Share

Mencoba percaya kembali.

Penulis: icher
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Oke, semua udah beres. Kamu tinggal pencet ini kalau mau tau dimana suami kamu berada. Misalkan seperti sekarang ini, coba kita liat dia dimana..." Ferdi menjelaskan padaku.

"Nah ini, kamu tau ini dia dimana? Kantornya kali ya," Ferdi menyodorkan ponsel itu kembali padaku.

"Iya, ini di kantor." jawabku saat melihat nama Perusahaan tempat Mas Heru tertulis di sana.

"Sip, berarti semua udah berfungsi dengan baik."

"Makasih ya, Fer. Tolong kirim nomor rekening, aku mau transfer pembayaran untuk semua ini,"

"Santai ajalah, Win. Besok-besok juga bisa."

"Tapi, aku nggak enak. Aku udah terima barang dan jasa dari kamu, tapi malah belum bayar sepersen pun."

"Ya elah, santai aja. Kayak yang mau pergi jauh nggak balik-balik aja sih?"

"Bukan gitu, aku udah selesai pakai jasa kamu. Seterusnya biar aku yang ngelakuin sendiri. Jadi, ya aku harus bayar dong jasa kamu."

"Kamu bayarnya nanti aja, saat semuanya benar-benar udah selesai dan nggak ada kendala apa-apa. Oke?"

"Tapi..."

"Nggak usah tapi-tapi, anggap aja masalah itu udah selesai."

"Aku pasti tetap akan bayar kamu, aku nggak suka ada hutang budi sama orang lain!"

"Ya sudah, kalau kamu terus memaksa. Kamu bisa bayar pas aku udah minta bayaran. Gimana?"

"Oke, aku setuju."

Perdebatan aku dan Ferdi pun berakhir dengan sebuah kesepakatan itu. Meski aku sendiri kurang yakin, Ferdi akan benar-benar meminta bayarannya. Karena Ferdi bertanya tentang kegiatanku setelah tamat SMA, kami pun larut dalam obrolan ringan.

Memang sejak dia lulus terlebih dahulu, aku hanya dua kali bertemu dengannya saat kuliah. Itupun karena tidak sengaja, saat menghadiri acara yang sama dari kampus tempat kami menuntut ilmu.

"Btw, udah jam empat sore, kamu nggak pulang?" tanya Ferdi tiba-tiba mengingatkanku.

Duh, betapa malunya aku bercerita di rumah pria asing berjam-jam hanya berdua saja. Sampai dia mengingatkanku pula, aku pasti terlihat seperti wanita yang gampang bergaul dengan sembarang pria saat ini.

"Eh, sorry ya. Bukan aku ngusir, maksud aku kan udah sore, kalau suami kamu pulang duluan apa nanti nggak jadi masalah? Kalau aku mah senang, bisa di temani cewek cantik ngobrol. Hhehe..." lanjut Ferdi merasa tak enak karena melihatku hanya diam tak merespon pertanyaan pertamanya tadi.

"Oh... I-iya... Santai aja, aku ngerti kok. Aku juga nih, jadi ngga enak sama kamu. Keasikan ngobrol jadi lupa waktu!" jawabku yang sudah mengambil posisi berdiri hendak pamit pulang.

"Nggak apa-apa, kapan kamu butuh aku, datang aja ke sini. Atau telpon aku, aku standbye kok buat kamu," 

Ferdi masih saja suka menggombal, sama seperti masih SMA dulu. Mungkin, itu sebabnya dulu aku selalu menolaknya. Karena mulutnya yang manis saat berbicara dengan para gadis, aku takut diperlakukan sama. Padahal saat itu, sejujurnya aku juga menaruh perasaan padanya.

Aku terlalu takut untuk sakit hati, karena melihat pacarku terlalu akrab sana sini dengan perempuan. Apalagi Ferdi yang memang jadi incaran cewek-cewek di sekolah, selain ketua Osis dia juga ketua tim basket.

"Heii... Kok malah melamun sih? Ntar kesambet setan patah hati lo," tegurnya memecah lamunanku.

"Eh, iya.. kalau gitu, aku pamit pulang dulu ya. Terima kasih untuk bantuan kamu hari ini."

"Iya, sama-sama. Terima kasih juga udah nemenin aku ngobrol. Hehe..."

Aku berjalan keluar dari rumah itu, saat aku membuka pintu mobilku, Ferdi memanggilku lagi. Saat aku menoleh dia sudah ada di belakangku.

"Aku lupa ngasih tau, kalau saat suami kamu di rumah, sebaiknya fitur pelacak itu di nonaktifkan. Karena bisa menimbulkan suara. Ntar malah ketauan. Semakin dekat kamu dengan sumber pelacak yang kamu tempel, ponsel kamu akan semakin berisik," ucapnya menjelaskan padaku.

"Untung saja kamu ingat tepat waktu, kalau tidak, sudah kalah sebelum berperang kita." jawabku lalu tertawa renyah.

Aku pulang ke rumah. Saat aku sampai, belum ada mobil Mas Heru di garasi rumah kami. Tentu saja, mana mungkin dia pulang sore seperti ini. Bukankah sekarang dia selalu pulang larut malam? Aku tersenyum miris. Lalu melangkahkan kakiku dengan gontai ke dalam rumah.

Aku menyiapkan makan malam, yang akhir-akhir ini memang selalu aku sendiri yang memakannya. Tak jarang aku memilih untuk delivery order, dari pada capek-capek masak tapi hanya makan sedikit dan sendirian pula. 

Namun, sore ini aku sedang bersemangat untuk memasak. Masih jam tujuh malam, aku sudah selesai membuat kari ayam dan mie goreng seafood.

'Sebaiknya aku mandi dulu, baru setelah itu aku makan malam," ucapku  pada diri sendiri. Aku meninggalkan makanan di atas meja dan kembali masuk ke dalam kamar.

Aku membersihkan diri dari keringat yang menempel seharian dan bau dapur sehabis masak. Setelah mandi, aku memakai dress selutut yang biasa aku kenakan jika di rumah. Aku menyisir rambut, memakai parfum dan mengoles skincare malam pada wajahku yang memang tidak bermasalah apa-apa selama ini.

Kemudian aku kembali menuju ruang makan. Sepertinya, mood-ku sedang bagus hari ini. Saat aku menyendok nasi ke dalam piring, terdengar suara deru mesin mobil Mas Heru memamsuki garasi.

Aku melirik jam dinding, setengah delapan malam. Tumben. Ya, mungkin itulah kata yang tepat untuk Mas Heru malam ini. Tapi, aku sedang malas untuk menyambutnya. Kubiarkan Mas Heru masuk sendiri, sementara aku kembali bersiap untuk makan malam. Karena perutku sudah tak bisa lagi di ajak berkompromi. LAPAR.

"Hai, Sayang." sapa Mas Heru saat memasuki rumah, dan berhenti di meja makan.

"Hai, Mas." jawabku singkat.

"Wah, istri Mas masak enak nih. Mas nggak diajak makan malam bareng nih?"

"Kalau mau makan, ya udah ayok sekalian."

"Kok jawabnya kayak nggak suka gitu?"

"Mas tumben pulangnya cepet?"

"Kamu nggak suka ya, Mas pulang cepat? Mas akan berusaha untuk pulang lebih cepat lagi seperti biasanya."

"Suka kok, Mas. Ya udah, yuk makan. Nih, aku ambilin ya. Mas cuci tangan dulu sana!"

Aku mencoba untuk kembali menata hatiku, lagi pula belum ada bukti yang nyata bahwa Mas Heru berselingkuh. Apalagi sama Mami. Mungkin aku terlalu takut. Tiba-tiba aku merasa takut Mas Heru menjadi benaran selingkuh atau menjauh karena sikapku yang berlebihan dan curiga tanpa alasan padanya.

"Nah, gitu dong. Ini baru Winda, istri Mas yang cantik dan lembut. Mas pikir, kemarin Winda yang Mas kenal udah kabur entah kemana." Mas Heru menyempatkan untuk menghadiahkan sebuah kecupan di keningku sebelum duduk di kursinya.

"Maafin aku ya, Mas. Mungkin, aku terlalu berlebihan." ucapku tulus.

"Iya, Mas ngerti kok. Itu hal yang wajar. Maafin Mas juga ya, udah buat kamu selalu khawatir dan malah berpikir yang nggak-nggak sama Mas." 

"Iya, Mas." 

Akhirnya malam itu kami makan dengan suasana hati yang bahagia. Makan malam yang sudah lama kurindukan. Aku menyesal telah curiga dan sampai memasang pelacak pada ponsel Mas Heru siang ini.

Bab terkait

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Ranisa

    Aku mulai melupakan kejadian hari itu. Karena Mas Heru pun sudah kembali seperti Mas Heru yang aku kenal sejak pertama menikah dulu. Dua minggu berlalu sejak kejadian malam itu, Mas Heru berusaha pulang lebih awal setiap harinya. Akhir pekan kami juga dinner di luar seperti dulu. Mas Heru berhasil membuatku kembali terlena dengan sikap lembutnya.Aku bahkan lupa, bahwa aku pernah menempel chip pelacak di ponsel Mas Heru. Sampai siang ini, Nia menelponku."Beb, kamu dimana?" tanya Nia di ujung telpon."Aku di rumah dong, kenapa emangnya?" aku balik bertanya pada Nia."Aku lagi di klinik, nganterin klien-ku yang tadi pingsan saat pengadilan.""Trus?""Di sini ada suami kamu...""Mas Heru? Ngapain dia di klinik?""Itu dia yang mau aku bilang.. dia sama seorang wanita hamil. Apa mungkin dia punya saudara yang lagi hamil?""Nggak. Mas Heru nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Ya udah, kamu tolong pantau terus ya. Kalau

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Rahasia Ranisa

    Aku memutuskan untuk ke rumah kontrakan yang disewa oleh Ranisa selama ini. Aku yang mencarikan rumah ini untuk Ranisa, dan aku juga pernah beberapa kali mengantarkannya pulang. Saat tiba di sana, rumah itu dalam keadaan kosong dan terkunci dari luar. Aku mengintip dari kaca, rumah itu memang sudah kosong sampai ke dalam. Seperti rumah yang sudah tidak berpenghuni lagi. 'Apa mungkin Ranisa pindah? Kemana dia pindah? Kenapa dia tidak memberitahu padaku?' gumamku dalam hati. Sekitar lima menit aku duduk di teras rumah kontrakan Ranisa itu, sampai akhirnya aku memilih untuk kembali pulang. Aku takut, Mas Heru sudah duluan pulang dari kantor. Saat aku berdiri, ada seorang Ibu-Ibu paruh baya yang menegurku dengan sopan. "Mba lagi nyari Neng Rani, ya?" tanya si Ibu padaku. "Eh, i-iya, Bu. Ibu kenal Ranisa?" tanyaku, setelah lebih dulu menjawab pertanyaan si Ibu. "Ya kenal atuh, Mba. Neng Rani kan lama tinggal di sini. Semua orang di sini juga

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Bibirnya rasa stroberi

    "Selamat malam, Sayang!" sapa Mas Heru padaku saat baru saja memasuki rumah."Selamat malam, Mas. Kok baru pulang?" tanyaku sambil membantunya melepaskan jas."Iya, tadi Mas mendadak harus revisi document yang mau di persentasikan besok," jawabnya dengan muka lelah.Aku tidak tega jika harus memberondonginya dengan pertanyaan lain. Wajahnya terlihat sangat lelah dan lesu sekali."Kamu mandi dulu ya, Mas. Biar aku siapkan makan malam untuk kita.""Makasih, Sayang. Kamu memang istri terbaik yang pernah aku miliki. Aku bahagia sekali memilikimu.""Mas lebay deh, ya udah sana, mandi dulu. Aku mau masak!"Cup...Sebelum pergi ke kamar, Mas Heru mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibirku.Deg...Kenapa rasanya aneh begini? Kenapa bibir Mas Heru memiliki rasa manis? Nggak mungkin kan, Mas Heru memakai pelembab bibir?Sambil membuat nasi goreng kampung yang praktis, aku terus memikirkan hal itu. Tidak bias

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Kecuali pengkhianatan!

    Setelah berbalas pesan dengan Ranisa semalam, aku langsung tidur. Saat aku bangun, masih jam lima subuh. Kulihat wajah Mas Heru yang sangat tenang dalam tidurnya. Entah kapan Mas Heru membuka bajunya, aku tak menyadari. Karena memang Mas Heru terbiasa tidur tanpa memakai baju, hanya menggunakan boxer pendek. Saat aku ingin bergerak, kurasakan tubuhku berat. Seperti ada sesuatu yang menghimpit di bagian pinggangku.Aku melirik ke bawah, tangan kekar berbulu milik Mas Heru ternyata sedang melingkar di pinggangku. Pantas saja aku merasa berat dan susah untuk bergerak. Kuurungkan niat untuk beranjak dari ranjang empukku. Aku kembali menatap wajah Mas Heru. Kali ini, tanganku tak mau diam. Aku menyentuh matanya, hidungnya, lalu bibirnya. Rasanya, baru kemarin aku canggung tidur di sebelah pria tampan nan mempesona ini.Jariku lama terhenti di bibir Mas Heru, mungkin itu membuatnya tidak nyaman. Lalu, Mas Heru membuka matanya. Menatapku dengan tatapan yang tak bisa dijelaska

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Salah grebek

    Sudah dua jam aku mengaktifkan aplikasi pelacak itu, tapi sepertinya saat ini Mas Heru masih stay di Kantor. Titik merah itu sama sekali tidak bergerak. Itu tandanya, Mas Heru tidak kemana-mana. Aku berharap, semoga kecurigaanku ini salah. Sampai jam makan siang, aku melihat bahwa titik merah itu mulai bergerak. Aku menunggu saja di rumah. Tidak ingin terlalu gegabah mengambil langkah. Kubiarkan saja Mas Heru pergi, mungkin dia pergi makan siang bersama para bawahannya. Mas Heru memang terkenal sangat baik dan friendly pada bawahannya. Itu juga yang membuat mereka senang bekerja di bawah pimpinan Mas Heru. Terlebih, Mas Heru sangat ahli mengambil hati para karyawan hanya dengan sesekali mentraktir mereka makan siang bersama. Satu jam berlalu, Mas Heru tidak bergerak dari posisinya tadi. Kucoba perbesar layar, untuk mengetahui posisi pas Mas Heru berada saat ini. 'Cobra Hotel?' ucapku lirih saat mengetahui dimana Mas Heru berada saat ini. Hotel i

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Pengakuan

    Ranisa masih terdiam setelah lepas lima menit. Aku masih menunggu jawaban dari mulutnya. Ranisa terlihat gugup dan salah tingkah. Dia menggaruk kepalanya yang mungkin sama sekali tidak gatal. "Eh... Itu-itu kan... Em...dulu pas Kak Winda dan Mas Heru ngantarin Winda pulang, Rani pernah lihat." akhirnya Ranisa menjawab pertanyaanku itu, dengan kalimat yang cepat dah terburu-buru. "Kapan?" tanyaku lagi. "Udah lama sih, Kak. Oh iya, Kak. Ada Bu Donna, Rani layani dulu ya." pamitnya saat melihat pelanggan VIP masuk ke Butik. Hal ini tentu saja menjadi kesempatan bagus juga bagi Ranisa, untuk lari dari introgasiku tadi. Saat aku dan Mas Heru mengantarnya pulang? Itu sudah lama sekali, mungkin sudah tiga bulan terakhir. Dan ponsel Mas Heru ini, baru dua bulan yang lalu aku belikan. Sebagai kado pernikahan dariku. Saat itu Mas Heru membelikanku kalung emas putih berbandul inisial namanya. Aku memperhatikan gerak gerik Ranisa dari kejauhan, ping

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Tidak punya perasaan

    Aku membuka mata perlahan, dan kupandangi sekelilingku. Sepertinya aku berada di sebuah kamar Rumah Sakit. Karena, bau obat-obatan dan alkohol pembersih luka tercium sangat menyengat di indera penciumanku. "Ke-kenapa kalian ada di sini?" tanyaku, saat melihat Mas Heru dan Ranisa berdiri berdampingan di samping kasur pasien yang kutempati. "Sayang.. aku akan menjagamu, tentu saja aku di sini," jawab Mas Heru sambil berusaha memegang tanganku, tapi langsung saja kutepis. "Jangan memanggilku dengan sebutan sayang lagi!" titahku mengalihkan pandangan dari mereka. "Sayang, tolonglah..." "Dan, kamu bilang akan menjagaku? Jangankan menjagaku, menjaga kesetiaan dan kejujuran saja kamu tak mampu, Mas!" bisikku dan tak terasa mataku sudah menumpahkan butiran hangatnya di sudut pipi. "Kak, jangan salahkan Mas Heru terus. Kami juga nggak ingin ini terjadi," Ranisa yang sejak tadi diam, ikut bicara. "Kamu.. nggak usah ikut campur, ini urusa

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Semua berakhir, Mas!

    Pagi-pagi sekali aku sudah selesai berkemas dan segera memanggil perawat untuk datang ke ruanganku. Aku tak ingin, bertemu dengan Mas Heru hari ini. Luka itu akan kembali berdarah jika aku bertemu dan berbicara dengannya saat ini. Jadi, aku putuskan keluar dari Rumah Sakit sebelum dia datang mengunjungiku. Siapa tau, nanti dia datang bersama istri simpanannya itu. Aku sudah berusaha keras agar tidak melontarkan kata-kata kasar pada Ranisa. Mengingat ia tengah hamil saat ini. "Bu, kenapa Anda ingin keluar sepagi ini?" tanya Perawat itu saat memeriksa tensi dan suhu tubuhku. "Aku sudah merasa baikan, Sus." jawabku singkat. "Baiklah, Ibu bisa menyelesaikan administrasi dulu sebelum pergi. Aku akan kembali dengan membawa rinciannya," "Tidak perlu. Aku akan langsung membayarnya di bagian administrasi saja. Agar tidak bolak balik!" "Baiklah, Bu. Mari, saya antar." "Terima kasih, Suster." Perawat muda i

Bab terbaru

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Ucapan Terima Kasih

    Terima ksih tak terhingga aku ucapkan pada semua pembaca setia karya-karyaku di Good Novel. Baik itu yang membaca dengan koin gratis dan harus sedikit berjuang + bersabar agar bisa membaca kelanjutan bab nya, maupun yang bela-belain top up koin demi bisa buka bab bergembok. Selama ini aku selalu mengatakan terima kasih untuk pembaca royalku, itu bukan sekedar untuk pembaca yang buka bab dengan koin hasil top up. Tapi kata-kata itu juga aku tujukan pada pembaca pejuang koin gratis dan untuk semua yang sudah royal meluangkan waktunya untuk membaca hasil ketikan jari jemariku ini. Aku mohon jangan ada lagi yang salah paham dan berkecil hati. Siapa pun kalian, dimana pun kalian berada, meski hanya buka bab pertama dari novelku saja, aku sudah mencintai kalian. Sayang sekali novel ini sudah harus tamat. Tapi, terus dukung dan baca karyaku yang lainnya, ya. Semoga aku secepatnya bisa menambah daftar karya terkontrakku lagi di Good Novel. Sekali

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Wanita itu kuat

    Pov AuthorWaktu begitu cepat berlalu, dan saat ini di dalam ruangan bersalin Winda sedang berjuang untuk melahirkan anak keduanya. Winda baru masuk sekitar 15 menit yang lalu. Kondisi saat ini jauh berbeda dengan saat ia melahirkan anak pertamanya dulu. Anak kedua ini lebih di permudah prosesnya. Winda ditemani oleh Hanan di dalam ruangan. Sementara itu, di luar sudah menunggu Mami Mery, Diana, Cantika, Jason, Nia, dan juga Ferdi. Anak mereka titipkan pada orang tua Ferdi."Oma, apa Bunda baik-baik aja?" tanya Cantika sambil memeluk Mami Mery."Iya, Sayang. Bunda baik-baik aja kok di dalam. Itu Bundanya kan sedang berjuang ngelahirin dedek bayi. Kita berdoa sama-sama, ya. Semoga Bunda dan dedek bayi sehat dan selamat," jawab Mami Mery sambil menciumi putri semata wayangnya. "Oma dan Om Jason kok ga punya adek bayi kayak Bunda? Itu, Tante Nia sama Om Ferdi juga mau punya bayi lagi." Cantika yang lucu dan menggemaskan berkata dengan polosnya."Sayang, Oma udah tua

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Kaulah yang terbaik untukku!

    Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk Mas Hanan dan Cantika. Hanya menu sederhana saja hari ini yang bisa aku buat, karena ternyata stok di kulkas tidak mencukupi lagi untuk membuat bubur ayam favorite Mas Hanan dan Cantika. Jadilah pagi ini aku hanya membuat nasi goreng spesial ala-ala cheff rumahan. Di rumahku sudah ada seorang asisten rumah tangga yang mulai bekerja seminggu yang lalu. Dia adalah ibu-ibu yang aku temui sedang mendorong gerobak menjajakan pisang yang ternyata juga punya orang lain. Hanya demi bisa membeli beras hari itu, ia rela berpanas-panasan berkeliling menjualkan pisang milik tetangganya. Menurut ibu itu, jika laki 1 sisir, maka ia akan mendapat 5 ribu rupiah sebagai untungnya. Sementara sejak pagi, baru laku 2 sisir. Untuk membeli sekilo beras saja belum cukup. Apalagi membeli telor sebagai lauknya makan. Di rumah ada dua orang anaknya yang sedang menunggu dengan perut lapar karena sudah sejak semalam belum makan nasi. Ha

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Tak ingin terulang lagi

    Setelah petugas keamanan komplek datang, wanita itu segera dibawa bersama dengan seorang Dokter wanita. Mungkin karena tadi Mas Hanan mengatakan ia sedang dalam keadaan hamil besar, jadi untuk berjaga-jaga mereka juga membawa seorang Dokter. Dan ternyata itu juga sangat membantu. Wanita itu mengamuk awalnya karena bersikeras tak ingin pergi dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya yang benama Jaka itu.Jalan terakhir yang dipilih Dokter adalah memberikannya suntik penenang. Dan setelah menunggu selama lima menit, akhirnya dia benar-benar tenang dan akhirnya tertidur. Mereka semua membawa wanita itu untuk ditangani oleh ahli kejiwaan dan akan mencari tau tentang informasi keluarganya.Sampai saat aku dan Mas Hanan sudah berada di dalam kamar, kami masih saja heran dengan bagaimana wanita itu bisa masuk ke rumah kami dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya.Aku bahkan sempat membaca secarik kertas yang dia lemparkan pada Mas Hanan saat baru datang itu. Itu adalah surat d

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Perempuan gila.

    Aku sangat terkejut dengan kedatangan wanita hamil yang tiba-tiba saja marah dengan melempar kertas pada suamiku itu. Entah apa maksudnya. Mas Hanan juga terlihat sangat heran. Kemudian dia berjalan lebih dekat pada Mas Hanan. Seketika itu juga, wanita hamil itu menghambur ke dalam pelukan suamiku. Dia memeluk Mas Hanan dengan sangat erat.Mas Hanan tampak semakin bingung dan berusaha menjauhkan wanita itu dari tubuhnya. Tapi, pelukannya terlihat semakin erat. Aku yakin Mas Hanan sangat takut berbuat kasar karena kondisi wanita itu yang sedang hamil besar."Mas, tega sekali kamu ninggalin aku demi perempuan ini? Apa kurangnya aku, Mas? Lihat ini, Mas. Aku juga bisa hamil, Mas. Aku bisa seperti dia. Tinggalin dia, Mas. Kembali padaku. Ini anak kita. Dia akan segera lahir ke dunia ini, Mas," ucap wanita itu dengan isak tangis yang tak bisa ia tahan.Sementara aku? Aku yang tadinya sudah berdiri, lantas kembali terduduk di atas kursi yang untungnya sangat lembut itu. Tubuh

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Siapa wanita itu?

    Kebahagiaan yang Tuhan berikan seakan tak pernah ada habisnya. Kehamilan keduaku yang awalnya membuatku agak susah makan dan beraktifitas karena mabuk berat, ternyata hanya berlaku 2 bulan saja. Setelah kehamilan memasuki 7 bulan, semua orang sudah sangat tidak sabar menantikannya lahir. Terlebih lagi, saat aku memberitahukan hasil USG tentang bayi yang ada dalam kandunganku ini berjenis kelamin laki-laki. Itulah yang membuat semua orang sangat senang dan tidak sabar menantikan kehadirannya. Malam ini, di rumahku sedang diadakan acara do'a tujuh bulanan. Sangat banyak tamu yang datang. Hampir semua orang yang aku undang, menampakkan batang hidungnya malam ini di kediamanku yang sudah semakin besar karena Mas Hanan bersikeras merenovasinya beberapa bulan yang lalu. "Selamat ya, Win," ucap Nia, sahabatku yang paling aku sayangi dan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. "Makasih ya, Beb. Kamu juga, bentar lagi mau nujuh bulanan kan?" jawabku dan kami saling berpe

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Banyak Cinta

    Saat aku membayar semua belanjaanku di toko roti itu, aku masih dapat mendengar pertengkaran hebat antara Ranisa dan seorang wanita yang mengaku suaminya telah diambil oleh Ranisa itu. Kerumunan yang ada di sana terlihat semakin ramai dan tidak sedikit di antara mereka yang menghadapkan kamera ponselnya ke arah dua wanita yang sedang bersiteru itu. Sungguh pemandangan yang sangat memalukan untuk ditonton. Setelah selesai, aku mengajak Cantika untuk kembali masuk ke dalam mobil. Aku sudah tak ingin tau lagi dengan semua yang menimpanya. Meski dalam hati kecilku merasa iba, karena aku sempat melihat Ranisa sedang diamuk oleh wanita itu. Rambutnya ditarik dan wajahnya ditampar berkali-kali. Mirisnya, di samping Ranisa sedang berdiri seorang anak laki-laki yang aku tau itu adalah anak Ranisa. Entah bagaimana perasaan anak itu saat melihat ibunya dimaki dan dihina, diperlakukan seperti itu di depan umum. Mungkin sekarang ia belum mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Dilabrak.

    Sudah tiga bulan sejak meninggalnya Mas Heru. Dan aku memang menuruti semua saran Nia. Berusaha tidak peduli lagi pada masa lalu dan memikirkannya. Aku sama sekali berhasil melupakan segalanya dengan sangat mudah. Ternyata, semua itu berasal dari niat dalam hati kita sendiri. Jika kita benar-benar ingin melupakannya, maka lakukan lah dengan sangat elegan. Tidak perlu berusaha sekuat tenaga untuk membencinya. Hari ini aku sengaja pergi ke butik karena memang sudah lama aku tidak berkunjung langsung ke sana. Diana mengurus semuanya dengan sangat baik. Dari bagi hasil yang aku berikan pada Diana, dia sudah mampu membeli rumah dan mobil pribadi. Meski tidak yang terlalu mewah. Tapi, itu cukup berharga karena dibeli dari hasil kerja kerasnya. Diana juga berhasil memasarkan produk butikku ke luar negri. Sejak saat itulah, butik selalu banjir orderan. Diana memang sangat menguasi ilmu marketing yang bagus dan mampu memikat calon pembeli dengan sangat baik. "Bunda, nant

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Kepergiannya.

    Pov Winda Tidak ada yang bisa aku lakukan di rumah saat hari kerja seperti ini. Cantika sudah selesai aku bantu mandi dan makan. Kami juga sudah bercengkrama dan saling bertukar pikiran tentang liburan akhir bulan yang sudah direncanakan oleh Mas Hanan kemarin. Rumah dan segalanya sudah beres dan rapi. Aku merasa sedikit bosan sebenarnya. Pernah aku berniat untuk kembali mengurus butik, tapi tak tega jika setiap hari harus membawa atau meninggalkan Cantika. Keduanya sama-sama tidak akan baik untuk tumbuh kembangnya. Lagi pula, Mas Hanan tidak memberikanku izin karena saat ini kami berencana untuk menambah momongan lagi. Aku sudah tidak memakai KB lagi dalam dua bulan terakhir. Namun, sepertinya masih belum beruntung untuk bulan ini. Dengan malas, aku menggeser-geser beranda media sosialku di ponsel. Banyak sekali orang yang memberikam tag pada akunku saat ini. Aku merasa heran, tumben sekali teman-temanku menandaiku pada sebuah berita yang berjudul 'Ditemuk

DMCA.com Protection Status