All Chapters of Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter: Chapter 1 - Chapter 10

93 Chapters

Mas Heru dan Mami

"Dari mana saja kamu, Mas?" tanyaku  saat melihat Mas Heru muncul dari balik pintu kamar. "Aku lembur, Sayang!" jawabnya sambil tersenyum manis. Seperti biasa, jawaban yang ia berikan selalu saja lembur. Hal ini sudah berlangsung sejak tiga bulan belakangan ini. Biasanya aku selalu saja percaya dengan semua kata-kata suamiku itu. Tapi, entah mengapa tadi aku merasa ingin tau kebenarannya. Aku menelpon Siska, sekretaris Mas Heru di Kantor. Dan Siska mengatakan bahwa Mas Heru sudah pulang bahkan sejak jam lima sore. Lalu, kemana dia pergi sampai larut malam begini baru pulang? Sudah jam sebelas malam saat ia memasuki kamar. "Apa benar kamu lembur, Mas?" aku yang sudah dipenuhi rasa curiga, tak dapat lagi menahan hati untuk mengintrogasinya. "Lho, kok kamu nanya-nya gitu sih, Sayang?" sahutnya, kemudian menghampiriku yang duduk di tepi ranjang tempat kami memadu cinta selama tiga tahun ini. Mas Heru membelai rambutku dengan lembut, kemudian
Read more

Kecurigaan

Aku dan Mas Heru memang menikah karena di jodohkan. Kami menikah demi memenuhi keinginan terakhir Papi. Dimana saat itu, Mas Heru adalah anak dari sahabat Papi. Untuk menunjukkan tanda baktiku, aku menerima perjodohan itu meski baru pertama kali bertemu. Saat itu, aku tinggal hanya berdua dengan Papi. Karena, sejak aku berusia sepuluh tahun, Mami kabur bersama pria lain. Kudengar, mereka tinggal di London selama ini. Tapi, entah karena alasan apa, lima bulan lalu Mami kembali pulang ke Indonesia dan menemuiku. Tentu saja hatiku meradang dan menolaknya mentah-mentah. Enak saja, sudah meninggalkanku selama lima belas tahun, kini kembali seperti tanpa dosa. Aku sama sekali tak mengerti dengan jalan pikirannya. Tapi, karena desakan Mas Heru yang terus membujukku memaafkan Mami, akhirnya aku pun mengalah pada suamiku yang baik dan tampan itu. Begitu lah sifat Mas Heru, dia selalu bertindak dengan sabar dan kepala dingin. Membuatku semakin hari semakin mencintai da
Read more

Mengatur Rencana

Tidak sampai tiga puluh menit, Mercedes merah milik Nia tampak memasuki halaman rumah mewah milikku. Sebenarnya, aku bisa saja pindah dari sini. Ke rumah yang tiga kali lipat lebih mewah dari ini. Karena Mas Heru mampu membelikannya, tapi lagi-lagi aku sayang membiarkan rumah peninggalan Papi ini dalam keadaan kosong. Di sini penuh kenanganku bersama Papi. Aku tak akan pernah mau pergi kemana pun. "Hei... Mukanya kok masam banget, kayak jeruk busuk," sapa Nia mendekatiku, kemudian kami berpelukan dan cium pipi kanan, cium pipi kiri. "Gimana ga masam, coba? Mas Heru tu sekarang berubah banget, sering pulang tengah malam. Dan kemarin aku periksa tas kerjanya, banyak banget tagihan belanja, Hotel, juga bill di Restoran mahal. Sementara, aku udah satu bulan ini nggak pernah minta temanin sama dia belanja, nggak pernah diajak dinner di luar, apalagi nginap di Hotel. Apa aku nggak boleh curiga sama dia, kalau udah gini?" cerocosku tak henti pada Nia yang baru saja datang.
Read more

Bertemu Ferdi

Tidak sampai sepuluh menit, kami sudah sampai di depan sebuah rumah bercat abu-abu dan putih yang tampak minimalis. Tapi, rumah ini sudah dilengkapi dengan teknologi canggih. Mungkin, karena pemiliknya seorang yang hebat dalam bidangnya juga. Dari luar pagar, kulihat Nia berbicara pada layar kecil di sudut pagar. Tak lama kemudian, pintu pagar terbuka. Nia kembali masuk ke mobil dan menyetir masuk ke pekarangan.Tepat saat mobil Nia berhenti di depan pintu rumah minimalis itu, pintu rumah terbuka. Terlihat sosok tampan dengan celana pendek di bawah lutut, dan kaos oblong hitam berdiri di ambang pintu. Aku dan Nia segera turun dan menghampirinya."Hai, Fer. Kita nggak ganggu, kan?"sapa Nia sambil menepuk pangkal lengan pria itu dengan santai."Nggak lah, aku lagi free job sih beberapa hari ini. Kenapa? Mau ngasih aku kerjaan? Lumayan nih, buat nambah-nambah kesibukan," jawabnya seraya tertawa pada Nia."Alah, kamu ga kerja berbulan-bulan pun paling cuma me
Read more

Kepergok

Dengan langkah tegap, Ferdi kembali hadir di tengah-tengah kami. Aku segera menyimpan ponselku ke dalam tas. Begitu pun dengan Nia yang tampak sangat antusias menantikan apa yang selanjutnya akan diberitahu oleh Ferdi. "Ini, chip kecil ini sangat banyak manfaatnya. Apa suamimu memakai pelindung ponsel?" tanya Ferdi padaku. "Iya, dia selalu memakainya. Karena dia sangat ceroboh, jadi aku memintanya memakai pelindung ponsel agar saat ponsel itu jatuh, tidak langsung retak atau pecah," jelasku pada Ferdi. "Bagus, kamu sisipkan ini di belakang ponselnya. Tinggal tempel aja, lalu pasang kembali pelindung ponselnya. Aku akan menambahkan fitur pengaturannya di ponselmu setelah itu!" ucap Ferdi sambil menyerahkan sebuah chip yang sangat kecil dan tipis itu padaku. "Hati-hati, Beb. Jangan sampai hilang, dan jangan sampai ketauan saat kamu memasangnya. Sebaiknya kamu pasang itu nanti saat dia pulang kerja. Jadi besok kita ke sini lagi, untuk mengatur programnya
Read more

Tanyakan pada suamimu!

"Ada apa, Beb?" tanya Nia saat melihatku menjadi emosi sambil mengepalkan jemariku di atas meja. Jika tidak mengingat ini tempat umum, pasti akan kumaki-maki mereka berdua."Kamu lihat yang di sudut sana, siapa mereka," titahku pada Nia dengan menggerakkan dagu ke depan.Nia patuh dan segera melihat ke arah yang ku maksud. Dia tak kalah kagetnya dari diriku tadi. Nia mengambil tanganku dan menenangkanku."Aku baik-baik aja kok," ucapku, jelas sekali berbohong."Coba sekarang kamu telpon suamimu itu, tanya dia ada dimana. Cepat." saran Nia tak sabar padaku. Mungkin ada benarnya juga. Aku bisa menguji kejujuran Mas Heru saat ini. Lalu, kuambil handphone dari tas jinjingku. Saat kubuka layar ponsel itu, sudah banyak sekali panggilan dari Mas Heru dan Mami. Ada apa ini? Kenapa mereka serempak menghubungiku? Apa ini termasuk dalam rencana mereka untuk mengelabuiku? Pikirianku sudah dipenuhi dengan prasangka-prasangka negatif.K
Read more

Memasang pelacak

Aku menatap Mas Heru dengan wajah sinis. Nia yang mengerti akan terjadi perang rumah tangga, segera beranjak dari kursinya. "Eh, Beb, aku ke toilet dulu ya," ucapnya. Aku menjawab dengan anggukan pelan, dan Nia pun berlalu dari hadapanku dan Mas Heru.  Mas Heru mengenggam tanganku, tapi kenapa tangannya terasa dingin. Apa dia grogi karena ucapan Mami tadi? "Mas... Apa maksud ucapan Mami tadi?" tanyaku dan menepis tangan Mas Heru. "Yang mana, Sayang?" jawabnya masih saja dengan lembut, dan entah mengapa sekarang aku merasa  jijik pada sikapnya itu. "Yang tadi, yang dia bilang kamu perkasa," "Haha... Itu... Mami kan memang seperti itu, masa anaknya sendiri ga tau Maminya suka bercanda?" "Aku serius, Mas!" "Iya, trus Mas harus jawab apa coba?" "Mas ada main ya sama Mami?" tuduhku tak tahan lagi, membuat Mas Heru yang sedang memyeruput kopinya tersedak. Uhuk...uhuk... Suara batuk Ma
Read more

Mencoba percaya kembali.

"Oke, semua udah beres. Kamu tinggal pencet ini kalau mau tau dimana suami kamu berada. Misalkan seperti sekarang ini, coba kita liat dia dimana..." Ferdi menjelaskan padaku. "Nah ini, kamu tau ini dia dimana? Kantornya kali ya," Ferdi menyodorkan ponsel itu kembali padaku. "Iya, ini di kantor." jawabku saat melihat nama Perusahaan tempat Mas Heru tertulis di sana. "Sip, berarti semua udah berfungsi dengan baik." "Makasih ya, Fer. Tolong kirim nomor rekening, aku mau transfer pembayaran untuk semua ini," "Santai ajalah, Win. Besok-besok juga bisa." "Tapi, aku nggak enak. Aku udah terima barang dan jasa dari kamu, tapi malah belum bayar sepersen pun." "Ya elah, santai aja. Kayak yang mau pergi jauh nggak balik-balik aja sih?" "Bukan gitu, aku udah selesai pakai jasa kamu. Seterusnya biar aku yang ngelakuin sendiri. Jadi, ya aku harus bayar dong jasa kamu." "Kamu bayarnya nanti aja, saat semuanya benar-benar udah
Read more

Ranisa

Aku mulai melupakan kejadian hari itu. Karena Mas Heru pun sudah kembali seperti Mas Heru yang aku kenal sejak pertama menikah dulu. Dua minggu berlalu sejak kejadian malam itu, Mas Heru berusaha pulang lebih awal setiap harinya. Akhir pekan kami juga dinner di luar seperti dulu. Mas Heru berhasil membuatku kembali terlena dengan sikap lembutnya.Aku bahkan lupa, bahwa aku pernah menempel chip pelacak di ponsel Mas Heru. Sampai siang ini, Nia menelponku."Beb, kamu dimana?" tanya Nia di ujung telpon."Aku di rumah dong, kenapa emangnya?" aku balik bertanya pada Nia."Aku lagi di klinik, nganterin klien-ku yang tadi pingsan saat pengadilan.""Trus?""Di sini ada suami kamu...""Mas Heru? Ngapain dia di klinik?""Itu dia yang mau aku bilang.. dia sama seorang wanita hamil. Apa mungkin dia punya saudara yang lagi hamil?""Nggak. Mas Heru nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Ya udah, kamu tolong pantau terus ya. Kalau
Read more

Rahasia Ranisa

Aku memutuskan untuk ke rumah kontrakan yang disewa oleh Ranisa selama ini. Aku yang mencarikan rumah ini untuk Ranisa, dan aku juga pernah beberapa kali mengantarkannya pulang. Saat tiba di sana, rumah itu dalam keadaan kosong dan terkunci dari luar. Aku mengintip dari kaca, rumah itu memang sudah kosong sampai ke dalam. Seperti rumah yang sudah tidak berpenghuni lagi. 'Apa mungkin Ranisa pindah? Kemana dia pindah? Kenapa dia tidak memberitahu padaku?' gumamku dalam hati.  Sekitar lima menit aku duduk di teras rumah kontrakan Ranisa itu, sampai akhirnya aku memilih untuk kembali pulang. Aku takut, Mas Heru sudah duluan pulang dari kantor. Saat aku berdiri, ada seorang Ibu-Ibu paruh baya yang menegurku dengan sopan. "Mba lagi nyari Neng Rani, ya?" tanya si Ibu padaku. "Eh, i-iya, Bu. Ibu kenal Ranisa?" tanyaku, setelah lebih dulu menjawab pertanyaan si Ibu. "Ya kenal atuh, Mba. Neng Rani kan lama tinggal di sini. Semua orang di sini juga
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status