POV Nawang
"Gak bisa Bu. Mas Pur nggak bisa lama-lama ninggalin kerjaan. Asih kan udah sebulan di sini. Nanti, kalau Mas Pur cuti panjang lagi, kami bakalan nginap di sini."
"Ya udah, tapi bener ya. Sering-sering ke sini. Nawang juga udah nikah. Ibu kesepian cuma berduaan sama Bapak."
"Yes Mem!" kata Mbak Asih seraya memeluk Ibu dari belakang, yang sedang duduk menikmati tehnya.
Akhirnya Ibu menerima penjelasan mbak Asih, mbak Asih memang sudah satu bulan lebih di sini. Tentunya juga harus menjaga perasaan mas Pur dan keluarganya. Tak ada alasan kuat lagi untuk menunda kepulangan. Kalau hanya acara ngunduh mantu, tentu tak begitu memberatkan mbak Asih untuk pulang.
POV NawangPLAKKDia menamparku lagi. Kurasakan sudut bibirku begitu perih. Luka yang kemaren baru sembuh. Sudah harus terluka lagi.Aku menangis menahan rasa perih di bibirku dan sakit di bagian punggung yang terhempas.Mas Bayu yang lagi berdiri, datang berlutut ke arahku yang sedang meringkuk, menahan sakit dan rasa takut."A-ampun Mas!" Aku memohon ampun, kututupi wajahku dengan kedua tanganku. Takut dia menamparku lagi.Tiba-tiba dia menggendongku, menghempaskan tubuhku dengan kasar ke atas peraduan.
POV Nawang"Mas, berangkat kerja ya." Mas Bayu berpamitan. Aku tetap mencium tangannya. Dia mencium pucuk kepalaku lembut. Hhhh, sangat romantis bukan?"Iya, Mas. Hati-hati," ucapku.Sepeninggalnya, aku membantu Mama membereskan meja makan, membawa piring-piring kotor ke dapur dan mencucinya. Asisten rumah tangga di rumah ini ada dua orang. Tapi, tak mungkin aku hanya berpangku tangan, apalagi yang harus kulakukan.Mas Bayu tak mengizinkan aku keluar rumah sendirian. Kemana-mana harus bersamanya. Meskipun Mama yang mengajakku keluar, aku harus tetap meminta izin kepadanya.Lagipula, aku pun terbiasa membantu mbok Ijah di rumah. Ibu tetap m
POV Nawang"Lihat ini!" katanya menunjukkan gawaiku ke hadapanku. Sangat dekat, sampai gawai itu, benar-benar berada di depan mataku.Astaga banyak panggilan tak terjawab darinya."Nawang … gak ada buka hape, Mas," kataku apa adanya. Seharian aku memang tak ada membuka gawaiku.Kejadian tadi malam membuatku malas memegang gawaiku. Hampir seharian waktuku hanya bersama Mama. Sementara gawaiku terbiar diatas meja riasku.PLAKKDia menamparku lagi. Luka disudut bibirku yang belum begitu mengering, kembali berdarah. Bahkan rasanya lebih sakit dari tadi malam. Namun, tetap hatiku yang paling sakit. Tak mengerti apa salahku, kenapa aku harus menerima perlakuan sekasar ini.
POV Nawang"Ndok, pipi kamu kok bengkak gitu?" tanya Mama ketika kami sarapan bersama pagi ini. Hal yang sudah menjadi rutinitas pagi, sejak aku tinggal di rumah Mas Bayu.Aku tak mampu menjawab pertanyaan Mama, padahal aku sangat ingin menceritakan sebenarnya. Tapi suaraku seperti tercekat di leherku."Nawang, sakit gigi Ma. Makanya pipinya agak bengkak." Mas Bayu yang menjawab pertanyaan Mama. Aku menatapnya, dia membalas tatapanku dengan mata sendu. Seolah mengatakan, 'Tolong jangan cerita ke Mama.'Aku membuang muka darinya, rasa cinta yang baru kusemai, kini mati sudah. Tak bersisa sama sekali. Berganti rasa takut dan amarah yang tak mampu kuluahkan.
"Mas Bayu … sudah memperlakukan Nawang dengan kasar," kataku dengan satu helaan nafas."Kasar? Kasar gimana?""Mas Bayu … melakukan KDRT ke Nawang, Bu." Aku menceritakan apa yang kualami dengan isak tangis."Kamu nih ya. Alasan saja! Ibu tau gimana Bayu. Setahun ini Ibu sudah mengenalnya. Tak mungkin dia bertindak seperti itu! Pasti kamu yang cari masalah, kalo sampe Bayu ringan tangan! Jangan-jangan kamu menjalin hubungan diam-diam lagi dengan Dimas, makanya Bayu seperti itu!" Ibu mencecarku dengan prasangka buruk.Benar saja keraguanku, Ibu tak mempercayaiku. Siapapun yang mengenal Mas Bayu, takkan ada yang percaya."
POV NawangMas Bayu tampak terdiam, mungkin bingung bagaimana mulai bercerita. Atau mungkin ada rasa malu, mengingat ini adalah aib besar bagi dirinya."Ru, kamu pernah dengan tentang prilaku s*x yang menyimpang?" Mas Bayu justru memulai pembicaraan dengan pertanyaan."Maksudnya?" Bang Heru agak heran dengan pertanyaan Mas Bayu."Begini Ru … aku ada masalah dengan …." Mas Bayu seperti kebingungan melanjutkan kata-katanya."Apa … Kamu ada masalah dengan kejantananmu?" selidik bang Heru.Aku sebenarnya merasa sedikit malu, tapi aku harus mendampingi
"Di hari pernikahan kami … dia hadir. Atas undangan Ibu saya. Ibu saya sengaja mengundangnya, supaya dia bisa menyaksikan sendiri, bahwa saya sudah menjadi istri Mas Bayu. Jujur, saat dia datang. Saya tak mampu mengontrol emosi saya, Bang. Saya menangis waktu itu." Airmataku luruh juga, tak mampu lagi aku menahannya.Aku ambil tisu yang ada di meja, kuhapus airmataku dan ingus yang mengalir di hidungku. Mendadak hidungku jadi mampet."Tapi sungguh … saya sangat berusaha melupakannya. Saya sudah berjanji akan belajar mencintai Mas Bayu. Tapi … Mas Bayu tak percaya dengan saya. Dia cemburu membabi buta. Bahkan di malam pertama, dia …." Aku tak mampu lagi meneruskan kalimatku. Airmataku sudah menganak sungai yang tak bisa lagi di bendung.
POV Nawang"Kalau begitu, kalau boleh tau. Kenapa amarahmu datang, hanya saat kamu berhasrat saja?" tanya bang Heru.Mas Bayu tampak tercenung mendengar pertanyaan dari bang Heru. Rasa ingin tauku pun cukup besar. Aku juga merasa aneh, kenapa ya mas Bayu hanya marah saat mau 'itu' saja?"Jujur, setiap aku ingin menyentuh Nawang. Aku merasa … laki-laki itu ada diantara kami." Perkataan mas Bayu membuatku terhenyak. Kenapa mas Bayu bisa merasakan hal seperti itu?Bang Heru lama menatap mas Bayu, seolah mencari jawaban dari mata mas Bayu. Mas Bayu terlihat seperti sangat malu atau menyesal atau apalah. Yang jelas dia tak berani lama-lama bertatapan dengan bang Heru. Dia menundukkan kepalanya.