"Wah, Zana gak bawa pakaian ganti, Kak. Kenapa gak bilang dari kemaren?“ tanyaku, setelah mata menatap perempuan beranak dua itu. "Bang Hamka juga barusan ngasih tau Kakak. Gak papa, kan bisa pake baju Kakak." Aku menatapnya dengan alis bertaut. "Mana bisa Zana pake baju Kakak. Yang ada malah cingkrang, Kak," ucapku terkikik geli. Kak Cindy nyengir kuda. Kak Cindy memang agak berisi, tapi tinggi badannya jauh di bawahku. "Kan gak papa, Na, kalo cuma daster atau baju tidur. Nanti baju yang ini biar langsung dicuci. Harry bisa pake baju punya Alif," saran Kak Cindy. "Iya, iya, Zana ngalah." Bibirku mengerucut. Kak Cindy tersenyum menang. "Iya, giliran. Minggu depan nginep di rumah kakak ya, Na." Kali ini Kak Ana nyeletuk. "Ih, kok Zana jadi kayak apa, gitu, asal maen giliran aja." Sewotku. "Lah, kok, gak adil, Na?" "Iya, iya. Bulan depan ya, Kak." Akhirnya aku menyerah. *****Haikal baru saja memutar gagang pintu untuk masuk rumah, ketika seorang laki-laki seumurannya datang me
Baca selengkapnya