurusi usaha saja. Kini aku fokus di panti. Mengurus anak-anak ya

  • Istri hanya Status    126. Bertemu Devia.

    Aku pun mengguncang pundaknya dengan keras. "Katakan ada apa, Za? Jangan kau buat aku penasaran seperti ini." Air mataku sudah tak terbendung lagi. "Anakmu telah tiada, Via." Mendengar ucapan Aiza, kepalaku kembali nyeri tak lama kemudian kembali gelap. "Alhamdulillah kamu sudah siuman, Sayang?" Kak Abian yang kini ada di dekatku."Azkha mana, Kak?" Pertanyaan pertama yang aku lontarkan pada lelaki di hadapan."Itu di depan. Yuk, kita lihat untuk terakhir kalinya sebelum dikafani dan dishalatkan!"Lagi-lagi hatiku hancur ketika menatap bayi mungil yang matanya terpejam dengan damai itu. Bayi yang aku kandung selama sembilan bulan lebih. Bayi yang aku tunggu kelahirannya di dunia ini. Bayi yang telah membuatku jatuh cinta meski belum pernah bertemu dengannya. Bayi yang aku sukai tendangan-tendangan halusnya. Aku menatap nanar pada tubuh mungil yang terbujur kaku itu.Anak yang belum sempat aku gendong itu begitu tampan. Ini pertemuan kami yang pertama kalinya tanpa sekat. Kemarin wa

  • Istri hanya Status    125. POV Silvia.

    POV Silvia"Nduk, makan dulu." Aku menatap sekilas ke arah pintu. Bi Baidah membawa baki berisi piring dengan gundukan nasi dan teman-temannya."Silvia belum lapar, Bi." Aku menatap nanar pada nampan yang dibawa istrinya paman Gozali."Bibi tahu kamu sedih, tapi harus dipaksakan untuk makan walaupun sedikit." Wanita itu ikut duduk di sampingku. Tepi ranjang. Aku tetap menggelengkan kepala. Selera makanku menguap entah kemana semenjak mengetahui bahwa anak kami harus dirawat di rumah sakit. Aku sendiri sudah diperbolehkan pulang.Bagaimana bisa aku makan enak di rumah, sedangkan anakku sedang berjuang untuk hidup di dalam ventilator. Banyak selang yang terpasang di tubuhnya.Terjadi infeksi pada saluran napas dan paru-paru yang disebabkan oleh air ketuban yang sempat tertelan olehnya. Itu yang membuatnya tak menangis kala dilahirkan ke dunia ini. Tubuhnya pun sudah berwarna biru. "Kalau kamu terus-terusan sedih di sini, bagaimana kondisi anakmu di sana? Kamu harus kuat dan tegar. Ka

DMCA.com Protection Status