All Chapters of MENANTU PILIHAN IBU: Chapter 1 - Chapter 10

126 Chapters

Ketahuan

POV Nawang "NAWANG!" Reflek aku menoleh ke arah suara yang memanggil namaku. "Aw, sakit." Tau-tau Ibu sudah menarik tanganku dengan kasar.  "Kamu bohong sama Ibuk! Kamu bilang sudah tak menjalin hubungan lagi dengan laki-laki kere ini!" Ibu menuding wajah mas Dimas, yang memaku menatap Ibuk.  "Malu, Buk. Diliatin orang." Bapak berucap setengah berbisik. Aku melihat ke sekeliling, banyak mata memandang penuh tanya, mulut-mulut yang saling berbisik dengan opininya sendiri-sendiri.  "Gak ada malu-malu! Biar tau diri si Nawang ini! Apa yang kamu lihat dari laki-laki ini hah! Kerjaan cuma buruh! Tampang pas-pasan!" Ibuk mulai
Read more

Terpaksa putus

 "Gak ada tapi-tapi, kamu sudah pernah buat Ibu kecewa. Sulit buat Ibuk bisa percaya!" Aku menelan salivaku mendengar perkataan Ibu.  "Cepat mandi, terus makan." Perintah Ibu. Sebelum dia akhirnya lebih dulu keluar dari kamarku.  Kuambil gawaiku dari dalam tas.  [Mas, besok kita ketemu di taman kota. Di tempat biasa. Jam lima sore] send. Kukirim pesan melalui aplikasi hijau ke nomor Mas Dimas. Aku tercenung, bagaimana caranya merangkai kata putus terbaik, agar Mas Dimas tak.merasa sakit hati.  Hah, sebaik apapun aku merangkai kata. Tetap saja, kata putus akan sangat menyakitkan buat Mas Dimas dan juga diriku sendiri. ★★★KART
Read more

Perjodohan

Aku membuka mataku, kepalaku masih terasa berat. Pandanganku masih kabur, apa yang terjadi? "Sudah sadar, Nawang." Kudengar Suara Ibu.  Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, mulai jelas terlihat siapa saja yang berada di kamarku. Ada Ibu di sampingku dan mbak Asih. Mbak Asih menggosok-gosok tanganku yang dingin agar terasa hangat.  "Nawang kenapa, Bu?" Aku bertanya lirih.  "Kamu pingsan tadi," jawab Ibu.  "Pingsan?" tanyaku.  "Iya, kamu belum makan dari pagi, ya? Kata Mbok, kamu gak ada makan." Aku terdiam mendengarkan Ibu. Aku baru ingat, keluarga calon sua
Read more

Hari pernikahan

"Mbak Nawang, gak papa?" Mbok Ijah terlihat khawatir. Kuhentikan laju motorku.  "Gak papa, Mbok. Mbok gak papa kan?" Aku bertanya balik. "Gak papa. Hati-hati Mbak. Calon pengantin, memang rawan hal beginian. Makanya dilarang keluar lama dan jauh dari rumah," ujar mbok Ijah.  Aku yang melamun saat tengah membawa motor maticku. Hampir saja terserempet pengendara lain yang menyalip dari samping kananku.  "Iya Mbok. Hahhhh, yuk kita pulang." Aku menarik nafas sebelum melajukan motorku lagi.  "Pelan-pelan saja ya Mbak. Gak papa lama, yang penting tetap sampe di rumah." Mbok Ijah terlihat masih khawatir.  "Iya Mbok, t
Read more

Malam pertama

Tiba-tiba mas Bayu menggendongku, semua orang terdengar sumringah bahagia. Aku sedikit merasa tersipu. Kami masih lagi belum turun dari pelaminan. Mungkin dia memang jodoh terbaik buatku. Tak mungkin Ibu memilih menantu yang salah untuknya. Dia pasti mencari yang terbaik untuk menjadi suamiku. "Belum selesai acaranya Bayu."  "Masih sore ini, Bay."  Begitulah kira-kira ledekan yang dilontarkan, tapi tak dihiraukan mas Bayu. "Mas ... malu." Aku berbisik ke telinganya.  "Simpan wajahmu di dada, Mas," katanya tersenyum simpul.  Aku merasakannya, aku mendengar detak jantungnya yang tak beraturan. Dan apa ini! Kenapa aku b
Read more

Malam pertama 2

POV Nawang Ibu … inikah lelaki yang Ibu pilihkan untukku. Ratap batinku. Mas Bayu mendapatkan malam pertama kami sesuai kehendaknya. Namun tidak denganku. Aku hanya merasakan perih di sekujur tubuhku. Dia begitu kasar melakukannya. Aku yang baru kali ini melakukannya, harus mengalami trauma di malam pertama. Kata orang malam pertama itu malam yang indah. Tapi tidak denganku. Apa yang harus kulakukan? Apa Ibu akan percaya bila aku mengadu? Tapi tidak! Aku harus diam, menelan sendiri penderitaanku. Aku takut penyakit jantung Ibu kambuh.  Mas Bayu telah tidur karena kelelahan. Aku bangkit dari peraduan, tubuhku sakit semua, tampak beberapa bekas lebam di area sensitifku. Kulangkahkan kaki perlahan, menuju ke kamar mandi. Aku ingin mandi, menghil
Read more

Mertua pulang

"Kenapa bibir kamu, Nawang?" tanya Ibu. Ternyata Ibu memperhatikan, aku harus jawab apa?  "Maklumlah Bu, manten baru. Belum pinter caranya hehehe." Syukurlah mbak Asih yang menjawab pertanyaan Ibu. Meski jawabannya membuat hatiku teriris. Mbak gak tau, apa yang sebenarnya terjadi? "Ini loh, Papa Mamanya, Bayu mau pamitan. Mau balik ke rumah. Katanya masih banyak persiapan lagi yang belum tuntas, buat acara ngundo mantu minggu depan," beber Ibu.  "Cepat banget sih Bu," kataku mencoba mengakrabkan diri dengan mertua. "Kok, Ibu sih. Panggil Mama Papa. Sama seperti Bayu memanggil kami," kata Mama mas Bayu.  "Iya Ma." Masih agak canggung aku meman
Read more

Terulang lagi

POV Nawang "Gak bisa Bu. Mas Pur nggak bisa lama-lama ninggalin kerjaan. Asih kan udah sebulan di sini. Nanti, kalau Mas Pur cuti panjang lagi, kami bakalan nginap di sini." "Ya udah, tapi bener ya. Sering-sering ke sini. Nawang juga udah nikah. Ibu kesepian cuma berduaan sama Bapak." "Yes Mem!" kata Mbak Asih seraya  memeluk Ibu dari belakang, yang sedang duduk menikmati tehnya. Akhirnya Ibu menerima penjelasan mbak Asih, mbak Asih memang sudah satu bulan lebih di sini. Tentunya juga harus menjaga perasaan mas Pur dan keluarganya. Tak ada alasan kuat lagi untuk menunda kepulangan. Kalau hanya acara ngunduh mantu, tentu tak begitu memberatkan mbak Asih untuk pulang.  
Read more

Sisi lain Bayu

  POV NawangPLAKK Dia menamparku lagi. Kurasakan sudut bibirku begitu perih. Luka yang kemaren baru sembuh. Sudah harus terluka lagi.  Aku menangis menahan rasa perih di bibirku dan sakit di bagian punggung yang terhempas.  Mas Bayu yang lagi berdiri, datang berlutut ke arahku yang sedang meringkuk, menahan sakit dan rasa takut.  "A-ampun Mas!" Aku memohon ampun, kututupi wajahku dengan kedua tanganku. Takut dia menamparku lagi.  Tiba-tiba dia menggendongku, menghempaskan tubuhku dengan kasar ke atas peraduan.  
Read more

Berusaha menghindar

POV Nawang "Mas, berangkat kerja ya." Mas Bayu berpamitan. Aku tetap mencium tangannya. Dia mencium pucuk kepalaku lembut. Hhhh, sangat romantis bukan? "Iya, Mas. Hati-hati," ucapku.  Sepeninggalnya, aku membantu Mama membereskan meja makan, membawa piring-piring kotor ke dapur dan mencucinya. Asisten rumah tangga di rumah ini ada dua orang. Tapi, tak mungkin aku hanya berpangku tangan, apalagi yang harus kulakukan.  Mas Bayu tak mengizinkan aku keluar rumah sendirian. Kemana-mana harus bersamanya. Meskipun Mama yang mengajakku keluar, aku harus tetap meminta izin kepadanya.  Lagipula, aku pun terbiasa membantu mbok Ijah di rumah. Ibu tetap m
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status