“Talago!” Rajo Bungsu beralih pada si Kumbang Janti.“Paduko.”“Aku tahu kau pasti masih bingung,” kata sang raja, “tapi simpan terlebih dahulu kebingunganmu, aku sengaja mengeluarkanmu dari penjara itu sebab ini adalah saat yang tepat bagimu membantu Datuk-Datuk Hulubalang lainnya, ini juga demi membuktikan sekaligus membersihkan nama baikmu.”“Paduko,” si Kumbang Janti menundukkan lagi kepalanya.“Pergilah!” titah sang raja.Semua orang membungkuk menerima titah, lalu mereka semua bergerak ke arah gerbang selatan.“Datuk Sukat,” si Kumbang Janti merapat pada datuk yang berpakaian panghulu serbamerah. “Apa yang sebenarnya telah terjadi.”“Si Lorana jahanam itu,” kemarahan jelas terlihat di wajah si Kabau Sirah. “Dia telah membebaskan Kadik Aruma secara diam-diam.”“Jadi begitu, ya?” si Kumbang Janti menghela napas dalam-dalam.“Tidak itu saja,” ujar si Kabau Sirah. “Selama ini, ternyata dia menjadi dalang penculikan gadis-gadis di seantero Andalas.”“Hah?!” si Kumbang Janti membelala
Di pagi yang sama, di satu titik di kawasan bagian timur Ngarai Sianok. Tidak begitu sulit bagi Puti Bungo Satangkai untuk menemukan makam ayahnya, Sialang Babega. Setidaknya, dia mengetahui ini semua dari Ratu Nan Sabatang, atau yang bernama asli Upik Andam.Kawasan di sebuah desa kecil atau jorong itu terlihat cukup liar, tapi ada dua titik yang terlihat lebih terang dan rapi.Yang satu adalah makam ayah dan ibu Ratu Nan Sabatang yang dikuburkan di tanah di mana dulu di sana ada sebuah gubuk tempat tinggal Upik Andam. Makam itu dipagari dengan dinding bata setinggi pinggang, belasan langkah di belakang makam, terdapat sebuah sumur tua.Dan yang satu lagi adalah makam Sialang Babega beserta keluarganya. Makam itu terdiri dari dua gundukan tanah, tidak ada yang tahu pasti di kuburan yang mana satu Sialang Babega dikuburkan.Sama seperti makam ayah dan ibu sang ratu, makam Sialang Babega dan keluarganya juga dipagari bata merah setinggi pinggang di sekelilingnya.Bungo tersenyum dan be
Ketika ratusan prajurit yang dipimpin oleh enam Datuk Hulubalang Kerajaan Minanga tiba di kawasan pelacuran di tengah hutan itu, keadaan di sana langsung menjadi kacau balau.Puluhan pesilat tangguh yang bekerja di bawah Pandan Arum sempat memberikan perlawanan, tapi itu tidak berarti banyak di hadapan enam Datuk Hulubalang yang terkenal cukup sakti.Sebagian besar dari mereka tertangkap, sebagian kecil tewas, dan sebagian lainnya berhasil melarikan diri.Para lelaki hidung belang yang sedang berada di tempat pelacuran itu, semuanya ditahan, dan akan dibawa ke istana untuk diadili bersama dengan para pesilat yang membantu si pemilik tempat pelacuran tersebut.Begitu juga dengan para gadis penghibur, mereka semua dikumpulkan, dan akan dibawa ke istana sebelum akhirnya nanti akan dipulangkan ke daerah mereka masing-masing.“Berengsek!” dengus si Kabau Sirah.“Yah,” timpal si Kumbang Janti. “Seseorang pasti telah mengetahui bahwa kita akan menggerebek tempat ini, lalu dia melapor kepada
Setelah keduanya telanjang tanpa busana sepotong pun, Kadik Aruma menuntun Pandan Arum turun ke dalam sungai kecil, dangkal, dan berair jernih.Keduanya saling peluk, saling menggerayangi tubuh lawan jenis masing-masing, di tengah aliran sungai yang hanya sepaha mereka saja.Seolah tidak mampu lagi menahan-nahan nafsunya yang sudah di ubun-ubun, Kadik Aruma mendorong punggung Pandan Arum hingga wanita itu membungkuk di tepi sungai, setengah menungging dengan manja.Pandan Arum mengerang panjang dan terputus-putus seiring Kadik Aruma menusuknya dari belakang.Sementara Dalan, si kusir itu hanya menyeringai saja mendengar suara-suara erangan beberapa langkah di depan sana, atau suara kecipak air karena pengaruh sesuatu. Dia tetap mengipas-ngipas beberapa potong daging yang ia bakar setelah menyalakan api unggun.Dia sudah lama mendengar kelainan pada wanita yang menjadi majikannya itu, tapi baru kali inilah dia melihat langsung kelainan itu sendiri. Bersetubuh dengan ayah sendiri? Yah,
Pagi datang setelah jubah keemasan di ufuk timur tergantikan oleh cahaya yang lebih terang, penuh kehangatan, seakan menjanjikan hari baru yang lebih baik pada setiap makhluk. Kicau-kicau burung di pepohonan, atau suara menguik hewan-hewan di dalam hutan, semua menyambut kehangatan yang diberikan oleh sang mentari, menambah semarak alam sekitar.Suhu yang masih dingin itu tidak membuat Puti Bungo Satangkai bermalas-malasan atau enggan untuk turun ke dalam aliran dangkal di antara bebatuan sungai kecil. Tidak ada seorang pun di tengah-tengah belantara itu, kenyataannya aliran kecil berair sangat bening itu diapit rumpun belukar di sepanjang sisi kiri dan kanannya.Dengan tubuh telanjangnya yang sangat indah itu sang gadis turun ke dalam aliran yang ternyata hanya sebatas pahanya saja. Tapi itu cukup baginya.Kesejukan air yang mengalir lambat itu membuat Bungo berpikir untuk melakukan sedikit pertapaan demi mengulang kembali pelajaran yang telah ia dapatkan, terutama terhadap kesaktian
“Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus penculikan,” ujar seseorang di antara para pria di dalam warung. “Gadis-gadis dari satu desa ke desa lainnya diculik, dan tidak pernah kembali.”Percakapan mereka menarik perhatian Puti Bungo Satangkai, dan ketika tatapannya tertuju pada para pria itu, pria yang tadi berbicara mengatakan sesuatu kepada Bungo.“Kau juga, gadis manis,” ujar pria paruh baya tersebut. “Sedapat mungkin, berhati-hatilah dalam melangkah.”Bungo tersenyum dan mengangguk. Bagaimanapun, pria itu bermaksud baik. Tentu saja, karena dia melakukan perjalanan seorang diri, juga lantaran dia yang seorang gadis yang cantik. Mungkin inilah yang dikhawatirkan pria paruh baya itu. Meskipun, dia sendiri sudah mengetahui hal ini, bahkan sempat menggagalkan satu upaya penculikan para gadis sebelumnya.“Tapi dari yang aku dengar,” ujar seorang pria lainnya. “Rajo Bungsu telah bertindak untuk menghentikan semua itu.”“Tahu dari mana kau?” tanya pria lainnya pula.Pria kedua mereguk kopiny
“Aku senang sebab kalian dapat menjalankan perintahku dengan baik,” ujar Rajo Bungsu pada Enam Hulubalang Kerajaan. “Tapi di waktu yang bersamaan,” dia berbalik, menatap setiap orang di hadapannya, “aku juga sangat bersedih. Bersedih atas apa yang telah dialami para gadis itu.”Pagi itu, sang raja beserta Sembilan Cadiak Pandai dan Enam Hulubalang Kerajaan sedang berada di taman belakang istana, di dekat kolam besar yang airnya mengalir dari sungai di belakang tembok.Sembilan Cadiak Pandai berdiri di dekat teras sedangkan Enam Hulubalang Kerajaan berdiri tiga langkah di hadapan sang raja.“Bagaimana mungkin,” Rajo Bungsu juga melirik kepada Sembilan Cadiak Pandai, “hal hina semacam ini tidak kita ketahui, dan itu telah terjadi selama bertahun-tahun?”Tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan sang raja. Tidak enam pendekar pelindung kerajaan itu, tidak pula sembilan pemikir di belakang sana. Bagaimanapun, mereka sama-sama terkecoh oleh sifat dan sikap si Balam Putiah selama ini.Rajo B
“Apakah gadis-gadis itu sudah engkau pastikan mendapatkan perlindungan sebelum dipulangkan ke keluarga mereka masing-masing?”Si Kumbang Janti membungkuk. “Sudah, Paduko. Kami sudah memastikan itu, dan setiap gadis didampingi oleh tujuh prajurit untuk sampai ke keluarga mereka dengan selamat.”Rajo Bungsu menghela napas dalam-dalam. “Aku ingin memintamu melakukan sesuatu,” dia menatap ke dalam mata si Kumbang Janti. “Tapi aku ragu apakah engkau bersedia atau tidak.”“Paduko,” si Kumbang Janti menundukkan kepalanya. “Katakan saja, patik pasti akan melakukan yang terbaik yang patik bisa.”“Mencari keberadaan Kadik Aruma dan putrinya.”“Dengan senang hati akan patik laksanakan titah Anda, Paduko.”“Bagus!” sang raja mengangguk-angguk. “Aku mempercayakan hal ini kepadamu. Apakah selama berada di dalam penjara telah membuatmu manja, Talago?”Si Kumbang Janti tersenyum dan menggeleng. “Setiap malam, patik selalu melatih diri dalam keheningan, Paduko.”Rajo Bungsu menepuk-nepuk pelan punggun