Dalam sekelipan mata saja, sosok itu telah berdiri di hadapan Antaguna, dan dia tidak lain adalah Gadih Cimpago.“Sebegitu kecewanyakah engkau sehingga kau langsung hendak meninggalkan kawasan ini?”Antaguna mendengus halus, ia terus melangkah dengan menggiring kudanya, Gadih Cimpago terpaksa mengiringi langkahnya dari samping kiri.“Tidak ada yang bisa melarangku untuk aku pergi ke mana pun aku suka,” ujar Antaguna. “Toh, tidak ada gunanya lagi aku berlama-lama di sini.”“Apakah kau mengenaliku?” tanya sang wanita.Pria tinggi besar dan berotot itu menyeringai. “Secara pribadi, tidak. Tapi aku mengenal jurus yang kau gunakan untuk menyerangku tadi,” dia tertawa tanpa suara. “Kau bahkan berniat membunuhku dengan Telapak Marapi.”“Begitu, ya?” Gadih Cimpago tersenyum sembari mengangguk-angguk, lalu menepuk-nepuk pelan tangan kiri sang pria. “Maaf tentang itu,” ujarnya. “Semenjak wafatnya Bundo Kanduang, aku ditugaskan oleh Rajo Bungsu untuk menjaga sang ratu dan putra mahkota.”“Tidak
Last Updated : 2022-11-04 Read more