Share

Menikah Itu Butuh Wali

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku menggigit bibir bawah sambil berpikir keras menanggapi permintaan manajerku ini. Karena aku berani bertaruh, gajinya yang tidak sedikit itu pasti telah menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tebal di dalam rekening tabungannya. 

Bagai menemukan harta karun!

Namun, mengapa hatiku berteriak tidak siap jika satu atap dengannya juga peraturan seperti apa yang ditawarkan dalam pernikahan kontrak ini?

"Saya ... bingung, Pak," jawabku teramat polos.

Pak Akhtara berdecak kesal lalu manatapku kesal, "Katanya kamu butuh uang. Sekarang udah saya tawarkan uang lima puluh juta, kamu bingung. Gimana sih kamu ini, Han?!" 

"Wajar lah saya bingung, Pak. Tiba-tiba disuruh menikah sama Bapak padahal kita nggak pernah kenal akrab. Cuma satu kantor jadi atasan bawahan."

"Namanya juga nikah kontrak, Han. Nggak perlu pakai acara kenalan atau apa lah. Ini tuh nikah palsu istilahnya. Nggak ngapa-ngapain. Nggak ada bulan madu atau malam pertama. Kamu tetap utuh kayak semula saya nyewa kamu. Paham?"

Aku menggaruk tengkuk yang tidak gatal lalu menatap Pak Akhtara malu-malu. 

"Gimana kalau saya mau seratus juta, Pak? Kalau setuju, saya siap nikah sama Bapak."

Kedua bola mata Pak Akhtara melebar sempurna dengan mulut sedikit terbuka, "Kamu mau meras saya, Han?!"

"Bu ... bukan gitu, Pak. Saya ... eh ... saya punya banyak tanggungan soalnya, Pak."

"Tetap lima puluh juta dan kita nikah kontrak! Kamu jangan ngelunjak!"

Akhirnya aku mengangguk dengan perasaan takut selepas dibentak Pak Akhtara.

"Gitu kan cepat deal-nya. Nggak usah muter-muter."

"Lalu gimana sama perjanjiannya, Pak?"

"Perjanjian nikah kontrak maksudnya?"

"Iya lah, Pak."

Pak Akhtara kemudian mengulir layar ponselnya sesaat untuk mencari sesuatu di dalam sana. Kemudian ia mengulurkan ponselnya padaku.

"Baca, Han. Itu adalah poin-poin dalam perjanjian nikah kontrak secara garis besar. Selebihnya bisa kita tambahi sendiri lalu tanda tangan di atas kertas bermaterai."

Mataku membaca cepat isi pasal perjanjian nikah kontrak itu. Mulai dari kamar tidur yang terpisah, tidak mencampuri urusan masing-masing, tidak ada hubungan intim, batasan gaji yang diberikan tiap bulannya, dan kapan pernikahan ini akan usai. 

Kemudian kepalaku mengangguk paham seraya mengembalikan ponsel itu pada Pak Akhtara. 

"Saya setuju sama pasal-pasalnya, Pak."

"Kamu bisa pikirin lagi mau nambah kesepakatan apa. Yang penting dalam satu minggu kedepan isi perjanjian udah harus fix dan kita saling sepakat."

"Iya, Pak. Akan saya pikirkan nanti kalau udah di kosan."

"Yang penting bagi saya kamu bisa memerankan tugas sebagai seorang istri yang benar ketika berhadapan dengan keluarga besar saya. Untuk pasal yang lain-lain itu nggak terlalu penting."

"Kenapa tidak penting buat Bapak?"

"Karena orang tua saya biasa berkunjung ke rumah seminggu tiga kali. Jadi yang terpenting adalah kamu bisa memerankan tugas dengan baik, Han."

Kepalaku mengangguk paham lalu terlintas sebuah hal di benak. Ini sedikit krusial dan butuh untuk dibicarakan jika orang tua Pak Akhtara sering bertandang ke rumah manajerku itu. 

"Pak, saya mau tanya."

"Apa?"

"Ini tentang profesi sampingan saya sebagai pacar sewaan. Ehm ... karena saya sudah menandatangani kontrak perjanjian dengan manajemen pacar sewaan, itu artinya saya diharuskan untuk melayani klien yang membutuhkan jasa saya meski kita udah nikah, Pak. Bagaimana jika orang tua Bapak datang tapi saya posisi di luar rumah?"

"Coba kamu pikir, Han. Apa bisa kamu membelah diri menjadi dua bagian?"

Kepalaku menggeleng dengan menatap ragu Pak Akhtara. Apakah ini artinya aku tidak diberi izin tetap melakoni pekerjaan pacar sewaan itu selama menjadi istri palsunya?

"Kamu udah tahu apa jawabannya."

"Jadi, saya nggak boleh kerja jadi pacar sewaan selama jadi istri pura-pura Bapak?"

"Kalau kamu bisa membelah diri menjadi dua, nggak masalah kamu mengerjakan dua hal sekaligus. Siapa tahu kamu bakat jadi amuba," sindirnya.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang dengan menahan amarah. Karena beliau menyamakanku dengan hewan yang tidak memilik sel. Apa-apaan itu?

"Pertanyaan selanjutnya, Pak!"

"Oke," ucapnya santai dengan mengangguk. 

"Saya ... kalau tidak diizinkan bekerja di manajemen pacar sewaan, lantas bagaimana dengan ... biaya hidup saya? Karena ... saya juga punya tanggung jawab orang tua dan ... cicilan properti."

Kepala Pak Akhtara mengangguk paham.

"Jadi pacar sewaan itu termasuk bisnis sampingan kamu ya?"

"Iya."

"Kenapa nggak mencoba bisnis lain?"

"Kalau mencoba bisnis lain berarti saya nggak akan jadi istri palsu Bapak! Lagian, emang Bapak mau modalin usaha buat saya?"

"Nggak sih, Han."

Sudah tahu tidak mau mendanai usaha untukku tapi masih saja mengejek profesi sampinganku ini. Dasar Pak Akhtara! 

"Lalu, gimana sama biaya hidup saya?"

"Kan kamu kerja di kantor yang sama dengan saya. Apa gajinya kurang?"

"Pak, cicilan properti saya itu mahal. Orang tua saya kedua-duanya juga tidak bekerja! Bapak gimana sih?!"

"Lha ... mana saya tahu, Han."

Aku yang sudah terbakar emosi akhirnya tidak bisa menahan diri untuk melawan manajerku itu.

"Ya sudah, saya batal aja jadi istri palsu Bapak! Dari pada saya nggak bisa bayar cicilan dan orang tua saya nggak makan! Silahkan Bapak cari kandidat lain yang lebih tepat! Permisi!"

Baru dua langkah, Pak Akhtara kembali mencekal pergelangan tanganku.

"Bayar cicilan dan menghidupi kedua orang tuamu pakai bayaran yang saya kasih karena mau jadi istri palsu saya. Selebihnya, saya akan bantu kamu mengatur keuangan biar nggak boros. Karena saya tahu berapa gaji staff kayak kamu."

Aku mendelik tidak habis pikir karena Pak Akhtara akan ikut mengatur penghasilanku.

"Tapi itu kan --- "

"Dulu kamu pasti hidupnya enak, Han. Makanya nggak bisa ngatur keuangan dengan baik dan terjebak dalam dunia pacar sewaan kayak gini. Maaf, bukannya saya menghakimi takdir hidup kamu, tapi saya ingin memberi manfaat dari pengalaman hidup saya yang berawal dari staff juga."

Apa yang dikatakan Pak Akhtara tidak salah sama sekali. Aku ini anak tunggal dari keluarga berada kemudian harus terlunta-lunta seperti ini karena semua aset papa habis untuk mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. 

"Sekarang, ada masalah yang lebih penting dari itu, Han."

"Apa, Pak?"

Kemudian Pak Akhtara melepas genggamannya dari pergelangan tanganku. 

"Saat akad nanti, kamu pasti butuh wali."

Bukankah itu artinya ...

"Hah?! Jadi ... kita nikahnya tetap resmi secara agama dan negara, Pak?" tanyaku tidak habis pikir.

"Kamu jangan ngaco deh, Han. Orang tua saya pasti tanya lah, mana orang tuamu dan mereka pasti nggak mendukung saya nikah siri apalagi nikah kontrak. Bisa dipenggal kepala saya."

Aku membasahi bibir sambil memikirkan solusinya. Ya Tuhan, aku benar-benar awam tentang hal seperti ini. 

"Apa kamu punya ide, gimana caranya agar pernikahan kontrak kita tetap berjalan aman dan lancar? Terutama keluarga saya biar nggak ada yang curiga."

"Gimana ya, Pak? Saya juga bingung. Nggak pengalaman soal beginian, Pak."

"Kira-kira, orang tuamu diajak kong kalikong kayak gini, mau nggak ya, Han? Maksudku bersediakah mereka menikahkan kamu dengan saya hanya dalam kurun waktu tertentu? Tapi saya berani jamin, kamu nggak akan saya sentuh sedikit pun."

Aku menghela nafas panjang sambil membayangkan sifat Papa dan Mama.

Jika aku mengatakan hal ini bukankah mereka akan mengerti profesi sampinganku dan setuju kah mereka dengan pilihan hidupku kali ini?

Menjadi istri palsu manajerku demi segepok uang?

Juniarth

enjoy reading....

| 2
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
bakal seru tapi jangan ada ulangan kalimat d bab baru dunk tor
goodnovel comment avatar
Berlianna zega
hadir kk author
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
absen ya say,awal kisah,udah bikin gemes
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Wali Nikah Asli Atau Palsu?

    Ada dua pertanyaan. Apakah datang ke rumah orang tuaku lalu meminta restu karena mau menikah dengan Pak Akhtara? Atau aku mencari solusi yang lain demi mendapatkan wali nikah? Tapi solusi seperti apa? "Halo, Han? Ada apa?" tanya Rara, pemilik agensi pacar sewaan yang menaungiku. Suaranya terdengar serak. Sepertinya ia sudah terlelap ketika aku menghubungi. Wajar, karena ini sudah pukul sebelas malam. Baru saja Pak Akhtara mengantarkanku sampai kosan setelah kami berdebat panjang lebar di parkiran hotel tempat resepsi pernikahan adiknya. Membahas rencana pernikahan palsu dadakan kami dan apa saja yang sangat dibutuhkan dalam prosesi ijab kabul itu nantinya. "Hai, Ra. Maaf ganggu malam-malam. Gue mau tanya." "Tanya apaan?" tanyanya lagi dengan suara khas mengantuk. "Ehm ... siapa ya yang kerjaannya jadi wali nikah palsu, Ra? Lo tahu nggak? Maksud gue kenal nggak?" Rara tidak segera menjawab lalu aku memanggilnya kembali. "Ra? Halo?" "Emang ngapain lo pengen nyari wali nikah

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Meminta Doa Restu

    Lega rasanya usai membayar cicilan rumah yang ditinggali kedua orang tuaku di kampung halaman. Meski rumah itu tidak megah dan besar karena hanya berdiri di atas lahan perumahan sederhana, namun ada kebanggan tersendiri bisa membuat mereka bahagia. Yang terpenting kedua orang tuaku nyaman menempatinya. Tanpa mobil mewah yang berjajar di garasi seperti dulu. Hanya sebuah motor bebek bekas yang terparkir di teras. "Halo, Ma. Aku barusan kirim untuk jatah makan minggu ini," ucapku dari sambungan telfon sambil duduk di depan gerai minimarket. Dengan sekaleng minuman dingin yang menemani langkah takdirku detik ini. "Iya, Han. Makasih banyak ya, Nak. Meski nggak kamu kirim nggak apa-apa kok. Mama masih ada uang." Aku mengerutkan kedua alis menanggapi ucapan Mama. Sebab ini sudah jadwalnya aku mengirim uang jatah makan karena Mama dan Papa tidak bekerja. Menggantungkan seluruh hidupnya padaku usai kalah pemilihan dan jatuh miskin. "Papamu sekarang bisnis bikin tempe, Han. Lumayan dijua

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Teknik Merayu Jitu Untuk Calon Mertua

    "Menikah?" tanya Papa dengan raut tidak percaya. Kedua alisnya menyatu dengan tatapan terpusat padaku. Lalu melihat Pak Akhtara yang duduk di sebelahku. "Iya, Pa. Kami ... mau menikah. Makanya aku pulang kemari lalu minta doa restu dari Papa dan Mama." Dengan wajah masih dipenuhi keterkejutan, Papa menoleh ke Mama yang duduk di sampingnya. Keduanya hanya bisa saling bertukar ekspresi terkejut. Sedang Pak Akhtara yang duduk di sebelahku hanya diam seribu bahasa seperti kesepakatan. Bahwa beliau tidak akan berkata apapun jika tidak mendapat kode dariku. "Jihan, Papa masih nggak ngerti, Nak. Kamu tiba-tiba pulang, lalu bawa laki-laki, dan ... minta nikah. Semuanya mendadak banget, Han. Memangnya ada apa?" Aku membasahi bibir sambil mengatur kegugupan dengan menghela nafas. Sungguh meminta restu menikah itu tidak main-main gugupnya hingga kedua telapak tangan terasa dingin. Padahal ini hanya meminta restu menikah kontrak. Tapi mengapa auranya seperti akan menikah sungguhan? "Kit

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Mainkan Peran Ini Dengan Baik

    "Jihan, malam ini biar Akhtara tidur di kamarmu ya? Kamu sama Mama dan Papa tidur di kamar satunya."Tanganku yang akan meraih ponsel Pak Akhtara yang berdering dari Sabrina akhirnya batal karena seruan dari Mama. Duh ... Mama! Kenapa datang di saat yang salah?!"Lha? Kok gitu?" Aku menunjukkan sisi keberatan."Lalu Akhtara kamu suruh tidur di mana?"Lalu muncul Pak Akhtara dari belakang Mama dengan senyum setipis tisyu. Entah racun internet apa lagi yang beliau lancarkan untuk membuat Mama mengikuti permainannya."Lho, Ma? Memangnya kamar kita muat untuk bertiga?" tanya Papa. "Papa ini gimana sih? Masak tamu disuruh tidur ruang tamu? Nggak etis banget apalagi Akhtara udah belanja banyak untuk keluarga kita loh."Nah kan?! Hati Mama luluh hanya karena belanjaan yang Pak Akhtara berikan. Di rumah kami yang sederhana dengan dua kamar inilah Pak Akhtara tidur untuk pertama kalinya. Usai dari kamar mandi, tiba-tiba aku mendengar percakapan diam-diam Papa dan Pak Akhtara di dalam kamar

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Pelukan Dari Belakang

    Sesuai kesepakatan, Mama dan Papa datang ke Jakarta menggunakan travel agensi lalu menginap di sebuh hotel. Semua itu dibiayai oleh Pak Akhtara karena beliau lah yang paling membutuhkan pernikahan ini. Aku dan Pak Akhtara sepakat untuk menggelar akad nikah ini ketika malam hari. Karena tidak mungkin jika kami mengambil izin cuti kantor untuk menikah. Selain itu pernikahan ini terikat oleh waktu tertentu sesuai perjanjian dan tidak boleh sampai diketahui siapapun apalagi orang kantor, kecuali keluarga besar. Pernikahan ini hanya formalitas di depan keluarga Pak Akhtara saja. Bukan untuk konsumsi publik. Tidak ada resepsi mewah karena semuanya disediakan mendadak sekali. Usai dirias secantik mungkin di hotel tempat kedua orang tuaku menginap, sebuah gaun putih dengan payet indah itu disodorkan padaku. Ukurannya begitu pas dan penampilanku begitu cantik jelita dengan sanggul paes ageng dan bunga melati yang menjuntai sampai di depan dada. "Han, kamu dan Akhtara itu mau menikah. Ma

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Melihatku Setengah Tanpa Busana

    Benar sekali tebakanku! Pak Akhtara nampak terkejut dan bingung bagaimana menjelaskannya. Tentang orang tuaku yang belum kami sepakati agar merubah nama panggilanku menjadi Sabrina. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Orang tuaku tetap memanggilku dengan nama Jihan, seperti biasanya di hadapan kedua orang tua Pak Akhtara. Wajah lelah Pak Akhtara makin tertekan karena rencana kami kurang matang. Sudah barang pasti aku dan Pak Akhtara sama-sama dilanda kecemasan saat ini. Jika sudah begini, aku harus memainkan peran sebagai Sabrina palsu dan istri kontrak dengan baik. Jangan sampai rahasia kami terkuak. Karena aku juga tidak mau kedua orang tuaku mengetahui skenario pernikahan bohongan kami. Aku segera meraih lengan Pak Akhtara dan merangkulnya mesra di hadapan kedua orang tuanya. Beruntung Pak Akhtara langsung bisa mengerti maksudku. "Saya kalau di kantor dipanggil Sabrina, Ma, Pa. Soalnya nama Jihan itu ada tiga. Seringnya kalau manggil Sabira itu kayak beribet. Jadi lebih terbia

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Malam Pertama

    "Aku bilang keluar, Jihan!" Bentak Pak Akhtara. Sedang otakku segera memproses perintahnya dengan tangan masih mendekap gaun pernikahan putih yang menutupi dadaku. "Keluar? Apa Bapak tidak mikirin nasib kita gimana selanjutnya kalau orang-orang rumah tahu saya keluar dari kamar Bapak dalam keadaan setengah tanpa busana kayak gini? Mereka bisa ngiranya Bapak melecehkan saya di malam pertama." Penjelasanku itu kemudian menyadarkan Pak Akhtara. Beliau langsung berpikir sejenak kemudian menatapku kembali. "Siapa yang nyuruh kamu masuk kamar saya?!" Aku kembali mendekap gaun pernikahan ini meski payetnya cukup membuat permukaan kulit dadaku seperti digelitiki. Lagipula, kenapa perias dan Mamanya Pak Akhtara lama sekali kembalinya? "Saya disuruh Mamanya Pak Akhtara masuk ke kamar ini. Saya pikir ini kamar saya yang disiapkan Bapak untuk saya." "Ini kamar saya, Jihan!" Bentaknya lagi dengan mata membola. "Mana saya tahu, Pak! Bapak jangan bentak-bentak saya! Soalnya saya juga ngga

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Keramas Usai Malam Pertama

    "Akhtara! Halo! Kamu dengar aku?" Kemudian dengan secuil ide cemerlang, aku berusaha menyesuaikan suara perempuan yang kumiliki ini berganti menjadi suara lelaki. Hanya dengan mengeluarkan deheman dengan suara dalam. "Hem!" "Akhtara, aku mohon! Maafin aku! Aku bisa jelasin segalanya! Aku nggak bermaksud bohongin kamu! Aku cuma sedang nyari waktu yang tepat biar kamu nggak salah paham," ucap Sabrina yang asli. Sungguh suaranya terdengar begitu empuk dan merdu seperti penyanyi. Kemudian penilaianku tentang penampilannya yang gendut dan tidak cantik seketika berubah. Jangan-jangan dia itu sebenarnya cantik? Tapi setelah mendengar ucapannya, aku mengernyitkan kedua alis dengan rasa penasaran yag teramat. Memangnya apa yang sedang dirahasiakan Sabrina hingga Pak Akhtara begitu marah? "Akhtara, please, ngomong sesuatu. Jangan diam aja! Aku mohon maafin aku. Aku bersedia nyingkirin segalanya demi kamu. Demi hubungan kita, Tar. Aku cinta kamu, Tara. Please. Please, Tara," ucapnya den

Bab terbaru

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Sisa Cinta

    POV AKHTARAJihan kemudian menoleh dengan mata berkaca-kaca kemudian dia berdiri tanpa membawa paper bag. Lalu dia berjalan ke arahku hingga terlihat jelas ekspresi wajahnya.Kecewa, sedih, dan marah bercampur menjadi satu.“Ketika Bapak mau pergi meninggalkan saya dan Akhtira, setelah nyuruh Faris datang ke rumah dengan memberikan deretan surat berharga beserta rekening berisi uang yang nggak main-main banyaknya, kenapa Bapak nggak angkat telfon saya?”“Kenapa Bapak main pergi aja waktu itu?”Lalu air matanya kembali jatuh setetes membasahi pipi.“Bapak ngasih saya dan Akhtira harta sebanyak itu lalu pergi gitu aja, saya kayak merasa semuanya bisa Bapak hargai pakai uang!”Kemudian air mata Jihan makin deras membasahi pipinya. Bahkan bibirnya ikut bergetar menahan isak tangis.“Saya tahu Bapak itu kaya, tapi kenapa semuanya selalu Bapak putuskan sendiri tanpa dengerin saya dulu! Kenapa Bapak selalu menilainya pakai uang?! Bapak punya hati dan cinta kan?! Kenapa nggak mencoba menggunak

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kalian Tetap Bahagia Tanpa Saya

    POV AKHTARATujuh hari aku berada di tanah suci untuk benar-benar menghambakan diri pada Tuhan. Segala urusan duniawi kukesampingkan.Aku benar-benar mengharap ampunan turun bersama dengan kesungguhanku saat bersujud, menengadahkan tangan, dan tetesan air mata penyesalan.Kugunakan waktu itu sebaik mungkin dengan memperbanyak ibadah. Aku hanya pulang ke hotel jika benar-benar mengantuk.Aku tidak tahu apakah pemeriksaan keseluruhan terhadap kesehatanku itu lolos ataukah tidak. Bila lolos dan dinyatakan cocok, setidaknya aku telah membasuh jiwaku di tanah suci sebelum kembali pada sang Khaliq.Tapi bila tidak lolos, aku harap Tuhan memberi jalan kehidupan yang lebih baik. Karena aku sudah tidak lagi muda dan waktunya lebih fokus pada ibadah serta keluarga.Faris melambaikan tangannya begitu aku keluar dari pintu kedatangan penerbangan luar negeri. Dengan menggeret koper, aku menghampirinya yang menatapku dengan pandangan berkaca-kaca.Dia sudah kuanggap seperti adik dan langsung merangk

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kehilangan Kamu Yang Pernah Sangat Mencintaiku

    POV AKHTARA Faris yang berdiri di samping itu kemudian menatapku penuh keterkejutan. Pun dengan dokter yang kuajak berbicara dan masih memegang hasil laboratorium pasien yang menderita sakit keras itu. "Pak, apa ... maksudnya?" Tanya dokter itu. "Maksud saya seperti yang dokter pikirkan."Dokter itu kemudian menatap Faris dengan penuh keterkejutan. Pasalnya mana ada orang yang sudi mendonorkan hatinya dengan terang-terangan seperti aku?Mungkin mereka pikir aku sedang main-main dengan hal ini. Padahal aku benar-benar merasa bahwa ini adalah titik balik untuk memperbaiki diri dan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas semua kesalahanku. "Pak Akhtara, maaf. Ini bukan perkara sederhana, Pak. Mendonorkan hati itu tidak sama dengan mendonorkan ginjal. Manusia punya dua ginjal dan masih bisa bertahan hidup dengan satu ginjal. Tapi kalau hati ... manusia hanya punya satu, Pak. Kalau itu diambil, maka --- ""Saya mati. Begitu kan alurnya?" Jawabku tenang. Dokter dan Faris saling bertatapan d

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Terima Kasih Untuk Segalanya

    POV AKHTARA“Mas, mau gendong Tira nggak?” Tanya Abid dengan suara sangat lirih.Aku yang tengah duduk di bangku belakang sambil menatap keluar jendela mobil pun beralih atensi pada adikku itu.Dia tengah memangku putraku, Akhtira, yang sudah tertidur dengan lelap. Sedang kedua anaknya masing-masing dipangku istrinya dan Papa. Hanya aku saja yang tidak memangku anak kecil.Kemudian aku melongok ke arah putraku itu. Dia benar-benar damai terlelap di atas pangkuan adikku. Dan selalu enggan untuk berdekatan denganku.“Apa dia nanti nggak kebangun, Bid?” Tanyaku dengan suara sama lirihnya.“Pelan-pelan aja, Mas.”Lalu aku mengusap pipi halusnya itu dengan ibu jari untuk memastikan apakah Akhtira benar-benar sangat terlelap. Ternyata putraku itu tetap tidur dengan sangat pulas.“Kayaknya dia kecapekan habis main air terus perutnya kenyang. Jadi deh ngorok.”Aku menahan tawa karena guyonan Abid lalu mengangguk dengan mengulurkan kedua tangan untuk menerima putraku.Galau di hati yang sedari

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Apa Kamu Tidak Ada Waktu?

    POV AKHTARAAku harus tetap professional dengan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Meski terasa sulit dengan tidak memikirkan penolakan Jihan saat aku sedang bekerja seperti ini.Permintaan Jihan yang tidak bersedia rujuk adalah sebuah keputusan yang tidak boleh kupaksa. Dia memiliki hak yang harus kuhormati sekalipun itu melukai hatiku.Cintaku pada sesama manusia telah habis di Jihan.Meski Humaira begitu baik secara sifat dan iman, tetap saja aku selalu terbayang Jihan. Bukankah akan makin menyakiti Humaira jika dia mengerti jika hatiku masih tertambat pada Jihan?“Mungkin jika Bu Jihan sudah menikah lagi, Bapak akan benar-benar bisa melepas dan melupakannya. Karena pintu untuk mendapatkannya benar-benar telah tertutup,” ucap Faris.Aku menghela nafas panjang dengan menatap gelas minumku yang mengembun. Kami sedang makan malam bersama karena aku tidak mau makan malam sendirian. Kebetulan tempat tinggal Faris tidak jauh dari apartemen tempatku berteduh.“M

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Tetap Memilih Dia

    POV AKHTARAKarena putraku, Akhtira, sedang duduk di pangkuan seorang lelaki dengan menghadap wajah orang itu. Bahkan senyum putraku terlihat mengembang penuh tawa apalagi saat lelaki itu menyerukkan kepalanya ke arah dada putraku.Tira kembali tertawa terpingkal karena geli dan mencengkeram rambut lelaki itu. Semakin Tira terpingkal, dia semakin menyerukkan kepalanya ke dada putraku hingga tawa keduanya menguar bebas dan membuatku … iri.Lelaki yang masih memakai kemeja putih dan celana kain hitam khas pakaian ASN itu, apakah dia yang bernama Farhan?Seorang aparatur sipil negara yang berstatus duda dan sedang mendekati Jihan.Karena lelaki itu sibuk menyerukkan kepalanya di dada putraku, dia tidak menyadari kehadiranku yang menatap ke arahnya dengan penuh rasa iri dan sedih.Iri karena putraku bisa seakrab itu dengannya. Padahal aku ini ayah biologisnya.Dan sedih karena aku belum pernah sekalipun menggendong putraku sama sekali.Sudah berapa lama mereka bersama? Sudah berapa lama le

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Seperti Lupa Cara Bernafas

    POV AKHTARA“Saya panggilin Papa biar Tira dipangku Papa. Jadi Bapak bisa menyentuh Tira.”Aku sedikit mengerutkan kening mendapati jawaban Jihan.“Kenapa harus sama Papamu?”“Kita ini udah bukan suami istri secara agama, Pak. Kalau kita berdekatan, nanti jadi dosa.”Mulutku terkunci ketika Jihan berkata seperti itu. Satu kenyataan yang hampir kulupakan bahwa wanita yang sangat kucintai ini sebenarnya telah terlepas dari genggamanku secara agama.Statusnya hanya istri secara hukum negara.Tapi aku ingat perkataan Papa bahwa masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Jihan kembali dengan rajin mengunjungi Tira.Ketika Jihan hendak berdiri, aku berkata …“Tolong kamu dudukkan aja Tira di kursi. Nggak usah panggil Papamu.”Karena aku yakin jika Papanya Jihan akan membuat pembatas antara aku dan Tira. Apalagi jika putraku itu menangis karena baru pertama kali bertemu denganku.Jihan mengangguk lalu membujuk Tira untuk duduk di kursi. Putraku itu nampak tidak kooperatif namun Jihan terus m

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kesempatan Terakhir

    POV AKHTARASudah lama aku tidak menempati kamarku yang ada di rumah Papa dan Mama. Dan hari ini adalah kali pertama aku kembali menginjakkan kaki di kamar ini.Semua furniturenya tidak banyak berubah. Masih tetap mewah dan berkelas.Kamar kostku yang berada di Bali ukurannya tiga kali lebih kecil dari kamarku yang berada di rumah ini.Setelah lama aku memilih hidup dalam kesederhanaan, tidak bermewah-mewahan, dan selalu menyibukkan diri dengan anak-anak di panti asuhan, siang ini semuanya terasa ada yang kurang dari dalam hatiku.Aku merindukan anak-anak di panti yang tak memiliki orang tua dan menganggapku seperti ayah, kakak, bahkan teman untuk mereka.Lalu aku teringat akan kejadian kemarin saat memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana pernikahan dengan Humaira. Dan juga ucapan Papa tadi pagi tentang apa yang harus kulakukan demi kembali menggapai hati Jihan dan kedua orang tuanya.Dengan mendudukkan diri di tepi ranjang empuk ini, kedua tanganku memegang ponsel dan mengulir nama

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Menolak Rujuk

    POV AKHTARA Kemudian aku menatap paper bag berisi surat-surat berharga yang dulu sengaja aku berikan untuk Jihan dan Akhtira. "Lalu kenapa kamu kembalikan semua aset yang saya berikan untuk Akhtira?""Saya nggak mau Akhtira punya sangkut paut ke Bapak. Saya nggak mau suatu saat nanti, Bapak mengungkit-ungkit hal itu.""Saya tulus memberikannya untuk putra saya, Jihan."Jihan menghela nafas panjang kemudian memutus pandangan. Kentara sekali jika dia ingin menjauh dariku. "Saya udah berubah, Han. Tiga tahun pergi dari kehidupanmu dan Akhtira, saya berusaha untuk memperbaiki diri, bukan untuk enak-enak kayak tuduhan Mamamu.""Kalau kamu tanya isi hati saya, yang ada cuma penyesalan tanpa batas. Kehilangan anak pertama saya karena kegilaan saya, itu adalah penyesalan yang luar biasa. Saya minta ampun sama Tuhan untuk kegilaan saya yang satu itu.""Lalu saya menyadari betapa pentingnya Akhtira dalam hidup saya. Menyadari bahwa nggak ada wanita yang lebih saya cintai dari pada kamu."Jiha

DMCA.com Protection Status