Lahat ng Kabanata ng Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan: Kabanata 1 - Kabanata 10

282 Kabanata

Jasa Pacar Sewaan

"Masa akhir cicilan rumah untuk bulan lalu dan bulan ini akan habis tiga hari lagi, Jihan. Kalau kamu masih nunggak lagi, dengan terpaksa kami akan menyitanya dan kamu rugi sendiri." Ini masih pagi dan bagian administrasi pihak pengembang sudah memperingatkan melalui sambungan telfon. Dua bulan ini aku menunggak pembayaran karena belum ada biaya.Niat hati ingin menyicil properti berupa rumah sederhana dan isinya untuk kedua orang tua di kampung halaman. Setelah rumah mewah keluargaku disita bank. Namun, tujuan baikku itu kini mengalami kendala karena pengeluaran bulan ini terlalu banyak."Tolong beri saya waktu sedikit lagi, Pak." Mohonku, mencoba terdengar memelas agar pihak administrasi memberikan kelonggaran. Tapi bagian administrasi justru berdecak kesal lalu kembali berucap. "Kamu itu termasuk yang paling longgar aturannya, Jihan. Customer yang lain nggak dikasih kelonggaran nunggak kayak gini. Khusus kamu, saya tangguhkan dua bulan karena dulu kenal baik sama Papamu."Sungguh
Magbasa pa

Saya Pelanggan Setiamu

Ya Tuhan, mengapa harus manajerku sendiri yang menyewaku sebagai pacar sewaan? Lalu ingatanku kembali ke kejadian siang tadi saat Pak Akhtara memarahiku di hadapan staff yang lain. Beliau adalah sosok atasan yang disiplin, tegas, dan tidak banyak tersenyum di depan karyawan."I ... iya, Pak. Saya … memakai nama samaran Dara sebagai pacar sewaan," jawabku gugup dengan posisi berdiri.Lalu Pak Akhtara melihat penampilanku dari atas hingga bawah dengan seksama melalui kacamata bening yang membingkai kedua matanya lalu kepalanya menggeleng pelan. "Well. Saya nggak nyangka kalau ... "Pak Akhtara tidak melanjutkan ucapannya. Entah apa yang beliau pikirkan tentangku sekarang ini. Namun ekspresi wajahnya masih menampilkan keterkejutan."Silahkan duduk dulu, Han." Kepalaku mengangguk pelan lalu mengambil duduk di hadapan beliau. Membiarkan cardigan hijau tua yang kukenakan tetap membungkus tubuh yang telah mengenakan dress malam terbaik.Pikiranku pun akhirnya berkelana, apa Pak Akhtara hob
Magbasa pa

Menyenggol Betisku Berulang Kali

"Kok ... beda ya, Tar? Kayak bukan Sabrina." Mamanya Pak Akhtara masih meragu jika aku bukanlah Sabrina yang asli. Aduh! Bagaimana ini? Jangan sampai terbongkar!Kemudian Pak Akhtara merubah genggaman di tangan dan berpindah ke pundak kiriku begitu saja. Hingga pundakku menyentuh dadanya yang bidang. "Hanya perasaan Mama aja. Dia ini Sabrina, Ma. Mungkin karena efek diet dan ganti warna rambut aja makanya kayak ... orang lain." Untung saja Pak Akhtara luwes sekali berdrama di hadapan keluarganya. Apakah beliau memiliki bakat berbohong yang terpendam?Keluarga besar Pak Akhtara menunjukkan keraguan itu dengan saling tatap. Lalu tanpa diduga, beliau mengeluarkan jurus selanjutnya yang membuatku merasa geli sendiri. Seperti bukan Pak Akhtara yang dingin, tegas, dan berwibawa. "Sayang, duduk dulu," ucapnya dengan senyum tulus yang dibungkus kepalsuan. Lalu Pak Akhtara menarik sebuah kursi untuk kududuki kemudian beliau ikut mengambil duduk di sebelahku. Sedang kakinya kembali memberi
Magbasa pa

Dijodohkan Atau Menikah Palsu?

"Yang penting kalian nyambung menjalani hubungan?" tanya Papanya Pak Akhtara memastikan dengan menatapku lekat. Hingga kedua alisnya berkerut seperti mencari pembenaran atas apa yang beliau dengar."Eh ... iya, Om. Yang penting ... kami bisa memahami kekurangan satu sama lain," jawabku gugup dan seadanya. "Itu artinya kalian menjalani hubungan ini dengan landasan yang nggak tepat, Sabrina. Orang kalau mau menikah itu nggak cuma butuh perasaan saling nyambung aja, tapi saling melengkapi, tahu satu sama lain, dan penuh kasih sayang. Bukan asal memahami kekurangan tapi nggak ada cinta." Aduh! Apa lagi ini? Berbicara cinta itu bukanlah prioritasku! Sungguh yang kubutuhkan saat ini adalah uang! Bukan cinta! Karena itu tidak akan membuatku keyang atau bisa melunasi cicilan rumah! Benar kan?!Juga, aku malas memiliki hubungan serius dengan lelaki manapun sehingga tidak mengerti apa yang papanya Pak Akhtara katakan. "Tara, bisa kamu jelasin apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Sab
Magbasa pa

Ada Pernikahan, Ada Uang

Lalu angin malam berhembus di parkiran tempat resepsi pernikahan adiknya. Pak Akhtara hanya menghela nafas kesal sambil menyugar rambut berulang kali. Kentara sekali jika manajerku itu memiliki rahasia yang tidak ingin dibagi. "Sudahlah, nggak usah bahas dia lagi. Bagi saya, hubungan kami udah selesai!" "Menurut Bapak udah selesai, tapi gimana nasib saya? Gimana ini, Pak? Pokoknya saya nggak mau menikah sama Bapak! Kesepakatan kita hanya jadi pacar sewaan aja! Nggak lebih! Karena saya nggak mau nikah sebelum punya ekonomi yang mapan!" "Kamu pikir saya mau nikah sama kamu? Yang nggak pernah saya ketahui seluk belukmu kayak apa? Asal kamu tahu, Han, yang pasti saya ngelakuin ini karena terpaksa!" Dinikahi lelaki mapan dan berkharisma seperti Pak Akhtara itu tidak ada salahnya. Dia menawan dengan kulit eksotisnya yang bersih. Belum lagi bulu-bulu halus yang memenuhi permukaan kulit tangannya. Tubuhnya tinggi dan ideal. Hanya saja di usianya hampir mendekati kepala empat. Sungguh buka
Magbasa pa

Menikah Itu Butuh Wali

Aku menggigit bibir bawah sambil berpikir keras menanggapi permintaan manajerku ini. Karena aku berani bertaruh, gajinya yang tidak sedikit itu pasti telah menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tebal di dalam rekening tabungannya. Bagai menemukan harta karun! Namun, mengapa hatiku berteriak tidak siap jika satu atap dengannya juga peraturan seperti apa yang ditawarkan dalam pernikahan kontrak ini? "Saya ... bingung, Pak," jawabku teramat polos. Pak Akhtara berdecak kesal lalu manatapku kesal, "Katanya kamu butuh uang. Sekarang udah saya tawarkan uang lima puluh juta, kamu bingung. Gimana sih kamu ini, Han?!" "Wajar lah saya bingung, Pak. Tiba-tiba disuruh menikah sama Bapak padahal kita nggak pernah kenal akrab. Cuma satu kantor jadi atasan bawahan." "Namanya juga nikah kontrak, Han. Nggak perlu pakai acara kenalan atau apa lah. Ini tuh nikah palsu istilahnya. Nggak ngapa-ngapain. Nggak ada bulan madu atau malam pertama. Kamu tetap utuh kayak semula saya nyewa kamu. Paham?" Aku
Magbasa pa

Wali Nikah Asli Atau Palsu?

Ada dua pertanyaan. Apakah datang ke rumah orang tuaku lalu meminta restu karena mau menikah dengan Pak Akhtara? Atau aku mencari solusi yang lain demi mendapatkan wali nikah? Tapi solusi seperti apa? "Halo, Han? Ada apa?" tanya Rara, pemilik agensi pacar sewaan yang menaungiku. Suaranya terdengar serak. Sepertinya ia sudah terlelap ketika aku menghubungi. Wajar, karena ini sudah pukul sebelas malam. Baru saja Pak Akhtara mengantarkanku sampai kosan setelah kami berdebat panjang lebar di parkiran hotel tempat resepsi pernikahan adiknya. Membahas rencana pernikahan palsu dadakan kami dan apa saja yang sangat dibutuhkan dalam prosesi ijab kabul itu nantinya. "Hai, Ra. Maaf ganggu malam-malam. Gue mau tanya." "Tanya apaan?" tanyanya lagi dengan suara khas mengantuk. "Ehm ... siapa ya yang kerjaannya jadi wali nikah palsu, Ra? Lo tahu nggak? Maksud gue kenal nggak?" Rara tidak segera menjawab lalu aku memanggilnya kembali. "Ra? Halo?" "Emang ngapain lo pengen nyari wali nikah
Magbasa pa

Meminta Doa Restu

Lega rasanya usai membayar cicilan rumah yang ditinggali kedua orang tuaku di kampung halaman. Meski rumah itu tidak megah dan besar karena hanya berdiri di atas lahan perumahan sederhana, namun ada kebanggan tersendiri bisa membuat mereka bahagia. Yang terpenting kedua orang tuaku nyaman menempatinya. Tanpa mobil mewah yang berjajar di garasi seperti dulu. Hanya sebuah motor bebek bekas yang terparkir di teras. "Halo, Ma. Aku barusan kirim untuk jatah makan minggu ini," ucapku dari sambungan telfon sambil duduk di depan gerai minimarket. Dengan sekaleng minuman dingin yang menemani langkah takdirku detik ini. "Iya, Han. Makasih banyak ya, Nak. Meski nggak kamu kirim nggak apa-apa kok. Mama masih ada uang." Aku mengerutkan kedua alis menanggapi ucapan Mama. Sebab ini sudah jadwalnya aku mengirim uang jatah makan karena Mama dan Papa tidak bekerja. Menggantungkan seluruh hidupnya padaku usai kalah pemilihan dan jatuh miskin. "Papamu sekarang bisnis bikin tempe, Han. Lumayan dijua
Magbasa pa

Teknik Merayu Jitu Untuk Calon Mertua

"Menikah?" tanya Papa dengan raut tidak percaya. Kedua alisnya menyatu dengan tatapan terpusat padaku. Lalu melihat Pak Akhtara yang duduk di sebelahku. "Iya, Pa. Kami ... mau menikah. Makanya aku pulang kemari lalu minta doa restu dari Papa dan Mama." Dengan wajah masih dipenuhi keterkejutan, Papa menoleh ke Mama yang duduk di sampingnya. Keduanya hanya bisa saling bertukar ekspresi terkejut. Sedang Pak Akhtara yang duduk di sebelahku hanya diam seribu bahasa seperti kesepakatan. Bahwa beliau tidak akan berkata apapun jika tidak mendapat kode dariku. "Jihan, Papa masih nggak ngerti, Nak. Kamu tiba-tiba pulang, lalu bawa laki-laki, dan ... minta nikah. Semuanya mendadak banget, Han. Memangnya ada apa?" Aku membasahi bibir sambil mengatur kegugupan dengan menghela nafas. Sungguh meminta restu menikah itu tidak main-main gugupnya hingga kedua telapak tangan terasa dingin. Padahal ini hanya meminta restu menikah kontrak. Tapi mengapa auranya seperti akan menikah sungguhan? "Kit
Magbasa pa

Mainkan Peran Ini Dengan Baik

"Jihan, malam ini biar Akhtara tidur di kamarmu ya? Kamu sama Mama dan Papa tidur di kamar satunya."Tanganku yang akan meraih ponsel Pak Akhtara yang berdering dari Sabrina akhirnya batal karena seruan dari Mama. Duh ... Mama! Kenapa datang di saat yang salah?!"Lha? Kok gitu?" Aku menunjukkan sisi keberatan."Lalu Akhtara kamu suruh tidur di mana?"Lalu muncul Pak Akhtara dari belakang Mama dengan senyum setipis tisyu. Entah racun internet apa lagi yang beliau lancarkan untuk membuat Mama mengikuti permainannya."Lho, Ma? Memangnya kamar kita muat untuk bertiga?" tanya Papa. "Papa ini gimana sih? Masak tamu disuruh tidur ruang tamu? Nggak etis banget apalagi Akhtara udah belanja banyak untuk keluarga kita loh."Nah kan?! Hati Mama luluh hanya karena belanjaan yang Pak Akhtara berikan. Di rumah kami yang sederhana dengan dua kamar inilah Pak Akhtara tidur untuk pertama kalinya. Usai dari kamar mandi, tiba-tiba aku mendengar percakapan diam-diam Papa dan Pak Akhtara di dalam kamar
Magbasa pa
PREV
123456
...
29
DMCA.com Protection Status