Share

Terpaksa putus

Penulis: KARTIKA DEKA
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-11 18:53:41

"Gak ada tapi-tapi, kamu sudah pernah buat Ibu kecewa. Sulit buat Ibuk bisa percaya!" Aku menelan salivaku mendengar perkataan Ibu. 

"Cepat mandi, terus makan." Perintah Ibu. Sebelum dia akhirnya lebih dulu keluar dari kamarku. 

Kuambil gawaiku dari dalam tas. 

[Mas, besok kita ketemu di taman kota. Di tempat biasa. Jam lima sore] send. Kukirim pesan melalui aplikasi hijau ke nomor Mas Dimas. Aku tercenung, bagaimana caranya merangkai kata putus terbaik, agar Mas Dimas tak.merasa sakit hati. 

Hah, sebaik apapun aku merangkai kata. Tetap saja, kata putus akan sangat menyakitkan buat Mas Dimas dan juga diriku sendiri.

★★★KARTIKA DEKA★★★

Aku melihat mas Dimas yang sudah menunggu di warung es kelapa yang ada di pinggiran taman kota, tempat biasa kami menghabiskan waktu. 

"Ibu nunggu di sini. Ingat! Jaga kepercayaan Ibu," ujar Ibu. Ibu duduk di bangku taman dekat pohon besar. 

Ibu benar-benar tak mengizinkan aku bertemu sendiri dengan Mas Dimas, dan terus menemaniku kemanapun aku pergi.

Berat sekali rasanya kakiku melangkah menemui mas Dimas. Apakah hari ini, akan menjadi hari terakhir aku bertemu dengannya? Rasanya aku berjalan sangat lambat. Langkahku terasa berat. Sesekali aku melihat Ibu ke belakang, dia tetap saja mengawasiku. Seakan aku ini buronan, yang akan melarikan diri, bila dia lengah.

"Lama bener," kata Mas Dimas. Masih beberapa langkah lagi aku sampai, dia sudah terlebih dulu menoleh ke arahku. 

"Iya, macet tadi." Aku beralasan. 

"Apa … Ibu gak marah lagi?" Dia bertanya, mungkin merasa heran melihatku masih bisa menemuinya. Mengingat semalam amarah Ibu begitu meledak-ledak. 

"Mas, kita bicara disana, yuk." Aku mengarahkan tanganku ke dalam taman yang agak sepi. Tapi masih bisa diawasi oleh Ibu. 

Di sini terlalu ramai orang berlalu lalang. Aku merasa tak nyaman, bila membicarakan hal yang sangat pribadi hingga terdengar orang lain. 

Dia bangkit dari duduknya. 

Kami berjalan santai tanpa suara. 

"Sepertinya penting sekali. Ada apa Nawang?" Mas Dimas langsung mengajukan pertanyaan begitu kami duduk di bangku yang ada di dalam taman. 

"Mas …." Suaraku rasanya tercekat di kerongkonganku. 

"Ada apa?" Dia menggenggam tanganku. Aku tak kuasa melepas genggamannya meski aku tau, Ibu sedang mengawasi kami. Mungkin ini terakhir kalinya aku merasakan kehangatan jemari tangannya. 

"Mas … ki–kita putus." Airmataku mengalir seiring kata yang keluar dari lisanku. Tak mampu aku menegakkan kepalaku, agar dia tak melihat jauh ke dalam mataku. Ada dusta disana, hatiku tak mau sinkron dengan mulutku. Hatiku jelas menolak dan aku takut Mas Dimas akan mengetahuinya dari manik mataku.

Perlahan kurasakan, genggaman tangan mas Dimas semakin erat. Dia seolah tak ingin melepasku. 

"Hhhhhh." Aku mendengar suara hembusan nafasnya. 

"Ini permintaan Ibu?" Aku hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaannya. 

"Nawang … menerima dijodohkan?" Pertanyaannya membuat airmataku mengalir semakin deras. Aku tak mampu menjawabnya. 

Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Pikiranku berkecamuk, entah apa yang dipikirkan mas Dimas. 

"Mungkin kita memang tak berjodoh. Mas doakan, Nawang bahagia dengan menantu pilihan Ibu." Tegar sekali mas Dimas berkata seperti itu. 

Kudongakkan kepala yang menunduk sedari tadi. Aku memandang wajahnya lekat-lekat. Mungkin ini, hari terakhir aku begitu dekat dengannya. Perlahan genggaman tangannya dia lepaskan. Aku menahannya. 

"Mas gak papa, jangan khawatir." Dia melepaskan tanganku, melangkah gontai menjauhiku. 

Dengan derai airmata, aku hanya mampu memandang punggungnya yang kian menjauh. Semudah ini Mas? Tadinya aku mengira, dia akan murka. Atau bahkan membawaku lari sejauh mungkin, seperti seorang pangeran berkuda yang pernah aku baca di buku dongeng masa kecilku. Tapi aku tau, Mas Dimas orang yang berprinsip. Dia takkan melanggar kata-katanya. Selama restu tak didapatkan, dia tak mau mencari jalan pintas.

"Yuk, pulang." Ibu sudah ada di sampingku. 

Aku menurut saja, dituntun Ibu ke tempat mobil kami terparkir. Mataku masih melihat ke arah belakang, berharap mas Dimas kembali lagi. Ah, apa yang kupikirkan. Bukankah aku sudah memutuskan untuk menuruti Ibu?

"Besok malam, keluarga Bayu datang. Ibu harap kamu jangan bikin malu!" Ibu berkata pelan tapi tegas.

Aku hanya diam tak menjawab. Pikiranku masih ke mas Dimas. Bagaimana dia  sekarang?

★★★KARTIKA DEKA★★★

"Bu, jangan terlalu keras sama Nawang." Kudengar suara mbak Asih mencoba memberi pengertian ke Ibu. 

Mbak Asih, baru datang siang tadi. Ibu yang menyuruh datang karena nanti malam acara pertemuan keluargaku dan mas Bayu. Mbak Asih hanya datang berdua dengan Fatin, keponakanku yang masih usia empat tahun. Mas Pur lagi tugas ke luar kota. Makanya gak bisa ikut hadir. 

"Ibu keras sama Nawang juga buat kebahagiaannya. Kamu juga dulu Ibu jodohkan, buktinya kamu bahagia dengan pilihan Ibu." 

Aku yang ada di dalam kamar sengaja melekatkan telingaku ke daun pintu, agar dapat mendengar jelas pembicaraan mereka. Saat ini Ibu dan mbak Asih ada di ruang makan, yang berada di depan pintu kamarku. 

"Tapi Asih dan Nawang, beda Bu. Kalo Asih dulu, tak menolak Ibu jodohkan, karena Asih memang gak punya pacar. Sementara Nawang, sudah lama pacaran dengan Dimas." Mbak Asih tetap berusaha memberi pengertian ke Ibu.

"Tetap Ibu gak setuju. Dimas itu cuma buruh. Kalian sudah terbiasa hidup senang, bagaimana nasib Nawang kalau menikah dengan dia!" Ibu tetap keras kepala. Padahal aku sangat berharap, mbak Asih bisa membukakan hati Ibu. 

"Bu, rezeki itu sudah ada yang ngatur. Kebahagiaan itu tak selalu tentang harta, Bu. Lagipula kami sudah terbiasa hidup sederhana. Asih akui, kami tak pernah kekurangan, tapi bukankah Ibu juga mendidik kami untuk selalu hidup sederhana sejak kecil? Lagipula, Dimas itu gak kere-kere amat. Dia mandor, Asih yakin dia bisa membahagiakan Nawang. Lahir batin." Aku tak mendengar jawaban dari Ibu, setelah mendengar kata-kata dari mbak Asih. Senyap.

"Mbak Asih, Fatin sudah bangun." Terdengar suara mbok Ijah, asisten rumah tangga kami. Beliau sudah lama bekerja dengan keluarga kami. Aku lupa tepatnya berapa tahun. Yang jelas sejak aku kelas enam Sekolah Dasar. 

"Makasih ya Mbok." Jawaban dari mbak Asih, terdengar derap langkahnya menjauh. 

Aku merebahkan tubuhku, ingatanku melayang ke masa-masa indah bersama mas Dimas. Masih terngiang di telingaku, impian-impian kami, bila kami bisa merajut tali pernikahan.

"Nanti kita akan punya rumah sederhana yang ada kolam ikannya," kata mas Dimas.

"Juga ada ayunannya Mas, saat Mas lagi mancing bersama anak lelaki kita, aku akan bermain ayunan bersama anak perempuan kita," ujarku pula. 

"Kamu mau anak berapa?" tanyanya. 

"Empat, biar rame di rumah. Mas, mau berapa?" tanyaku balik. 

"Asal berdua dengan Nawang, Mas sudah bahagia." Kami tertawa bersama membicarakan hayalan tentang masa depan kami saat itu. 

Tapi itu hanya tinggal hayalan yang tak mungkin terwujud. Air mataku luruh lagi tanpa kendali. Bersama dengan menghilangnya bayangan masa depanku dengan mas Dimas. 

Tok tok tok. Suara pintu diketuk.

"Nawang! Buka pintunya, kamu harus siap-siap. Sebentar lagi Bayu dan keluarganya nyampe," kata Ibu dari balik pintu kamarku.

"Iya, Bu," sahutku malas, namun tetap membukakan pintu kamarku. 

"Mata kamu bengkak. Nangisi si Dimas lagi?! Apa yang kamu pandang dari dia, sampe harus nangis-nangis begitu. Bayu lebih segala-galanya dari dia. Cepat mandi, dandan yang cantik. Jangan cemberut di depan calon mertua!" titah Ibu, yang harus dituruti. Tanpa boleh membantah.

Malam ini, mbak Asih membantu merias wajahku. 

"Terima saja Dek, mudah-mudahan Bayu memang jodoh terbaik buatmu. Percuma kamu menolak, Ibu teguh pada pendiriannya." Aku hanya diam mendengar wejangan dari mbak Asih. Walaupun Mbak Asih tak setuju dengan Ibu yang memaksa aku menerima menantu pilihannya. Tetap saja, Mbakku ini gak mungkin juga memberi saran untukku kabur dari rumah menemui Mas Dimas. 

Mataku mulai berkaca-kaca "Tuh kan, jangan nangis lagi. Nanti Ibu marah." Mbak Asih segera menepukkan tisu dengan ringan ke bawah mataku, sebelum airmataku sempat meluncur. 

"Mbak Nawang, dipanggil Ibu. Tamunya sudah datang," panggil mbok Ijah dari depan pintu kamarku. 

"Iya, Mbok. Sebentar lagi kami keluar." Mbak Asih yang menyahutinya.

Lututku terasa lemas sekali, jantungku berdegup kencang. Telapak tanganku terasa berkeringat dingin. Pandanganku mendadak buram. 

"Nawang!" 

★★★KARTIKA DEKA★★★

Bab terkait

  • MENANTU PILIHAN IBU   Perjodohan

    Aku membuka mataku, kepalaku masih terasa berat. Pandanganku masih kabur, apa yang terjadi?"Sudah sadar, Nawang." Kudengar Suara Ibu.Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, mulai jelas terlihat siapa saja yang berada di kamarku. Ada Ibu di sampingku dan mbak Asih. Mbak Asih menggosok-gosok tanganku yang dingin agar terasa hangat."Nawang kenapa, Bu?" Aku bertanya lirih."Kamu pingsan tadi," jawab Ibu."Pingsan?" tanyaku."Iya, kamu belum makan dari pagi, ya? Kata Mbok, kamu gak ada makan." Aku terdiam mendengarkan Ibu.Aku baru ingat, keluarga calon sua

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • MENANTU PILIHAN IBU   Hari pernikahan

    "Mbak Nawang, gak papa?" Mbok Ijah terlihat khawatir. Kuhentikan laju motorku."Gak papa, Mbok. Mbok gak papa kan?" Aku bertanya balik."Gak papa. Hati-hati Mbak. Calon pengantin, memang rawan hal beginian. Makanya dilarang keluar lama dan jauh dari rumah," ujar mbok Ijah.Aku yang melamun saat tengah membawa motor maticku. Hampir saja terserempet pengendara lain yang menyalip dari samping kananku."Iya Mbok. Hahhhh, yuk kita pulang." Aku menarik nafas sebelum melajukan motorku lagi."Pelan-pelan saja ya Mbak. Gak papa lama, yang penting tetap sampe di rumah." Mbok Ijah terlihat masih khawatir."Iya Mbok, t

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • MENANTU PILIHAN IBU   Malam pertama

    Tiba-tiba mas Bayu menggendongku, semua orang terdengar sumringah bahagia. Aku sedikit merasa tersipu. Kami masih lagi belum turun dari pelaminan. Mungkin dia memang jodoh terbaik buatku. Tak mungkin Ibu memilih menantu yang salah untuknya. Dia pasti mencari yang terbaik untuk menjadi suamiku."Belum selesai acaranya Bayu.""Masih sore ini, Bay."Begitulah kira-kira ledekan yang dilontarkan, tapi tak dihiraukan mas Bayu."Mas ... malu." Aku berbisik ke telinganya."Simpan wajahmu di dada, Mas," katanya tersenyum simpul.Aku merasakannya, aku mendengar detak jantungnya yang tak beraturan. Dan apa ini! Kenapa aku b

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • MENANTU PILIHAN IBU   Malam pertama 2

    POV NawangIbu … inikah lelaki yang Ibu pilihkan untukku. Ratap batinku.Mas Bayu mendapatkan malam pertama kami sesuai kehendaknya. Namun tidak denganku. Aku hanya merasakan perih di sekujur tubuhku. Dia begitu kasar melakukannya. Aku yang baru kali ini melakukannya, harus mengalami trauma di malam pertama. Kata orang malam pertama itu malam yang indah. Tapi tidak denganku.Apa yang harus kulakukan? Apa Ibu akan percaya bila aku mengadu? Tapi tidak! Aku harus diam, menelan sendiri penderitaanku. Aku takut penyakit jantung Ibu kambuh.Mas Bayu telah tidur karena kelelahan. Aku bangkit dari peraduan, tubuhku sakit semua, tampak beberapa bekas lebam di area sensitifku. Kulangkahkan kaki perlahan, menuju ke kamar mandi. Aku ingin mandi, menghil

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • MENANTU PILIHAN IBU   Mertua pulang

    "Kenapa bibir kamu, Nawang?" tanya Ibu. Ternyata Ibu memperhatikan, aku harus jawab apa?"Maklumlah Bu, manten baru. Belum pinter caranya hehehe." Syukurlah mbak Asih yang menjawab pertanyaan Ibu. Meski jawabannya membuat hatiku teriris. Mbak gak tau, apa yang sebenarnya terjadi?"Ini loh, Papa Mamanya, Bayu mau pamitan. Mau balik ke rumah. Katanya masih banyak persiapan lagi yang belum tuntas, buat acara ngundo mantu minggu depan," beber Ibu."Cepat banget sih Bu," kataku mencoba mengakrabkan diri dengan mertua."Kok, Ibu sih. Panggil Mama Papa. Sama seperti Bayu memanggil kami," kata Mama mas Bayu."Iya Ma." Masih agak canggung aku meman

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • MENANTU PILIHAN IBU   Terulang lagi

    POV Nawang"Gak bisa Bu. Mas Pur nggak bisa lama-lama ninggalin kerjaan. Asih kan udah sebulan di sini. Nanti, kalau Mas Pur cuti panjang lagi, kami bakalan nginap di sini.""Ya udah, tapi bener ya. Sering-sering ke sini. Nawang juga udah nikah. Ibu kesepian cuma berduaan sama Bapak.""Yes Mem!" kata Mbak Asih seraya memeluk Ibu dari belakang, yang sedang duduk menikmati tehnya.Akhirnya Ibu menerima penjelasan mbak Asih, mbak Asih memang sudah satu bulan lebih di sini. Tentunya juga harus menjaga perasaan mas Pur dan keluarganya. Tak ada alasan kuat lagi untuk menunda kepulangan. Kalau hanya acara ngunduh mantu, tentu tak begitu memberatkan mbak Asih untuk pulang.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-09
  • MENANTU PILIHAN IBU   Sisi lain Bayu

    POV NawangPLAKKDia menamparku lagi. Kurasakan sudut bibirku begitu perih. Luka yang kemaren baru sembuh. Sudah harus terluka lagi.Aku menangis menahan rasa perih di bibirku dan sakit di bagian punggung yang terhempas.Mas Bayu yang lagi berdiri, datang berlutut ke arahku yang sedang meringkuk, menahan sakit dan rasa takut."A-ampun Mas!" Aku memohon ampun, kututupi wajahku dengan kedua tanganku. Takut dia menamparku lagi.Tiba-tiba dia menggendongku, menghempaskan tubuhku dengan kasar ke atas peraduan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-09
  • MENANTU PILIHAN IBU   Berusaha menghindar

    POV Nawang"Mas, berangkat kerja ya." Mas Bayu berpamitan. Aku tetap mencium tangannya. Dia mencium pucuk kepalaku lembut. Hhhh, sangat romantis bukan?"Iya, Mas. Hati-hati," ucapku.Sepeninggalnya, aku membantu Mama membereskan meja makan, membawa piring-piring kotor ke dapur dan mencucinya. Asisten rumah tangga di rumah ini ada dua orang. Tapi, tak mungkin aku hanya berpangku tangan, apalagi yang harus kulakukan.Mas Bayu tak mengizinkan aku keluar rumah sendirian. Kemana-mana harus bersamanya. Meskipun Mama yang mengajakku keluar, aku harus tetap meminta izin kepadanya.Lagipula, aku pun terbiasa membantu mbok Ijah di rumah. Ibu tetap m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-09

Bab terbaru

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Akhirnya (TAMAT)

    Naldi dan Asih terperangah melihat kehadiran Rika yang datang berdua dengan Pur ke rumah mereka. Sempat terlintas pikiran buruk di benak mereka. Apalagi mendengar Pur dan Rika mengutarakan niat mereka untuk menikah. "Bagaimana kalian bisa saling kenal? Tau-tau kalian ingin menikah?" selidik Naldi. "Tak perlu kami ceritakan bagaimana prosesnya. Yang jelas, keinginan kami sungguh-sungguh untuk menikah," jawab Pur. Dia merasa tak perlu berbagi cerita tentang niat terselubung mereka pada awalnya. Yang terpenting sekarang, dia dan Rika sungguh-sungguh ingin menjalin cinta mereka sendiri. Tanpa mengusik jalinan cinta orang lain lagi. "Tapi Rika masih kuliah, pasti Ayah tak akan mengizinkannya menikah semuda ini. Apalagi dengan orang yang usianya jauh lebih tua." "Aku tetap mengizinkan Rika menyambung kuliahnya. Tapi dia harus balik lagi ke Kalimantan. Soal usia, aku rasa tak masalah. Asal Rika nyaman." Naldi memandangi wajah adiknya. Naldi melihat harapan besar akan restunya buat Rika,

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Menikah?

    Hari-hari terus berlalu, hubungan Rika dan Asih semakin akrab. Rika juga tetap menjalankan aktifitasnya bersama Pur. Menghabiskan sore hari dengan bermandi peluh, menikmati kenikmatan sesaat. Sebelum tujuannya tercapai, Rika tak akan berhenti. "Huh, kamu gagal!" Rika langsung memukul Pur, saat baru saja Pur membuka pintu kamarnya di hotel.Pur bingung, melihat tingkah Rika kali ini. Biasanya Rika datang langsung mendorongnya ke atas tempat tidur. Rika bertindak lebih agresif memang. Dia yang selalu memulai duluan, tanpa menciptakan suasana romantis sebelum memulainya.Jelas saja, tak dibutuhkan romantisme. Tak ada cinta di antara mereka. Mereka melakukan itu hanya untuk memuluskan rencana mereka saja.Ada sedikit penyesalan di hati Pur. Sejak awal manis madu Rika dia reguk. Dia tau, Rika gadis yang tak mudah mengobral diri. Terbukti, meski perangainya terlalu menyebalkan. Tapi dia masih bisa menjaga kesucian. Dia menyerahkan pada Pur hanya untuk satu tujuan. Merebut Naldi dari Asih.

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Tak lagi cemburu

    Naldi memandangi gawainya cukup lama. Dia merasa heran dengan sikap Rika barusan saat dia hubungi. Kenapa Rika tan sepertinya? batinnya. Bukan dia tak menyenangi perubahan Rika yang sepertinya sudah bisa menerima pernikahannya dengan Asih. Tapi terlalu mendadak bagi Naldi. Masih dia ingat, bagaimana sikap Rika terakhir kali. Ada rasa curiga terselip di hatinya. "Apa Rika sedang merencanakan sesuatu?" gumamnya. "Bang!" "Ya!" sahut Naldi mendengar panggilan Rika dari dapur yang ada di lantai bawah."Tolongin dong!" kata Asih. Tanpa bertanya, pertolongan seperti apa yang diinginkan istrinya. Naldi bangkit dari peraduan, diletakkan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya ke atas meja kerjanya beserta dengan file yang ada ditangannya. Dia segera keluar kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Langsung menuju ke arah dapur. "Tolong apa, Dek?" tanyanya saat sudah sampai di dapur."Ini, tolong buatkan sangkutan buat menyangkutkan wajan juga panci." Naldi langsung memenuhi

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Sandiwara Rika

    "Syukurlah, sekarang Karin sudah keluar dari rumah ini. Kalau tidak, kita pasti akan dalam masalah lebih besar," kata Papa Bayu setelah mendengar cerita Bayu, tentang kronologi perempuan bernama Ayu mencari Karin hingga membawa orang-orang suruhan, membuat kekacauan di rumah mereka."Bayu juga nggak nyangka Pa. Karin bisa terlibat dengan sindikat seperti itu." "Begitulah, kalau terlalu materialistis. Gak pikir panjang, kalau mau berbuat sesuatu. Ada hikmahnya juga, dia dulu ninggalin kamu." "Iya Pa. Hikmah terbesarnya, Bayu bisa punya istri seperti Nawang," kata Bayu melirik Nawang yang pura-pura asik mencari channel siaran yang menarik di tivi. Padahal dia juga mendengar pembicaraan bapak dan anak itu. Nawang mencoba menutupi semburat merah di pipinya dengan pura-pura mencium ujung rambutnya sendiri.Nawang tak henti mengucap syukur di dalam hatinya, ternyata kesabarannya berbuah manis. Meski sempat hampir menyerah menghadapi sikap temperamental Bayu. Namun kesempatan kedua yang di

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Sindikat

    Karin benar-benar merasa bingung sekarang. Kalau dia menyeret nama Bram, dia khawatir keselamatan keluarganya akan terancam. Bram merupakan otak dari sindikat perdagangan manusia. Bisnis prostitusinya sangat sulit diendus pihak berwajib. Bukan hanya secara online, Bram juga menjalani bisnisnya secara offline, yang menyasar kalangan atas. Bram pasti tidak akan tinggal diam. Selama ini dia selalu bekerja di belakang layar dan sangat rapi, wanita-wanita yang dia pekerjakan tak ada yang mengenalnya. Hingga sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Saudari Karin, sebaiknya Anda bekerja sama. Kalau Anda kooperatif, itu dapat mengurangi hukuman Anda." Penyidik terus memperhatikan ekspresi Karin, yang jelas ketakutan juga kebingungan."Apa … Anda sedang merasa terancam?" tanya penyidik. Karin masih saja bungkam."Kami akan memberi perlindungan pada Anda, kalau benar ada yang mengancam keselamatan Anda," kata penyidik. Karin tetap saja tidak berani buka suara, meski polisi berjanji akan melindungi

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Kegilaan Rika

    Sementara itu di tempat lain. Rika datang menemui Pur ke hotel tempatnya menginap. Rika mengambil gawainya dari dalam tas. Dicarinya nama Pur, tertera tulisan Secret Man. Dihubunginya melalui aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau."Aku sudah di depan hotel," kata Rika langsung tanpa basa basi, saat Pur mengangkat panggilannya."Aku di kamar Melati. Kamu temui saja customer service, nanti aku akan menghubunginya. Aku akan beritahu dia, kalau kamu adalah tamuku." Klik, Rika langsung mematikan gawaiya. Kakinya melangkah dengan mantap masuk ke dalam hotel, tak ada keraguan sedikitpun ataupun merasa risih, dia akan mendatangi seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sambut customer service ramah, saat Rika sudah ada di hadapannya."Saya mau ke kamar Melati," jawab Rika."Oh iya, tadi sudah diberitahu kalau akan ada tamu. Silahkan naik ke lantai tiga, sebelah kiri, kamar ketiga, nanti ada tulisan kamar Melati di pintunya. Terima

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author – Prostitusi online

    Seorang polisi juga ikut ke kamar tamu bersama dengan Bayu. Mata mereka memindai setiap sudut kamar, hingga bawah kolong tempat tidur juga di dalam lemari, tak ditemukan keberadaan Karin. "Apa mungkin dia keluar sebelum orang-orang tadi datang?" gumam Bayu. Bukan tanpa alasan Bayu berpikir seperti itu. Seluruh rumah mereka memiliki jerjak besi di tiap jendela juga pintunya, tak mungkin bagi Karin bisa keluar tanpa diketahui siapa pun. "Karin! Keluar!" teriak Bayu, matanya nyalang. Dia geram, karena Karin tak kunjung keluar dari persembunyian. Padahal polisi sudah mengamankan ke empat orang yang mencarinya."Saudari Karin! Sebaiknya anda keluar, sudah aman sekarang. Orang yang mencari anda sudah ditahan!" polisi berpangkat kapten yang bersama Bayu juga turut memanggil Karin.Karin mendengar, tapi dia terlalu takut untuk keluar. Dia bertahan di tempat persembunyiannya, berencana akan kabur bila nanti ada kesempatan. Menunggu Bayu dan keluarganya lengah. Dia tak may polisi menahannya.

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author - Siapa yang mencari Karin?

    Laki-laki itu langsung masuk ke kamar tamu. Kali ini Nawang tak lagi mencegahnya. Dia mengambil gawai yang ada di saku celananya. Mencoba menghubungi Bayu."Anak ganteng." Nawang berhenti, urung menghubungi Bayu. Saat dilihatnya wanita itu mengangkat Bayu tinggi-tinggi seolah hendak menghempaskan tubuh putranya.Nawang dan Mama Bayu sangat khawatir, kalau perempuan itu benar akan menghempaskan tubuh Tama. Tama justru tertawa-tawa, merasa senang saat perempuan itu berulangkali melempar tubuhnya ke udara lalu menangkapnya lagi. Tama mengira, perempuan itu sedang mengajaknya main."Tolong, lepasin anak saya." Karin memelas pada wanita itu. Tapi tak diindahkan."Dia gak ada bos," kata laki-laki tadi keluar dari ka

  • MENANTU PILIHAN IBU   POV Author - Terungkapnya kebohongan Karin

    Cipto menggeleng-gelengkan kepalanya, menghembuskan nafasnya perlahan. Membuat Bayu bingung dengan sikap Cipto."Apa Karin yang mengatakan begitu?" tanya laki-laki berjenggot itu."Ya," jawab Bayu seraya mengangguk."Maafkan aku, jujur, dulu aku memang sangat menggilai dia. Sampai tak berpikir panjang waktu itu. Memang kuakui, beberapa hari sebelum kalian menikah, aku masih berusaha membujuk Karin untuk kembali." Cipto mulai bercerita. Bayu tak berniat menyelanya. Sudah tak lagi ada amarah di hatinya, karena perbuatan Cipto yang ingin merebut Karin kembali dulu. Semua itu hanya tinggal masa lalu back Bayu."Tapi waktu itu Karin menolak. Dengan alasan, dia sudah tak mencintai aku. Dan kamu lebih memiliki segalanya da

DMCA.com Protection Status