All Chapters of Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter: Chapter 11 - Chapter 20

93 Chapters

Bibirnya rasa stroberi

"Selamat malam, Sayang!" sapa Mas Heru padaku saat baru saja memasuki rumah."Selamat malam, Mas. Kok baru pulang?" tanyaku sambil membantunya melepaskan jas."Iya, tadi Mas mendadak harus revisi document yang mau di persentasikan besok," jawabnya dengan muka lelah.Aku tidak tega jika harus memberondonginya dengan pertanyaan lain. Wajahnya terlihat sangat lelah dan lesu sekali."Kamu mandi dulu ya, Mas. Biar aku siapkan makan malam untuk kita.""Makasih, Sayang. Kamu memang istri terbaik yang pernah aku miliki. Aku bahagia sekali memilikimu.""Mas lebay deh, ya udah sana, mandi dulu. Aku mau masak!"Cup...Sebelum pergi ke kamar, Mas Heru mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibirku. Deg...Kenapa rasanya aneh begini? Kenapa bibir Mas Heru memiliki rasa manis? Nggak mungkin kan, Mas Heru memakai pelembab bibir?Sambil membuat nasi goreng kampung yang praktis, aku terus memikirkan hal itu. Tidak bias
Read more

Kecuali pengkhianatan!

Setelah berbalas pesan dengan Ranisa semalam, aku langsung tidur. Saat aku bangun, masih jam lima subuh. Kulihat wajah Mas Heru yang sangat tenang dalam tidurnya. Entah kapan Mas Heru membuka bajunya, aku tak menyadari. Karena memang Mas Heru terbiasa tidur tanpa memakai baju, hanya menggunakan boxer pendek. Saat aku ingin bergerak, kurasakan tubuhku berat. Seperti ada sesuatu yang menghimpit di bagian pinggangku.Aku melirik ke bawah, tangan kekar berbulu milik Mas Heru ternyata sedang melingkar di pinggangku. Pantas saja aku merasa berat dan susah untuk bergerak. Kuurungkan niat untuk beranjak dari ranjang empukku. Aku kembali menatap wajah Mas Heru. Kali ini, tanganku tak mau diam. Aku menyentuh matanya, hidungnya, lalu bibirnya. Rasanya, baru kemarin aku canggung tidur di sebelah pria tampan nan mempesona ini.Jariku lama terhenti di bibir Mas Heru, mungkin itu membuatnya tidak nyaman. Lalu, Mas Heru membuka matanya. Menatapku dengan tatapan yang tak bisa dijelaska
Read more

Salah grebek

Sudah dua jam aku mengaktifkan aplikasi pelacak itu, tapi sepertinya saat ini Mas Heru masih stay di Kantor. Titik merah itu sama sekali tidak bergerak. Itu tandanya, Mas Heru tidak kemana-mana. Aku berharap, semoga kecurigaanku ini salah. Sampai jam makan siang, aku melihat bahwa titik merah itu mulai bergerak. Aku menunggu saja di rumah. Tidak ingin terlalu gegabah mengambil langkah. Kubiarkan saja Mas Heru pergi, mungkin dia pergi makan siang bersama para bawahannya. Mas Heru memang terkenal sangat baik dan friendly pada bawahannya. Itu juga yang membuat mereka senang bekerja di bawah pimpinan Mas Heru. Terlebih, Mas Heru sangat ahli mengambil hati para karyawan hanya dengan sesekali mentraktir mereka makan siang bersama. Satu jam berlalu, Mas Heru tidak bergerak dari posisinya tadi. Kucoba perbesar layar, untuk mengetahui posisi pas Mas Heru berada saat ini.  'Cobra Hotel?' ucapku lirih saat mengetahui dimana Mas Heru berada saat ini. Hotel i
Read more

Pengakuan

Ranisa masih terdiam setelah lepas lima menit. Aku masih menunggu jawaban dari mulutnya. Ranisa terlihat gugup dan salah tingkah. Dia menggaruk kepalanya yang mungkin sama sekali tidak gatal.  "Eh... Itu-itu kan... Em...dulu pas Kak Winda dan Mas Heru ngantarin Winda pulang, Rani pernah lihat." akhirnya Ranisa menjawab pertanyaanku itu, dengan kalimat yang cepat dah terburu-buru. "Kapan?" tanyaku lagi. "Udah lama sih, Kak. Oh iya, Kak. Ada Bu Donna, Rani layani dulu ya." pamitnya saat melihat pelanggan VIP masuk ke Butik. Hal ini tentu saja menjadi kesempatan bagus juga bagi Ranisa, untuk lari dari introgasiku tadi. Saat aku dan Mas Heru mengantarnya pulang? Itu sudah lama sekali, mungkin sudah tiga bulan terakhir. Dan ponsel Mas Heru ini, baru dua bulan yang lalu aku belikan. Sebagai kado pernikahan dariku. Saat itu Mas Heru membelikanku kalung emas putih berbandul inisial namanya. Aku memperhatikan gerak gerik Ranisa dari kejauhan, ping
Read more

Tidak punya perasaan

Aku membuka mata perlahan, dan kupandangi sekelilingku. Sepertinya aku berada di sebuah kamar Rumah Sakit. Karena, bau obat-obatan dan alkohol pembersih luka tercium sangat menyengat di indera penciumanku. "Ke-kenapa kalian ada di sini?" tanyaku, saat melihat Mas Heru dan Ranisa berdiri berdampingan di samping kasur pasien yang kutempati. "Sayang.. aku akan menjagamu, tentu saja aku di sini," jawab Mas Heru sambil berusaha memegang tanganku, tapi langsung saja kutepis. "Jangan memanggilku dengan sebutan sayang lagi!" titahku mengalihkan pandangan dari mereka. "Sayang, tolonglah..." "Dan, kamu bilang akan menjagaku? Jangankan menjagaku, menjaga kesetiaan dan kejujuran saja kamu tak mampu, Mas!" bisikku dan tak terasa mataku sudah menumpahkan butiran hangatnya di sudut pipi. "Kak, jangan salahkan Mas Heru terus. Kami juga nggak ingin ini terjadi," Ranisa yang sejak tadi diam, ikut bicara. "Kamu.. nggak usah ikut campur, ini urusa
Read more

Semua berakhir, Mas!

Pagi-pagi sekali aku sudah selesai berkemas dan segera memanggil perawat untuk datang ke ruanganku. Aku tak ingin, bertemu dengan Mas Heru hari ini. Luka itu akan kembali berdarah jika aku bertemu dan berbicara dengannya saat ini. Jadi, aku putuskan keluar dari Rumah Sakit sebelum dia datang mengunjungiku. Siapa tau, nanti dia datang bersama istri simpanannya itu. Aku sudah berusaha keras agar tidak melontarkan kata-kata kasar pada Ranisa. Mengingat ia tengah hamil saat ini. "Bu, kenapa Anda ingin keluar sepagi ini?" tanya Perawat itu saat memeriksa tensi dan suhu tubuhku. "Aku sudah merasa baikan, Sus." jawabku singkat. "Baiklah, Ibu bisa menyelesaikan administrasi dulu sebelum pergi. Aku akan kembali dengan membawa rinciannya,"  "Tidak perlu. Aku akan langsung membayarnya di bagian administrasi saja. Agar tidak bolak balik!"  "Baiklah, Bu. Mari, saya antar."  "Terima kasih, Suster."  Perawat muda i
Read more

Gugatan Cerai

Mas Heru tau dengan cepat, dimana aku berada. Siang itu, dia menjemputku ke rumah Nia. Karena aku tidak mau menimbulkan keributan di rumah Nia, aku mengalah dan pulang bersama Mas Heru. Nia memberiku semangat. Aku sudah banyak bercerita pada Nia sejak pagi. Aku yakin, Nia akan membantuku dalam hal ini. Ya, aku ingin berpisah dari Mas Heru. Dan kupercayakan Nia untuk mengurus perceraianku. Dia Kuasa Hukum yang sangat tepat untukku. "Winda... Jangan bertingkah seperti anak-anak. Ada masalah sedikit langsung minggat," ucap Mas Heru dengan nada kasar padaku. Entah apa yang akhirnya membuat Mas Heru berubah seperti ini. Dulu dia bahkan tak pernah meninggikan  suaranya padaku. "Sedikit kamu bilang, Mas? Hah...memang laki-laki itu maunya enak sendiri. Mikirin dirinya sendiri, mikirin perasaan sendiri." ucapku dengan nada berteriak. Di dalam mobil itu kami terus bertengkar selama perjalanan ke rumah. Aku dengan emosi terus saja menjawab s
Read more

Menolak perceraian

Aku sudah mengemasi semua barang-barang Mas Heru yang ada di dalam kamar. Kumasukkan pakaiannya ke dalam koper dan beberapa barang lagi ke dalam kardus-kardus kecil. Sebelum dia datang lagi, aku sudah meletakkan semua itu di kursi teras. Agar ia tak perlu lagi menginjakkan kaki ke dalam rumah peninggalan orang tuaku ini. Pasti saat ini orang tuaku sangat terluka karena perbuatan Mas Heru padaku. Dan aku, kemana aku harus mengadu? Keluarga ayahku tinggal jauh dan berbeda negara. Lagi pula, aku tidak sedekat itu dengan mereka. Sementara dari pihak ibuku sudah tidak ada sama sekali yang tertinggal. Ibuku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. "Hallo, Beb. Apa semua sudah siap? Kapan kamu akan mengirimkannya?" tanyaku beruntun pada Nia melalui sambungan telepon. "Iya, ini sedang di proses. Sabar ya. Mudah-mudahan sore ini beres semuanya. Pagi besok udah aku kirim langsung ke ruangannya di Kantor. Bersiaplah, Win," jawab Nia dengan nada sedikit kh
Read more

Teror 1

Seminggu sudah aku lalui tanpa gangguan Mas Heru. Entah mengapa, meskipun ia tak menggangguku beberapa hari ini, aku merasakan kecemasan yang tidak biasanya aku rasakan sebelumnya. Dan kebetulan, hari ini sidang pertama kami di pengadilan agama. Aku sudah bersiap-siap untuk pergi. Setelah membuka butik, aku berpesan pada seluruh karyawan agar terus waspada. Aku juga berpesan, jika Mas Heru datang dan membuat keributan, segera menelponku. Atau laporkan pada polisi jika memang sangat membahayakan. Aku menjemput Nia di rumahnya. Karena memang, Nia lah pengacaraku dalam kasus perceraian ini. Ferdi turut serta menemaniku dengan mengatakan akan datang menyusul setelah selesai mengantarkan berkas penting ke Kantor Dinas Perlindungan Anak. Kebetulan, Ferdi sedang membantu pihak terkait dalam mengurus kasus kekerasan pada anak di bawah umur. Aku dan Nia terlebih dahulu memasuki ruang persidangan. Nia duduk di sampingku. Dan tak lama kemudian Ferdi masuk ke dal
Read more

Teror 2

Setelah mengantarkanku, lalu Ferdi mengantarkan Nia pulang. Meski awalnya, Nia berniat dan menawarkan diri untuk menamaniku di rumah. Tapi, aku menolaknya secara halus.  Saat ini, yang aku butuhkan hanyalah sebuah ketenangan. Sidang pertama tadi membuat otak dan tubuhku sangat lelah. Aku tidak sabar lagi untuk membaringkan tubuh di atas ranjang empukku.  [Kak, tolong jangan menyalahkanku atas semua yang telah terjadi. Mas Heru lah yang menawarkan diri padaku. Aku sama sekali tidak pernah menggodanya!] Sebuah pesan masuk ke ponselku, saat aku baru saja akan memejamkan mata. Ranisa, nama pengirim pesan itu. Tentu saja, siapa lagi jika bukan dia. Pelakor yang telah merusak rumah tanggaku. [Kamu juga sangat bersalah, Ranisa. Sejak awal kamu sudah tau bahwa dia adalah suamiku. Kenapa kau masih mencoba menyelamatkan diri sendiri, pelakor?] aku membalas dengan tersenyum happy karena pasti dia tak terima aku panggil pelakor. [Aku buk
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status