Dengan lancar Mas Aditya menceritakan tentang bisnisnya yang hampir bangkrut, sebenarnya bukan bisnisnya, tapi usaha yang kurintis sejak masa kuliah. Aku terus berpura-pura kagum dengan usahanya yang dia jalankan dengan susah payah, padahal aku sudah tau kebusukan keluarganya. "Baik. Anda butuh modal berapa? Dan apa jaminannya jika anda ingkar?" tanyaku serius. "500 juta, jika dalam waktu tiga bulan, uang yang saya pinjam tidak menghasilkan, silahkan ambil tiga depot air isi ulang milik saya sebagai fee." Ingin rasanya aku tertawa mendengar penawarannya. "Apa bapak yakin, mau terjun ke dunia bisnis? Apa bapak punya basic dan pengalaman? Jangan sampai malah jadi bumerang untuk diri sendiri." Aku memastikan, karena aku tau dia bagaimana. Dengan pongah, Mas Aditya berkata dia sangat yakin dengan bisnisnya dan aku menyetujui syaratnya. "Baik, dalam waktu tiga bulan jika saya tidak mendapatkan fee dari bisnis bapak, maka bapak harus mengembalikan uang saya plus tiga depot air isi
Tidak terlalu lama, chat darinya masuk dan mengatakan, jika Mas Kelvin marah besar padanya. Mas Kelvin mengancam akan memecatnya. Aku hanya bisa tersenyum ketika membacanya. "Tenang, aja! Mas Kelvin nanti kurayu!" Aku membalas pesan dari Rima. *** Dua jam perjalanan sudah membuatku merasa kecapekan, di tambah dengan waktu untuk koordinasi oleh para pekerja restoran yang baru kurintis. Selesai memberi arahan dan rencana yang aku inginkan, aku meninggalkan mereka dengan berbagai bingkisan snack ringan. "Bu, boleh saya minta satu lagi untuk anak saya?" ujar salah satu pekerja. Hatiku terenyuh mendengarnya, kuberikan lagi dia beberapa bungkus snack. Sebenarnya, masih tersisa banyak sekali snack di luar, tapi aku lupa jika aku tidak punya orang yang membantuku saat ini. "Yang ingin bawa snack untuk anaknya, silahkan ambil di depan," teriakku. Mereka langsung mendekati tempat yang aku tunjuk, raut wajah yang sangat gembira terpancar dari para pekerja itu, membuat hati rasanya, nye
Perlahan kutelusuri siapa yang awal mulanya menyebarkan gosip yang tidak mengenakan sehingga aku jadi bahan bully-an. Di mana, sebagiannya adalah kolegaku yang merasa kasih pada si wanita yang teraniaya. Padahal, aku benar-benar tidak tau apa yang sedang terjadi. "Siapa dia!" gumamku. Ketika melihat satu status yang me-mention namaku di dalam tulisannya, yang berisi jika aku sedang berselingkuh dengan suaminya. Wanita itu juga bercerita, jika dia sedang hamil dan harus melakukan ini demi buah hatinya. "Brengsek! Siapa sih dia?!" makiku tanpa sadar. Selama perjalanan, aku mencari tahu siapa wanita yang me-mentionku tanpa croscek kebenarannya terlebih dulu. "Nova! Dasar wanita brengsek! Dia yang merebut Mas Aditya, dia yang playing victim!" Lagi-lagi, aku di buat emosi. Setelah mengetahui siapa dalang di balik semua ini. "Nis, perang sepertinya harus di percepat!" ujarku melalui sambungan telepon. Anis menanyakan kenapa aku mendadak memajukan rencanaku dengan kesal kukirimka
"Hmmm, bagus." "Kamu marah, Mas?" tanyaku penasaran karena dia hanya mengeluarkan kata-kata seperlunya saja. "Siapa yang membuat kamu jadi bahan gosip dan membuat kamu viral!" Aku menatapnya, entah dari mana dia tau, jika aku sedang jadi bahan gosip. "Siapa lagi kalau bukan wanita ular itu!" terangku. "Nova?!" tanyanya geram. Aku mengangguk. "Kenapa tidak kita buat menderita secara langsung saja!" Terlihat amarah di wajahnya. "Mas, kita buat mereka menyadari kesalahan yang telah mereka lakukan. Jika langsung kita buat mereka menderita, mereka tidak akan tahu rasanya sakit hati dari derita yang di akibatkan oleh mereka!" Mas Kelvin mendengkus kesal, dia mengira jika aku masih ingin bersama dengan Mas Aditya dan ingin meninggalkan dia. Aku terkadang heran dengan lelaki di depanku ini, begitu banyak yang menawarkan diri padanya, akan tetapi dia tolak. Bukan hanya sekedar cantik, mereka pun memiliki kekayaan yang sama dengannya. Bahkan banyak pula yang memiliki attitude yang
"Iya, Mbak. Mbak Zea sudah dalam perjalanan ke sini, kan? Nanti akan saya utarakan apa tujuan saya menunggu, Mbak Zea." "Maaf, Pak. Tapi, saya sudah jalan ke arah Jakarta, karena ada pekerjaan mendadak dan calon saya yang menjemput saya. Kalau boleh tau, ada hal penting apa, sehingga bapak mau menunggu saya?" "Ibu saya ingin bertemu dengan Mbak Zea. Apakah Mbak Zea ada waktu?" Kutarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. "Oh, begitu. Nanti saya jadwalkan, ya, Pak. Sekarang, bapak bisa pulang dengan tenang!" "Iya, Mbak. Tapi, hati saya belum tenang, karena kehilangan senyum, Mbak Zea yang sangat menawan." "Maaf, Pak. Saya tidak dengar, suaranya terputus-putus. Halo, pak. Pak Aditya, bapak masih di sana?" Panggilan langsung kuputuskan sepihak dan membuatku mencebik kesal, tanpa memperdulikan Mas Kelvin yang ada di sampingku. Begitu juga, Mas Kelvin dia sepertinya tidak perduli dengan kekesalanku. "Nis, lelaki brengsek itu mau mengajakku ke rumahnya dan bertemu ib
"Mas, rencana balas dendamku sudah dekat dan sudah mulai kujalankan." Mas Kelvin menggenggam tanganku dan mengecupnya berkali-kali. Tidak lupa, dengan ucapan i love you berulang-ulang. Aku geli melihatnya. "Aku takut kalau kamu bersikap seperti, tadi!" keluhku. Mas Kelvin mendekatkan kepalanya di perutku, membuatku membeku. "Aku ingin menjadi ayah, dan merasakan kesal saat kamu hamil dan nyidam." Matanya berbinar penuh dengan kebahagiaan saat mengucapkan itu. "Kamu juga harus ingat, Mutiara anakku juga!" "Aku tahu itu, dan dia adalah anak pertama kita. Aku ingin secepatnya menikah denganmu, dan memberikan adik untuk putri kita. Seminggu lagi, Matahari sudah bisa tinggal dengan kita." ucapnya membuatku sedih. "Mas!" Kuhentikan ucapanku. "Hentikan, balas dendammu dan bahagialah denganku." Tulusnya ucapan Mas Kelvin. "Tidak bisa, Mas. Besok aku akan bertemu dengan mantan mertuaku, yang sangat memuja uang. Aku akan mengambil haknya Mutiara." "Apakah kurang uang yang kamu
Mas Kelvin, sebenarnya tidak rela membiarkan diriku menemui Mas Aditya. Dia takut aku akan terpesona oleh kelihaian dan rayuan Mas Aditya. "Mbak Zea, melamun?" Mas Aditya membuatku terkejut. "Eh, enggak. Saya hanya bisa sebentar saja berkunjung ke rumah Pak Aditya, pekerjaan saya cukup banyak bulan ini." Mataku terbelalak ketika dia berdiri di depan mobilnya. "Baiklah, ayo." Mas Aditya mengajakku masuk ke dalam mobilnya. 'Woow, mobil keluaran baru! Seberapa banyak uang yang kamu hasilkan dari usaha-usaha yang kudirikan, Mas!' gumamku. Dengan santai, aku menaikki mobil. Melihat apa yang ada di dalam mobil barunya. "Banyak sekali barang-barangnya, Mas?" "Iya, untuk kebutuhan anakku." "Wah, ternyata Pak Aditya ayah yang sangat baik. Seandainya saya tidak memiliki tunangan dan Pak Aditya tidak memiliki istri, mungkin saya akan jatuh cinta," ucapku dengan menutup mulutku. Senyuman itu menghiasi wajahnya yang tampan dan terlihat sangat natural, padahal senyuman itu penuh dengan
Sepertinya, Amar tidak mempercayaiku. Buktinya dia terus memandangiku dan tatapan penuh selidik. Karena risih, aku pun bertanya padanya. "Pak..." ucapku terpotong. "Dia suami saya, Amar!" Sintia merangkul manja Amar. Namun, Amar terlihat kaku dan enggan membalas perlakuan istrinya. "Pasangan yang serasi!" Aku mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah mataku. "Oya, Pak Amar bekerja di mana?" lanjutku. "Dia Dokter, dan hari ini kami memintanya untuk libur. 'Kan, kedatangan tamu spesial!" jawabnya dengan gaya manja. Duh, aku benar-benar mual melihat tingkah mereka. Namun, demi mengambil usaha-usaha yang kurintis sejak dulu, dan demi mengambil hakku yang mereka gunakan dengan seenaknya, maka aku harus bersabar. Meskipun, usaha-usaha itu tidak sebanding dengan apa yang kupunya saat ini, tetap saja usaha itu mempunya kelebihan tersendiri, menurutku. "Ayo kita makan, dulu!" ajak ibu mantan mertuaku. Sintia menarikku, bagaikan seorang sahabat. Benar-benar perlakuan yang beda saat