POV Nawang
"Mas, berangkat kerja ya." Mas Bayu berpamitan. Aku tetap mencium tangannya. Dia mencium pucuk kepalaku lembut. Hhhh, sangat romantis bukan?
"Iya, Mas. Hati-hati," ucapku.
Sepeninggalnya, aku membantu Mama membereskan meja makan, membawa piring-piring kotor ke dapur dan mencucinya. Asisten rumah tangga di rumah ini ada dua orang. Tapi, tak mungkin aku hanya berpangku tangan, apalagi yang harus kulakukan.
Mas Bayu tak mengizinkan aku keluar rumah sendirian. Kemana-mana harus bersamanya. Meskipun Mama yang mengajakku keluar, aku harus tetap meminta izin kepadanya.
Lagipula, aku pun terbiasa membantu mbok Ijah di rumah. Ibu tetap m
POV Nawang"Lihat ini!" katanya menunjukkan gawaiku ke hadapanku. Sangat dekat, sampai gawai itu, benar-benar berada di depan mataku.Astaga banyak panggilan tak terjawab darinya."Nawang … gak ada buka hape, Mas," kataku apa adanya. Seharian aku memang tak ada membuka gawaiku.Kejadian tadi malam membuatku malas memegang gawaiku. Hampir seharian waktuku hanya bersama Mama. Sementara gawaiku terbiar diatas meja riasku.PLAKKDia menamparku lagi. Luka disudut bibirku yang belum begitu mengering, kembali berdarah. Bahkan rasanya lebih sakit dari tadi malam. Namun, tetap hatiku yang paling sakit. Tak mengerti apa salahku, kenapa aku harus menerima perlakuan sekasar ini.
POV Nawang"Ndok, pipi kamu kok bengkak gitu?" tanya Mama ketika kami sarapan bersama pagi ini. Hal yang sudah menjadi rutinitas pagi, sejak aku tinggal di rumah Mas Bayu.Aku tak mampu menjawab pertanyaan Mama, padahal aku sangat ingin menceritakan sebenarnya. Tapi suaraku seperti tercekat di leherku."Nawang, sakit gigi Ma. Makanya pipinya agak bengkak." Mas Bayu yang menjawab pertanyaan Mama. Aku menatapnya, dia membalas tatapanku dengan mata sendu. Seolah mengatakan, 'Tolong jangan cerita ke Mama.'Aku membuang muka darinya, rasa cinta yang baru kusemai, kini mati sudah. Tak bersisa sama sekali. Berganti rasa takut dan amarah yang tak mampu kuluahkan.
"Mas Bayu … sudah memperlakukan Nawang dengan kasar," kataku dengan satu helaan nafas."Kasar? Kasar gimana?""Mas Bayu … melakukan KDRT ke Nawang, Bu." Aku menceritakan apa yang kualami dengan isak tangis."Kamu nih ya. Alasan saja! Ibu tau gimana Bayu. Setahun ini Ibu sudah mengenalnya. Tak mungkin dia bertindak seperti itu! Pasti kamu yang cari masalah, kalo sampe Bayu ringan tangan! Jangan-jangan kamu menjalin hubungan diam-diam lagi dengan Dimas, makanya Bayu seperti itu!" Ibu mencecarku dengan prasangka buruk.Benar saja keraguanku, Ibu tak mempercayaiku. Siapapun yang mengenal Mas Bayu, takkan ada yang percaya."
POV NawangMas Bayu tampak terdiam, mungkin bingung bagaimana mulai bercerita. Atau mungkin ada rasa malu, mengingat ini adalah aib besar bagi dirinya."Ru, kamu pernah dengan tentang prilaku s*x yang menyimpang?" Mas Bayu justru memulai pembicaraan dengan pertanyaan."Maksudnya?" Bang Heru agak heran dengan pertanyaan Mas Bayu."Begini Ru … aku ada masalah dengan …." Mas Bayu seperti kebingungan melanjutkan kata-katanya."Apa … Kamu ada masalah dengan kejantananmu?" selidik bang Heru.Aku sebenarnya merasa sedikit malu, tapi aku harus mendampingi
"Di hari pernikahan kami … dia hadir. Atas undangan Ibu saya. Ibu saya sengaja mengundangnya, supaya dia bisa menyaksikan sendiri, bahwa saya sudah menjadi istri Mas Bayu. Jujur, saat dia datang. Saya tak mampu mengontrol emosi saya, Bang. Saya menangis waktu itu." Airmataku luruh juga, tak mampu lagi aku menahannya.Aku ambil tisu yang ada di meja, kuhapus airmataku dan ingus yang mengalir di hidungku. Mendadak hidungku jadi mampet."Tapi sungguh … saya sangat berusaha melupakannya. Saya sudah berjanji akan belajar mencintai Mas Bayu. Tapi … Mas Bayu tak percaya dengan saya. Dia cemburu membabi buta. Bahkan di malam pertama, dia …." Aku tak mampu lagi meneruskan kalimatku. Airmataku sudah menganak sungai yang tak bisa lagi di bendung.
POV Nawang"Kalau begitu, kalau boleh tau. Kenapa amarahmu datang, hanya saat kamu berhasrat saja?" tanya bang Heru.Mas Bayu tampak tercenung mendengar pertanyaan dari bang Heru. Rasa ingin tauku pun cukup besar. Aku juga merasa aneh, kenapa ya mas Bayu hanya marah saat mau 'itu' saja?"Jujur, setiap aku ingin menyentuh Nawang. Aku merasa … laki-laki itu ada diantara kami." Perkataan mas Bayu membuatku terhenyak. Kenapa mas Bayu bisa merasakan hal seperti itu?Bang Heru lama menatap mas Bayu, seolah mencari jawaban dari mata mas Bayu. Mas Bayu terlihat seperti sangat malu atau menyesal atau apalah. Yang jelas dia tak berani lama-lama bertatapan dengan bang Heru. Dia menundukkan kepalanya.
POV NawangAku tetap membeku, tak mampu menjawab pertanyaan mas Bayu."Mas janji … gak akan mengulangi hal konyol itu lagi." Aku menatap bola matanya, mencari kejujuran atas perkataan yang baru saja dia lontarkan."Nawang, boleh menuntut cerai. Mas ikhlas, kalau sampai Mas … mengulanginya lagi." Aku tak percaya dengan perkataannya, tapi bola matanya menyiratkan kesungguhan."Mas … tau. Hhhh … Nawang pasti sangat menderita, menjadi istri Mas," ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Dia menarik nafas yang tampak sesak di tengah kalimatnya.Aku masih belum bergeming. Hatiku terasa gamang untuk mempercayainya. Hei,
POV NawangBaru saja, aku akan balik badan kembali masuk ke kamarku. Terlihat mas Bayu, sudah berjalan ke arahku. Aku agak terperanjat. Kira-kita mas Bayu, lihat gak ya, saat aku suruh mbok Ijah buang diariku?Mudah-mudahan mas Bayu, gak lihat. Jangan sampai diari itu menjadi pemicu kemarahannya. Jantungku serasa berdebar kencang, aku merasa telapak tanganku mendadak berkeringat. Padahal sudah cukup lama, aku tak merasakan kecemasan seperti ini."Kenapa?" tanya mas Bayu, dengan mata agak menyipit. Seolah dia mencurigai sesuatu."Eng-enggak papa," jawabku gugup. Tenang Nawang, tenang. Jangan sampai suamimu mencurigaimu. Batinku berkata pada diriku sendiri.