All Chapters of Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter: Chapter 71 - Chapter 80

93 Chapters

Kehidupan baru Ranisa

Pov Winda     "Kak, ada pelakor tuh. Ngapain dia datang lagi ke sini. Dasar ga tau malu. Sinting!" umpat Putri, karyawanku yang paling setia selama ini. Terang saja, aku menoleh ke arah pintu masuk untuk melihat orang yang di maksud Putri. Ternyata, ada Ranisa yang berjalan ke arahku dengan menggendong seorang bayi laki-laki yang cukup imut menurutku. Bagaimana pun juga, bayi itu tidak pernah salah dan tidak pernah tau apa yang terjadi di antara kami. "Hai, Put. Masih betah kamu kerja di sini?" sapanya pada Putri yang sudah kembali ke rak pakaian yang tadi ia bereskan. "Hai, Ran. Ya masih lah. Gimana aku ga betah kerja di sini coba, orang majikannya aja baiknya ga abis-abis. Orang bego aja yang nyia-nyiain kesempatan emas begini." jawab Putri dengan sengit dan pedas. Sepertinya Putri sangat marah pada Ranisa. Sementara, Ranisa hanya menanggapinya dengan senyum sinis. Terlihat sombong dan tak pada tempatnya. Aku hanya
Read more

Lamaran

"Kak, semua udah siap." seru Diana saat menghampiriku di kamar. "Oke. Mereka udah datang, Dek?" tanyaku pada adikku itu. "Udah. Baru aja turun dari mobil. Kakak keluarnya sekarang atau pas lamaran udah selesai?" "Ya sekarang dong, Sayang. Kan Hanan mau ngelamar Kakak. Kalau Kakak ga keluar, gimana mau ngasih jawabannya?" "Ribet banget sih, Kak? Padahal kan udah tau juga lamarannya diterima. Tapi masih pake proses yang ribet begini segala. Buang-buang uang dan waktu aja." ucap Diana sambil nyengir tak tentu arah. Aku maklum Diana berkata seperti itu. Usia remaja seperti dia, tentu belum sepenuhnya mengerti dari segala proses adat istiadat dan kebiasaan masyarakat. Sebenarnya, aku juga awalnya tidak mau mengadakan acara lamaran semewah ini. Cukup pertemuan antara keluarga saja dan adakan lamaran. Nanti langsung saja pada proses ijab qabul dan resepsi pernikahan. Tapi, aku juga harus menghargai keputusan Hanan yang menginginkan adanya aca
Read more

Karma menjalankan tugasnya

Pov Heru   Aku sudah mendengar kabar tentang acara lamaran dan pertunangan Winda, mantan istri yang ternyata sampai saat ini masih aku cintai. Tidak ada gunanya lagi menyesali semua yang telah terjadi. Aku tidak bisa memperbaiki hubungan yang telah hancur. Aku mendapatkan kabar itu dari Ranisa saat ia berkunjung tadi. "Mas, mantan istri kamu kemarin lamaran sekaligus tunangan. Acaranya meriah banget. Mewah lah pokoknya, Mas." ucap Ranisa saat baru pertama kali bertatap muka padaku. Dia bahkan belum menanyakan bagaimana kabarku saat itu. "Syukur lah. Dia berhak mendapatkan kebahagiaannya setelah semua yang telah aku lakukan padanya." jawabku dengan pasrah. Aku menatap penampilan Ranisa secara keseluruhan. Istriku ini terlihat sangat jauh berbeda. Dia tidak terlihat seperti seorang wanita yang hidup kekurangan nafkah dari suaminya. Dia terlihat sangat berkecukupan, bahkan sedikit mewah.  "Kamu ga marah, Mas? Dia menikah sama se
Read more

Resepsi Pernikahan

Pov Author   Waktu terlalu cepat berlalu. Tapi bagi mereka yang dimabuk cinta, sehari rasa setahun. Hari ini adalah hari sakral bagi Winda dan Hanan. Yang mana, pagi ini mereka akan melangsungkan akad nikah atau pengucapan ijab qabul. Dan dilanjut dengan resepsi pernikahan. Pernikahan mereka digelar pada sebuah hotel bintang lima. Karena banyaknya undangan yang disebar. Mengingat Hanan adalah seorang Dokter, juga keluarganya yang ternyata juga orang yang sangat berpengaruh. Winda juga berasal dari keluarga terpandang. Bisnis yang ayahnya jalani selama ini telah membuatnya dikenal oleh banyak orang. Sebab itu, mereka akhirnya memutuskan untuk mengadakan pernikahan yang megah dan mewah.  "Sayang, kamu udah siap?" tanya Mami Mery pada Winda yang masih duduk di depan meja riasnya. "Udah, Mi. Baru aja selesai make up. Diana mana? Jason jadi datang, Mi?" tanyaku beruntun menghilangkan kegugupan. "Diana ada di bawah sama Nia
Read more

Bulan madu kelabu

Setelah resepsi pernikahan selesai, aku dan Mas Hanan memang sengaja tak ikut pulang. Karena semua perlengkapan persiapan pernikahan ini sudah sepaket dengan kamar pengantinnya juga. Jadi, sudah ada satu kamar yang dihias sedemikian rupa sebagai kamar pengantin untukku dan Mas Hanan. Ehem... Sekarang manggilnya ga boleh Hanan lagi dong, ya. Kan udah jadi suami. Jadi harus sopan. Hihihi Aku dan Mas Hanan meninggalkan aula saat semua tamu sudah pulang. Hanya tinggal pegawai hotel dan tim sukses acara yang kami sewa tampak sedang membersihkan aula dan mengemasi segala macam barang-barangnya. "Mas, aku mandi duluan, ya. Kamu tolong telponin Diana dulu bisa kan? Bilangin besok pagi jangan lupa Bu Dona mau ambil pesanannya. Pastikan semuanya sempurna." pintaku pada Mas Hanan yang masih membuka jas hitam di tubuh atletisnya itu. "Lho, kok mandi sendirian. Bareng aja, ya." goda Mas Hanan dengan senyum penuh makna. "Ih, jangan gitu. Aku kan masih malu.
Read more

Aku bisa hamil.

"Jadi, untuk melihat jenis kelaminnya saat belum bisa kita lakukan. Kita harus menunggu sekitar 4 minggu lagi untuk bisa melihatnya. Itu pun belum terlalu jelas pastinya," ucap Dokter kandungan yang aku kunjungi pagi ini. "Ja-jadi, aku benar-benar hamil saat ini, Dok?" tanyaku masih dengan raut wajah tak percaya.  Aku merasakan mataku mulai hangat dan pandangan mulai mengabur, karena ada genangan air yang sudah mengisi ruang di bola mataku itu kini. "Benar, Bu. Kehamilan Ibu saat ini sudah memasuki usia 9 minggu. Sekali lagi, selamat ya, Bu. Atas kehamilannya. Sebaiknya Ibu mulai memperhatikan pola makan dan asupan gizi. Karna, apa yang Ibu makan itu juga akan menjadi makanan bagi si kecil di dalam sana." saran sang Dokter wanita paruh baya itu padaku. "Ternyata aku bisa hamil..." aku masih larut dalam suasana hatiku sendiri dan tak menjawab apa yang dikatakan Dokter. "Tentu saja bisa. Rahim Ibu bagus dan sangat subur. Jika tidak berhati-
Read more

Menunggu hari

Tak terasa hari demi hari sudah terlewati. Bulan berganti bulan sudah kami jalani sebagai sepasang suami istri dan juga calon orang tua untuk bayi dalam kandunganku. Kandungan yang sudah sembilan bulan ini kubawa kemana pun aku pergi. Kami sudah berbagi segalanya selama sembilan bulan dan kini aku sedang menanti detik-detik kelahiran anak pertamaku. "Sayang, aku pergi dulu, ya. Kalau ada apa-apa langsung telpon aku." Mas Hanan memperingatiku sebelum berangkat ke klinik untuk bertemu pasien yang sudah membuat janji sebelumnya. "Iya, Mas. Masih jauh kok perkiraannya. Kamu tenang aja." jawabku menenangkan Mas Hanan dengan melempar sebuah seyuman untuknya. "Atau kamu ke rumah Mami aja deh, ya. Atau Mami aku suruh ke sini aja, gimana?" "Mas... Aku beneran ga apa-apa. Kamu berlebihan banget deh khawatirnya. Ini juga kan masih lama prediksinya. Masih 10 harian lagi," "Tapi, Sayang...itu cuma prediksi. Bisa cepat bisa lambat dari tanggalnya. A
Read more

Pembuktian!

"Ayo, Bu. Dorong terus! Kepala bayinya sudah kelihatan," Dokter memberi perintah pada Winda yang sedang berjuang di ranjang bersalin. "Sayang, yang kuat, ya. Ayo semangat, Sayang. Aku di sini." ucap Hanan memberi semangat pula. "Mas, aku ga kuat. Sakit banget...emmmmppp..."  "Eaaak.... Eaakk..." jerit bayi perempuan yang baru hadir ke dunia itu dengan suara lantang. Winda bahkan belum selesai mengatakan perasaannya, dan sudah mengejan sekuat tenaga hingga bayi yang sejak pagi memberikan rasa sakit di rahim Winda itu akhirnya keluar. Tangis haru pecah seketika. Baik Hanan maupun Winda menangis bahagia mendengar suara tangisan bayi itu. Hanan tak henti mengecup kening dan pipi Winda bergantian. Dalam hati mengucap syukur tak berkesudahan. Di depan mata kepalanya, ia menyaksikan bagaimana Winda bertaruh nyawa demi lahirnya penerus generasi keluarganya.  "Kamu ibu yang kuat, Sayang. Terima kasih karena sudah berjuang sejauh ini.
Read more

Cantika

Pov Winda Ternyata waktu terlalu cepat berlalu. Aku tidak pernah menyangka akan menjadi seorang ibu sebelumnya. Aku yang dulu selalu pesimis akan hal itu karena mantan suami yang selalu menganggap bahwa aku kurang subur karena terlalu sibuk mengurus butik. Kini merasa sangat bangga dan bahagia karena sudah mematahkan pernyataan itu. Meski, pria itu tak dapat melihat kenyataan ini. Bayi perempuanku yang sangat cantik dan manja sudah tumbuh dan berkembang dengan baik. 3 tahun sudah usianya saat ini. Bayi yang kuberi nama Cantika itu, tengah asik menikmati permainan di taman dekat rumah baruku. Baru dua bulan ini, kami pindah ke sini. Karena Mas Hanan membelikan rumah lagi yang lebih besar atas namaku. Sungguh besar rasa cinta Mas Hanan padaku. Aku merasa seperti wanita yang paling beruntung di dunia ini. Dari kursi tempat aku duduk kini, aku bisa melihat Cantika sedang berebut perosotan dengan seorang anak laki-laki. Aku dengan cepat menghampiri mereka.
Read more

Kapan kau berubah?

"Siapa itu, Bunda?" tanya Cantika yang berhasil membuatku sedikit terkejut dan kembali tersadar pada keadaan saat ini. "Oh. Di-dia...dia mungkin Mama anak laki-laki itu, Sayang. Anak laki-laki yang tadi ga mau pinjemin kamu perosotan," aku menjawab dengan situasi yang bisa dimengerti Cantika dengan mudah. "Oh, iya. Apa dia ngadu sama Mamanya, Bun?" tanya Cantika lagi. "Kak Winda...," sapa wanita itu sebelum aku sempat menjawab pertanyaan Cantika. "Kenapa kamu mencegahku pergi dengan suara lantang? Apa masalahmu?" aku bertanya tanpa basa-basi. "Bukan begitu, Kak. Aku ga tau kalau tadi itu Kak," jawabnya terlihat sangat ragu. "Sayang, aku bawa Cantika ke mobil dulu, ya," Mas Hanan berinisiatif membawa Cantika pergi. Karena sejujurnya aku juga tak ingin Cantika mendengar pembicaraanku dengan wanita ini. "Iya, Mas. Bentar lagi aku nyusul, ya." Mas Hanan mengangguk dan membawa Cantika menuju parkiran mobil. "Jadi, kenapa ema
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status