"Iya, Mbak. Mbak Zea sudah dalam perjalanan ke sini, kan? Nanti akan saya utarakan apa tujuan saya menunggu, Mbak Zea." "Maaf, Pak. Tapi, saya sudah jalan ke arah Jakarta, karena ada pekerjaan mendadak dan calon saya yang menjemput saya. Kalau boleh tau, ada hal penting apa, sehingga bapak mau menunggu saya?" "Ibu saya ingin bertemu dengan Mbak Zea. Apakah Mbak Zea ada waktu?" Kutarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. "Oh, begitu. Nanti saya jadwalkan, ya, Pak. Sekarang, bapak bisa pulang dengan tenang!" "Iya, Mbak. Tapi, hati saya belum tenang, karena kehilangan senyum, Mbak Zea yang sangat menawan." "Maaf, Pak. Saya tidak dengar, suaranya terputus-putus. Halo, pak. Pak Aditya, bapak masih di sana?" Panggilan langsung kuputuskan sepihak dan membuatku mencebik kesal, tanpa memperdulikan Mas Kelvin yang ada di sampingku. Begitu juga, Mas Kelvin dia sepertinya tidak perduli dengan kekesalanku. "Nis, lelaki brengsek itu mau mengajakku ke rumahnya dan bertemu ib
Baca selengkapnya