All Chapters of Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Chapter 151 - Chapter 160

341 Chapters

Seikat Bunga

Setelah keduanya telanjang tanpa busana sepotong pun, Kadik Aruma menuntun Pandan Arum turun ke dalam sungai kecil, dangkal, dan berair jernih.Keduanya saling peluk, saling menggerayangi tubuh lawan jenis masing-masing, di tengah aliran sungai yang hanya sepaha mereka saja.Seolah tidak mampu lagi menahan-nahan nafsunya yang sudah di ubun-ubun, Kadik Aruma mendorong punggung Pandan Arum hingga wanita itu membungkuk di tepi sungai, setengah menungging dengan manja.Pandan Arum mengerang panjang dan terputus-putus seiring Kadik Aruma menusuknya dari belakang.Sementara Dalan, si kusir itu hanya menyeringai saja mendengar suara-suara erangan beberapa langkah di depan sana, atau suara kecipak air karena pengaruh sesuatu. Dia tetap mengipas-ngipas beberapa potong daging yang ia bakar setelah menyalakan api unggun.Dia sudah lama mendengar kelainan pada wanita yang menjadi majikannya itu, tapi baru kali inilah dia melihat langsung kelainan itu sendiri. Bersetubuh dengan ayah sendiri? Yah,
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

Awal Langkah Baru

Pagi datang setelah jubah keemasan di ufuk timur tergantikan oleh cahaya yang lebih terang, penuh kehangatan, seakan menjanjikan hari baru yang lebih baik pada setiap makhluk. Kicau-kicau burung di pepohonan, atau suara menguik hewan-hewan di dalam hutan, semua menyambut kehangatan yang diberikan oleh sang mentari, menambah semarak alam sekitar.Suhu yang masih dingin itu tidak membuat Puti Bungo Satangkai bermalas-malasan atau enggan untuk turun ke dalam aliran dangkal di antara bebatuan sungai kecil. Tidak ada seorang pun di tengah-tengah belantara itu, kenyataannya aliran kecil berair sangat bening itu diapit rumpun belukar di sepanjang sisi kiri dan kanannya.Dengan tubuh telanjangnya yang sangat indah itu sang gadis turun ke dalam aliran yang ternyata hanya sebatas pahanya saja. Tapi itu cukup baginya.Kesejukan air yang mengalir lambat itu membuat Bungo berpikir untuk melakukan sedikit pertapaan demi mengulang kembali pelajaran yang telah ia dapatkan, terutama terhadap kesaktian
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Tentang Sikap

“Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus penculikan,” ujar seseorang di antara para pria di dalam warung. “Gadis-gadis dari satu desa ke desa lainnya diculik, dan tidak pernah kembali.”Percakapan mereka menarik perhatian Puti Bungo Satangkai, dan ketika tatapannya tertuju pada para pria itu, pria yang tadi berbicara mengatakan sesuatu kepada Bungo.“Kau juga, gadis manis,” ujar pria paruh baya tersebut. “Sedapat mungkin, berhati-hatilah dalam melangkah.”Bungo tersenyum dan mengangguk. Bagaimanapun, pria itu bermaksud baik. Tentu saja, karena dia melakukan perjalanan seorang diri, juga lantaran dia yang seorang gadis yang cantik. Mungkin inilah yang dikhawatirkan pria paruh baya itu. Meskipun, dia sendiri sudah mengetahui hal ini, bahkan sempat menggagalkan satu upaya penculikan para gadis sebelumnya.“Tapi dari yang aku dengar,” ujar seorang pria lainnya. “Rajo Bungsu telah bertindak untuk menghentikan semua itu.”“Tahu dari mana kau?” tanya pria lainnya pula.Pria kedua mereguk kopiny
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Hal yang Disepelekan

“Aku senang sebab kalian dapat menjalankan perintahku dengan baik,” ujar Rajo Bungsu pada Enam Hulubalang Kerajaan. “Tapi di waktu yang bersamaan,” dia berbalik, menatap setiap orang di hadapannya, “aku juga sangat bersedih. Bersedih atas apa yang telah dialami para gadis itu.”Pagi itu, sang raja beserta Sembilan Cadiak Pandai dan Enam Hulubalang Kerajaan sedang berada di taman belakang istana, di dekat kolam besar yang airnya mengalir dari sungai di belakang tembok.Sembilan Cadiak Pandai berdiri di dekat teras sedangkan Enam Hulubalang Kerajaan berdiri tiga langkah di hadapan sang raja.“Bagaimana mungkin,” Rajo Bungsu juga melirik kepada Sembilan Cadiak Pandai, “hal hina semacam ini tidak kita ketahui, dan itu telah terjadi selama bertahun-tahun?”Tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan sang raja. Tidak enam pendekar pelindung kerajaan itu, tidak pula sembilan pemikir di belakang sana. Bagaimanapun, mereka sama-sama terkecoh oleh sifat dan sikap si Balam Putiah selama ini.Rajo B
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Munculnya Seorang Pesaing

“Apakah gadis-gadis itu sudah engkau pastikan mendapatkan perlindungan sebelum dipulangkan ke keluarga mereka masing-masing?”Si Kumbang Janti membungkuk. “Sudah, Paduko. Kami sudah memastikan itu, dan setiap gadis didampingi oleh tujuh prajurit untuk sampai ke keluarga mereka dengan selamat.”Rajo Bungsu menghela napas dalam-dalam. “Aku ingin memintamu melakukan sesuatu,” dia menatap ke dalam mata si Kumbang Janti. “Tapi aku ragu apakah engkau bersedia atau tidak.”“Paduko,” si Kumbang Janti menundukkan kepalanya. “Katakan saja, patik pasti akan melakukan yang terbaik yang patik bisa.”“Mencari keberadaan Kadik Aruma dan putrinya.”“Dengan senang hati akan patik laksanakan titah Anda, Paduko.”“Bagus!” sang raja mengangguk-angguk. “Aku mempercayakan hal ini kepadamu. Apakah selama berada di dalam penjara telah membuatmu manja, Talago?”Si Kumbang Janti tersenyum dan menggeleng. “Setiap malam, patik selalu melatih diri dalam keheningan, Paduko.”Rajo Bungsu menepuk-nepuk pelan punggun
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Sebab Akibat

Si Kumbang Janti mendesah berat dan panjang. “Dengar, Lorana,” ujarnya, “aku tahu seperti apa perasaanmu saat ini. Akan tetapi—”“Kau tidak akan tahu, Talago!” kembali si Balam Putiah beratap muka dengan si Kumbang Janti. “Tidak akan pernah! Jangan mengingau di hadapanku!”Yah, pikir si Kumbang Janti. Harga dirinya yang pecah berderai telah membuatnya menjadi lebih kasar. Atau, memang seperti inilah sifat aslinya.“Kau lupa,” ujar si Kumbang Janti, “bahwa aku pernah merasa sangat malu dan hina dengan fitnah yang ditujukan kepadaku, dan kau yang menuduhku dengan menggebu-gebu… aku sama, Lorana. Hanya manusia biasa yang juga punya perasaan yang bisa terluka. Tapi setidaknya, aku menjadikan hal itu sebagai pembelajaran bagiku.”“Jadi kau datang hanya untuk mengejekku, hah?” si Balam Putiah menyeringai semakin lebar. “Kau datang untuk membalaskan sakit hatimu padaku!”“Sudah kukatakan, bukan?” sanggah si Kumbang Janti. “Aku datang bukan untuk menghinakanmu apalagi untuk membalaskan sakit
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Kutang Berenda

Si Kumbang Janti akhirnya berdiri, dan melangkah mendekati pintu jeruji, lalu dia berhenti sejenak, melirik si Balam Putiah dari ujung bahunya. “Kau tahu,” ujarnya, “setelah semua yang terjadi, aku masih menaruh harapan padamu. Dan aku akan melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan untuk membersihkan namamu. Lagi pula, Paduko Rajo melarang kami untuk menyebarkan perihal keterlibatanmu dengan tempat pelacuran itu.” Si Balam Putiah mengangkat kepalanya. Menatap punggung pria di dekat pintu jeruji tersebut. “Kau!” “Aku hanya ingi mencoba mengembalikan temanku yang dulu,” si Kumbang Janti tersenyum tanpa berpaling. “Teman seperjuangan demi negeri ini.” “K-Kau yang menyarankan itu pada Paduko?” Kembali dia tersenyum. “Apakah itu sesuatu yang salah?” Si Balam Putaih terdiam dan tertunduk lemah. “Kau memang bodoh!” “Aku tahu,” si Kumbang Janti menghela napas dalam-dalam. Setelah itu, dia keluar dari ruang penjara tersebut, ketika dua prajurit itu hendak mengunci kembali pintu itu, s
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Kumbang Babega

“Keparat!” teriak yang lainnya. “Bunuh dia! Dia bukan orang biasa!” Mereka dengan serentak menghunus senjata masing-masing, lalu menyerang si Kumbang Janti secara bersamaan. Celah kosong akibat satu pria terjengkang oleh tinju si Kumbang Janti menjadi arah baginya untuk menghindari tebasan dari berbagai jenis senjata tajam kelima orang tersebut. Dia dengan cepat mencengkeram kerah baju pria yang tertelentang itu, memaksanya berdiri, dan menjadikan pria tersebut sebagai tamengnya. “Bagaimana,” bisik si Kumbang Janti, “kau menyukai kutang itu?” “Bangsat!” tapi gerakan tangan si pria telah lebih dahulu dipatahkan oleh si Kumbang Janti, dengan dua kali totokan saja, pria tersebut tidak lagi bisa menggerakkan tangannya. “J-Jangan serang!” teriaknya kepada teman-temannya yang mencoba untuk menyerang pria yang menahannya dari belakang. “Apakah kalian cukup gila untuk membunuh teman kalian sendiri?” “Tentu saja!” sahut seseorang dan lantas melontarkan beberapa senjata rahasia sekaligus.
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Orang-Orang yang Kejam

“Kau benar!” sahut pria keenam yang menggunakan sepasang sabit. “Serang…!”Empat orang itu kembali menyerang si Kumbang Janti. Didahului oleh si pria keenam dengan sabit kembarnya, lalu di susul oleh pria kedua dengan melepaskan paku-paku beracunnya, dan kemudian oleh pria keempat dan kelima yang masing-maisng bersenjatakan sebuah keris dan sebuah pedang.Si Kumbang Janti bergeser ke kanan, lalu merunduk, tebasan sabit kembar dapat ia hindari, kemudian dia menjatuhkan tubuhnya, dan berguling menjauh demi menghindari paku-paku beracun.Slap! Slap!Paku-paku beracun menancap ke tanah, dan si Kumbang Janti tertahan oleh sebuah pohon. Dia dengan cepat melontarkan tubuhnya ke atas dengan menggenggam sesuatu.Stak!Serangan pedang dari pria kelima tidak mengenai sasaran dan justru tertancap dalam di batang pohon tersebut.Selagi di udara, si Kumbang Janti memutar tubuhnya sedemikian rupa. Serangan keris datang menghampirinya, namun dia telah lebih dahulu melemparkan sesuatu dalam genggamann
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Pelanduk Dua Serupa

Dari kejauhan mereka sudah melihat asap yang membumbung, berasal dari bagian paling ujung tanjung yang menjorok ke tengah-tengah danau. Meskipun mereka belum dapat melihat rumah di bagian tersebut karena tertutup pepohonan, namun setidaknya, mereka mengetahui bahwa Datuak Sani sedang berada di kediamannya. Asap pembakaran itulah buktinya.Dalan terus memacu dua kuda penarik kereta, menyusuri sisi selatan Danau Maninjau ke arah barat. Sepertinya kawasan itu sudah semakin ramai, sangat berbeda dengan kondisi dua puluh tahun yang lalu, itu di saat terakhir Kadik Aruma pernah mengunjungi Datuak Sani.Menjelang tengah hari, kereta kuda yang dikendalikan oleh Dalan akhirnya tiba di sisi barat Danau Maninjau, di titik di mana daratan di tepian menyatu dengan bagian awal dari tanah memanjang ke arah tengah danau besar.Dalan mengernyitkan kening sebab jalan tanah yang dilalui oleh kuda-kudanya hampir-hampir tidak terlihat sama sekali.“Uni,” ujarnya tanpa berpaling, “apakah Uni yakin Datuak S
last updateLast Updated : 2022-11-21
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
35
DMCA.com Protection Status