Home / Romansa / Gara-gara Talak Tiga / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Gara-gara Talak Tiga: Chapter 51 - Chapter 60

140 Chapters

Bab 51

Sepertinya, Amar tidak mempercayaiku. Buktinya dia terus memandangiku dan tatapan penuh selidik. Karena risih, aku pun bertanya padanya. "Pak..." ucapku terpotong. "Dia suami saya, Amar!" Sintia merangkul manja Amar. Namun, Amar terlihat kaku dan enggan membalas perlakuan istrinya. "Pasangan yang serasi!" Aku mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah mataku. "Oya, Pak Amar bekerja di mana?" lanjutku. "Dia Dokter, dan hari ini kami memintanya untuk libur. 'Kan, kedatangan tamu spesial!" jawabnya dengan gaya manja. Duh, aku benar-benar mual melihat tingkah mereka. Namun, demi mengambil usaha-usaha yang kurintis sejak dulu, dan demi mengambil hakku yang mereka gunakan dengan seenaknya, maka aku harus bersabar. Meskipun, usaha-usaha itu tidak sebanding dengan apa yang kupunya saat ini, tetap saja usaha itu mempunya kelebihan tersendiri, menurutku. "Ayo kita makan, dulu!" ajak ibu mantan mertuaku. Sintia menarikku, bagaikan seorang sahabat. Benar-benar perlakuan yang beda saat
Read more

Bab 52

Kepulanganku dari rumah mantan keluarga, membuat tekadku berubah dengan cepat. Melihat keserakahan yang sangat nampak dari mereka. "Apa yang hendak kamu ambil dulu?" tanya Mas Kelvin serius. "Rumah atas namaku. Surat-suratnya masih lengkap di Tante Rebecca." "Nanti aku yang urus! Untuk mempermudahnya, anggap kamu jual denganku." "Apapun yang kamu lakukan, pasti yang terbaik, Mas." balasku. **** Setelah kejadian di rumah Mas Aditya yang heboh. Mas Aditya terus mencoba menghubungiku, tentu saja hal itu mengganggu konsentrasiku saat mendisain baju pesanan. "Nis, tolong kamu yang pegang ponselku ini." Kuulurkan ponsel pada Anis dan diterima tanpa bertanya. "Klien atas nama Bu Veronica ingin bertemu, Mbak." Lapor Anis. "Tentukan saja hari dan jam berapa!" Jawabku. Sepertinya, berkumpul dan di puji oleh keluarga Mas Aditya membuatku menjadi tidak nyaman selama berhari-hari, ditambah teror Mas Aditya yang ingin bertemu denganku. Untuk menghindarinya, aku bekerja dari rumah.
Read more

Bab 53

"Sekarang, kita ke butik." Anis mengekor di belakangku. *** Butikku sudah penuh penonton yang kepo dengan masalah, orang lain. Sebelum aku sampai ke butik, aku singgah ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian perusakan dan lain-lainnya. "Permisi ... Permisi," ujarku membelah kerumunan penonton. "Nah, ini dia pelakor murahan. Wanita sok suci, tapi perebut suami orang!" Tentu saja aku tertawa mendengarnya. "Hallo Novalia Asmarani! Kamu tau pribahasa jawa, satu jari jempol menunjuk ke orang lain, empat jari menunjuk ke arah sendiri." Dengan santai aku menjawab. Nova berlari ke arahku dan mengambil vas bunga yang berdiri cantik di meja, tepat di samping tempatku berdiri. Prang! Vas itu mengenai kepalaku, pas sekali dengan kedatangan beberapa polisi. Nova langsung di tangkap tanpa perlawanan, karena bukti sudah ada di depan mata para polisi yang datang. Untung saja, hanya luka gores di dahiku saja. "Satu orang sudah kena batunya!" ujarku. Ketika aku ingin membersihka
Read more

Bab 54

"Mungkin hanya perasaan bapak saja. Oh, ya, ada perlu apa bapak ingin bertemu saya?" tanyaku untuk mengalihkan perhatiannya. "Begini, Mbak. Saya belum bisa membayar utang saya. Karena kemarin ada sedikit masalah di keluarga saya, pakah saya bisa dapat keringanan?" Ada seulas senyum yang tidak kuperlihatkan padanya. "Maaf, Pak. Perjanjian kita, hitam di atas putih. Di dalamnya sudah jelas isinya, dan Pak Aditya sudah menyetujui setelah membacanya. Ini tercatat secara hukum, apa perlu saya mengingatkan lagi?" Aku menolak permohonannya dengan perlahan. "Dan ini sudah mundur seminggu dari perjanjian!" Imbuhku. Mas Aditya, terlihat murung. Aku tahu, dia sedang mencari ide yang lainnya agar aku bisa memenuhi keinginannya. "Bisakah saya meminjam uang lagi?" tanyanya yang membuatku ingin tertawa. "Maaf, Pak. Ini saja belum bapak bayar dan entah kapan bapak bisa membayarnya." balas ku, tanpa berpikir panjang. "Mbak, kasian anak dan istri saya, mereka akan tinggal di mana? Bisnis say
Read more

Bab 55

"Dia wanita yang kamu nikahi, tapi kamu sia-siakan! Bahkan di saat hidup dan matinya, kamu malah tertawa bahagia dan kamu tidak peduli bagaimana nasib anak kandung kamu! Apakah kamu yakin, anak yang ada ditengah-tengah kamu adalah anak kandung kamu? Apa masih ada yang belum saya ucapkan! Oya, dengan hutang yang kamu miliki, maka semua aset yang ada di tangan kamu sudah di pastikan akan menghilang. Jika kamu melawan dan berbuat nekat lagi, kita akan berhadapan dengan hukum. Oh, ya, bicara mengenai hukum, kalian akan mempertanggung jawabkan soal kecelakaan yang mengakibatkan cacat fisik dan psikis dari Gladis dan Kelvin, bukti kami sudah lengkap setelah tiga tahun mencarinya." Panjang lebar Reinaldi berkata dan itu membuatku geram. Padahal ini bukan saatnya. Aku menginjak sepatu Reinaldi dengan keras, agar lelaki ini tidak salah dalam berbicara. Tapi, Reinaldi malah memberikan senyum yang terlihat di paksakan. Ekspresi Mas Aditya di luar dugaanku, dia terlihat tenang. Namun, seketika
Read more

Bab 56

Melihat mereka berdua sudah bernapas dengan tidak beratur, aku pun berteriak. "Hei! Hentikan!" "Diam kamu!" Suara Mas Aditya meninggi, membentakku. "Ck, kamu tidak berubah, ya, Mas! Kehancuran sudah di depan mata, bukannya bertobat malah menjadi!" ejekku. Mas Aditya menyipitkan matanya, membulatkan bibirnya. Lalu, berjalan mendekatiku. Raut wajahnya berubah, memelas dan penuh penyesalan. "Dis, maafkan aku. Mari kita rujuk," ujarnya yang membuatku ingin tertawa. "Kamu lupa? Telah mentalakku tiga kali?!" ucapku dari terkesan sinis. Tubuh Mas Aditya luruh dan dia menangis. "Maaf, Dis. Maaf!" ujarnya lirih. "Air mata buayamu, tidak akan mempan untukku. Lebih baik kamu persiapkan diri untuk menghadapi masalah yang kamu sebabkan sejak kita menikah! Jangan lupa, kembalikan hakku dan anakku!" Dengan santai aku berbicara, kemudian hendak berlalu. "Aaakh!" teriakan seseorang menghentikan langkahku. Tubuh seseorang tergeletak dan di bagian perutnya mengeluarkan banyak darah. A
Read more

Bab 57

Mobil melaju dengan cepat, dan tiba di rumah sakit. Para perawat dan suster bekerja dengan cepat untuk menangani, Mas Kelvin yang mulai tidak berdaya. Aku, Anis dan Aldi menunggu di luar ruangan, dengan harap-harap cemas. Menunggu bagaimana kabarnya. Tidak lama, mama, papa dan Tante Ecca datang bersama Mutiara. Aku langsung memeluk gadis kecil itu yang terus menanyakan Mas Kelvin. Aku hanya bisa mendekapnya erat dan menciuminya berkali-kali, karena tidak ada penolakan darinya. "Bagaimana keadaanya, Rei?" tanya Tante Ecca ketika lelaki yang tadi datang ke butikku, keluar dari ruangan ICU. "Hmm, itu Tan ...." ucapnya bingung. Kami menatap lelaki itu penuh harap, agar Mas Kelvin bisa selamat. "Kita ngobrol di ruanganku saja, Tan." Reinaldi mengajak Tante Ecca. "Kenapa kami tidak boleh ikut mendengar?" tanyaku kesal. "Karena ini masalah keluarga dan kamu belum masuk keluarga inti!" ucapnya tegas membuatku terdiam. Benar, siapa aku. Aku bukan siapa-siapa mereka, aku hanya
Read more

Bab 58

"Dari mana perempuan itu bisa tau kita ada di sini?!" ucapku kesal. "Pasti dari polisi, tadi Mirna bertanya kita di rumah sakit mana. Dia sedang diinterogasi," balas Anis. Benar juga, karena tadi kami berpapasan dengan mereka. Ada rasa kasihan, jika mereka semua masuk penjara. Akan tetapi, mereka terlalu banyak kesalahan, bahkan rela menipu untuk mendapatkan harta dan hidup bermewah-mewah. "Nak, kamu lebih baik istirahat dulu," ujar mama dan di aminkan oleh papa juga Anis. Sedangkan Aldi di panggil security untuk menindaklanjuti, keributan tadi. Aku memilih, ikut bersama Papa dan Mama pulang ke rumah. Aku kasian pada Mutiara yang baru saja di perbolehkan ikut bersama Mas Kelvin. Mungkin, tadi Mas Kelvin ingin memberiku kejutan dengan membawa Mutiara. Namun, sayang. Bertepatan dengan kekacauan yang sedang terjadi karena Mas Aditya, tepatnya karena Reinaldi yang asal membongkar siapa aku. Tanpa bertanya terlebih dulu, menciptakan kekacauan yang tidak terduga. *** Mutiara sud
Read more

Bab 59

"Kamu sejak dulu iri dengan kami. Tapi, kamu tidak mau di ajak bersusah payah. Setelah usaha itu jadi, kamu merasa kami abaikan! Padahal, kamu sendiri yang menolak ide-ideku dan teman-teman yang lainnya. Sekarang, aku harus kembalikan usaha-usaha itu ke mereka. Agar aku tidak memiliki hutang!" "Semoga kamu sudah cukup menikmati apa yang bukan menjadi hal kamu, dan semoga kamu jera setelah ini. Perbaiki hidupmu, jangan bergantung pada harta orang lain. Takutnya, nanti kamu yang akan terjerumus!" Nova hanya diam, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. "Bu Zea, waktu besuk hampir habis!" Penjaga mengingatkanku. "Aku tidak membencimu, Nov. Tapi, aku membenci sifat kamu yang selalu serakah dan tidak mau susah. Kamu selalu ingin yang instan tanpa perduli orang lain akan terluka atau tidak! Ini, pertama dan terakhir kalinya aku menemuimu. Aku berharap, kamu bisa memberikan makanan dan kehidupan yang baik untuk anak-anak kamu dan terima kasih telah merebut Mas Aditya, sehingga
Read more

Bab 60

"Tadi, Ecca menelepon. Katanya, ada pesan terakhir untuk kamu!" Ucapan Mama membuatku, terkejut. Ada apa dengan Mas Kelvin! Aku buru-buru ke rumah sakit, agar bisa mengetahui ada apa sebenarnya. "Sus, Pasien atas nama Kelvin, apa sudah dipindahkan?" tanyaku ketika mencari Mas Kelvin di ruangan ICU tidak ada. "Sepertinya di rujuk ke luar negeri, atas permintaan keluarganya. Dengan Ibu Gladis?" tanyanya. "Iya," jawabku, kemudian suster mengatakan jika aku harus menemui dokter Reinaldi. Dengan harap-harap cemas, aku mendatangi ruangan Reinaldi. Ingin sekali bertanya, sebenarnya apa yang terjadi. "Sus, saya mau bertemu dokter Reinaldi," ujarku pada suster yang jaga di depan ruangannya. "Ibu sudah daftar, ditunggu saja!" jawabannya membuatku kesal. Sungguh, aku lupa jika lelaki itu pernah meneleponku. Kucari nomornya yang belum kusimpan, di daftar panggilan keluar. Lalu meneleponnya, "Halo, aku lagi nunggu di depan ruangan praktek ka...." Panggilanku di putus secara sepiha
Read more
PREV
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status