Semua Bab Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter: Bab 81 - Bab 90

93 Bab

Menghirup udara bebas

Pov Heru   Setelah lima tahun aku hidup di dalam penjara, akhirnya tiba juga hari dimana kebebasanku akan aku rasakan. Aku tidak tau, mengapa bisa bebas lebih cepat dari vonis yang dulu dijatuhkan Hakim saat ketuk palu. Yang jelas, aku sangat bersyukur kepada Tuhan. Akhirnya, aku bisa pulang dan bertemu lagi dengan anak serta istriku, Ranisa. Entah bagaimana kini rupanya bayi laki-laki yang aku tinggalkan saat baru dilahirkan itu. Apakah Ranisa ada memperkenalkan aku padanya, meski hanya dari foto-foto saja. Setidaknya, dia mengenaliku dari gambar. Jadi, saat pertemuan pertama kami nanti dia tidak asing lagi dengan ayahnya ini. Aku dengan semangat membereskan barang-barangku yang tidak seberapa. Sambil menunggu petugas datang untuk memanggil dan membukakan pintu jeruji besi ini untukku, aku menyempatkan diri berpamitan dan meminta maaf pada teman satu sel denganku. Ada beberapa orang penghuni lama, ada pula yang baru mengecap pahit dan ke
Baca selengkapnya

Pengkhianat yang dikhianati

Dengan dada yang bergemuruh menahan emosi, aku kembali melangkahkan kaki lebih cepat menaiki anak tangga. Meski rumah itu tidak terlalu besar, ternyata memiliki dua lantai di dalamnya. Aku berjalan mengikuti dimana arah suara desahan itu terdengar. Hingga tanpa sadar, kini kakiku berdiri di depan sebuah kamar yang tidak terkunci sama sekali. Pintunya terbuka sedikit. Aku berusaha mengintip, akan tetapi letak ranjang sepertinya ada di belakang pintu. "Mas...kamu nakal banget sih. Siang-siang gini pulang cuma buat minta ginian," suara seorang wanita yang sangat aku kenal terdengar berkata dengan manja. 'Dengan siapa dia di dalam? Apa benar wanita yang ada di dalam kamar ini adalah istri yang aku tinggalkan beberapa tahun belakangan ini? Benarkah itu Ranisa? Apa benar dia telah menikah lagi dan itu artinya dia telah berkhianat dariku. Mana bisa perempuan menikah dua kali. Menikah selama masih dalam ikatan pernikahan dengan laki-laki lain. "Gimana dong, S
Baca selengkapnya

Dia bukan anakmu!

"Ini, Mas. Surat cerai kita. Udah 5 tahun yang lalu aku buatkan supaya kamu ga susah-susah lagi mengurusnya saat sudah bebas dari penjara," ucap Ranisa dengan penuh keangkuhan."Jadi, kamu memalsukan tanda tangan aku?" tanyaku padanya."Ya, harus gimana lagi. Kalau aku minta langsung sama kamu saat itu, pastilah kamu ga akan mau tanda tabgan. Iya kan?""Hebat kamu, Ranisa. Aku ga pernah menyangka punya istri selicik kamu. Selama ini kamu terlihat lugu dan polos, tapi ternyata aku salah menilaimu. Kau lebih buruk dari wanita malam yang pernah aku temui.""Oh, jadi ngaku sekarang kalau kamu pernah jajan di luar sana. Udah ada istri di rumah, masih aja nyari wanita malam. Untung aku ga kena penyakit menular." Ranisa terlihat bergidik ngeri saat mengatakannya."Sudah lah, jangan mencari-cari kesalahanku. Aku menyesal pernah terjerat dalam perangkapmu. Aku menyesal pernah meninggalkan istri yang setia dan baik seperti Winda hanya demi wanita seperti dir
Baca selengkapnya

Haruskah mengakhiri segalanya?

Dengan langkah gontai, aku meninggalkan kediaman Ranisa dan Riko. Tidak pernah aku duga sebelumnya, bahwa semua akan separah ini akhirnya. Terlebih lagi, anak yang selama ini aku rindukan ternyata bukan lah darah dagingku. Aku hanya menjadi tumbal kelicikan Ranisa. Sungguh dia gadis yang sangat berbeda dari penampilannya. Aku sudah sangat tertipu oleh penampilan culun dan polosnya. Ranisa ternyata lebih buruk dari yang aku sempat bayangkan. Entah lah, aku sama sekali tidak bisa lagu berpikir untuk hal itu. Aku sudah pasrah dan menerima semuanya dengan ikhlas. Aku sadar sekarang, jika apa yang kita perbuat akan mendapat balasannya cepat atau lambat.  Bahkan, balasan itu bisa saja berkali-kali lipat lebih banyak dari yang pernah kita lakukan. Kini aku menyadari bahwa hidup ini sungguh sebuah panggung sandiwara seperti dalam lagu Almarhumah Nike Ardila. Penyanyi kondang yang meninggal di usia muda dan saat karirnya sedang menanjak naik. "Mas Heru!" suara se
Baca selengkapnya

Kepergiannya.

Pov Winda Tidak ada yang bisa aku lakukan di rumah saat hari kerja seperti ini. Cantika sudah selesai aku bantu mandi dan makan. Kami juga sudah bercengkrama dan saling bertukar pikiran tentang liburan akhir bulan yang sudah direncanakan oleh Mas Hanan kemarin. Rumah dan segalanya sudah beres dan rapi. Aku merasa sedikit bosan sebenarnya. Pernah aku berniat untuk kembali mengurus butik, tapi tak tega jika setiap hari harus membawa atau meninggalkan Cantika. Keduanya sama-sama tidak akan baik untuk tumbuh kembangnya. Lagi pula, Mas Hanan tidak memberikanku izin karena saat ini kami berencana untuk menambah momongan lagi. Aku sudah tidak memakai KB lagi dalam dua bulan terakhir. Namun, sepertinya masih belum beruntung untuk bulan ini. Dengan malas, aku menggeser-geser beranda media sosialku di ponsel. Banyak sekali orang yang memberikam tag pada akunku saat ini. Aku merasa heran, tumben sekali teman-temanku menandaiku pada sebuah berita yang berjudul 'Ditemuk
Baca selengkapnya

Dilabrak.

Sudah tiga bulan sejak meninggalnya Mas Heru. Dan aku memang menuruti semua saran Nia. Berusaha tidak peduli lagi pada masa lalu dan memikirkannya. Aku sama sekali berhasil melupakan segalanya dengan sangat mudah. Ternyata, semua itu berasal dari niat dalam hati kita sendiri. Jika kita benar-benar ingin melupakannya, maka lakukan lah dengan sangat elegan. Tidak perlu berusaha sekuat tenaga untuk membencinya. Hari ini aku sengaja pergi ke butik karena memang sudah lama aku tidak berkunjung langsung ke sana. Diana mengurus semuanya dengan sangat baik. Dari bagi hasil yang aku berikan pada Diana, dia sudah mampu membeli rumah dan mobil pribadi. Meski tidak yang terlalu mewah. Tapi, itu cukup berharga karena dibeli dari hasil kerja kerasnya. Diana juga berhasil memasarkan produk butikku ke luar negri. Sejak saat itulah, butik selalu banjir orderan. Diana memang sangat menguasi ilmu marketing yang bagus dan mampu memikat calon pembeli dengan sangat baik. "Bunda, nant
Baca selengkapnya

Banyak Cinta

Saat aku membayar semua belanjaanku di toko roti itu, aku masih dapat mendengar pertengkaran hebat antara Ranisa dan seorang wanita yang mengaku suaminya telah diambil oleh Ranisa itu. Kerumunan yang ada di sana terlihat semakin ramai dan tidak sedikit di antara mereka yang menghadapkan kamera ponselnya ke arah dua wanita yang sedang bersiteru itu. Sungguh pemandangan yang sangat memalukan untuk ditonton. Setelah selesai, aku mengajak Cantika untuk kembali masuk ke dalam mobil. Aku sudah tak ingin tau lagi dengan semua yang menimpanya. Meski dalam hati kecilku merasa iba, karena aku sempat melihat Ranisa sedang diamuk oleh wanita itu. Rambutnya ditarik dan wajahnya ditampar berkali-kali. Mirisnya, di samping Ranisa sedang berdiri seorang anak laki-laki yang aku tau itu adalah anak Ranisa. Entah bagaimana perasaan anak itu saat melihat ibunya dimaki dan dihina, diperlakukan seperti itu di depan umum. Mungkin sekarang ia belum mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
Baca selengkapnya

Siapa wanita itu?

Kebahagiaan yang Tuhan berikan seakan tak pernah ada habisnya. Kehamilan keduaku yang awalnya membuatku agak susah makan dan beraktifitas karena mabuk berat, ternyata hanya berlaku 2 bulan saja. Setelah kehamilan memasuki 7 bulan, semua orang sudah sangat tidak sabar menantikannya lahir. Terlebih lagi, saat aku memberitahukan hasil USG tentang bayi yang ada dalam kandunganku ini berjenis kelamin laki-laki. Itulah yang membuat semua orang sangat senang dan tidak sabar menantikan kehadirannya. Malam ini, di rumahku sedang diadakan acara do'a tujuh bulanan. Sangat banyak tamu yang datang. Hampir semua orang yang aku undang, menampakkan batang hidungnya malam ini di kediamanku yang sudah semakin besar karena Mas Hanan bersikeras merenovasinya beberapa bulan yang lalu. "Selamat ya, Win," ucap Nia, sahabatku yang paling aku sayangi dan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. "Makasih ya, Beb. Kamu juga, bentar lagi mau nujuh bulanan kan?" jawabku dan kami saling berpe
Baca selengkapnya

Perempuan gila.

Aku sangat terkejut dengan kedatangan wanita hamil yang tiba-tiba saja marah dengan melempar kertas pada suamiku itu. Entah apa maksudnya. Mas Hanan juga terlihat sangat heran. Kemudian dia berjalan lebih dekat pada Mas Hanan. Seketika itu juga, wanita hamil itu menghambur ke dalam pelukan suamiku. Dia memeluk Mas Hanan dengan sangat erat.Mas Hanan tampak semakin bingung dan berusaha menjauhkan wanita itu dari tubuhnya. Tapi, pelukannya terlihat semakin erat. Aku yakin Mas Hanan sangat takut berbuat kasar karena kondisi wanita itu yang sedang hamil besar."Mas, tega sekali kamu ninggalin aku demi perempuan ini? Apa kurangnya aku, Mas? Lihat ini, Mas. Aku juga bisa hamil, Mas. Aku bisa seperti dia. Tinggalin dia, Mas. Kembali padaku. Ini anak kita. Dia akan segera lahir ke dunia ini, Mas," ucap wanita itu dengan isak tangis yang tak bisa ia tahan.Sementara aku? Aku yang tadinya sudah berdiri, lantas kembali terduduk di atas kursi yang untungnya sangat lembut itu. Tubuh
Baca selengkapnya

Tak ingin terulang lagi

Setelah petugas keamanan komplek datang, wanita itu segera dibawa bersama dengan seorang Dokter wanita. Mungkin karena tadi Mas Hanan mengatakan ia sedang dalam keadaan hamil besar, jadi untuk berjaga-jaga mereka juga membawa seorang Dokter. Dan ternyata itu juga sangat membantu. Wanita itu mengamuk awalnya karena bersikeras tak ingin pergi dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya yang benama Jaka itu.Jalan terakhir yang dipilih Dokter adalah memberikannya suntik penenang. Dan setelah menunggu selama lima menit, akhirnya dia benar-benar tenang dan akhirnya tertidur. Mereka semua membawa wanita itu untuk ditangani oleh ahli kejiwaan dan akan mencari tau tentang informasi keluarganya.Sampai saat aku dan Mas Hanan sudah berada di dalam kamar, kami masih saja heran dengan bagaimana wanita itu bisa masuk ke rumah kami dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya.Aku bahkan sempat membaca secarik kertas yang dia lemparkan pada Mas Hanan saat baru datang itu. Itu adalah surat d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status