Home / Romansa / Terjebak Cinta Tuan Duda / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Terjebak Cinta Tuan Duda: Chapter 61 - Chapter 70

87 Chapters

61. Tiba-Tiba Jadi Tersangka

Pagi-pagi ketika Arnold hendak berangkat ke kantor, tiba-tiba Patmi menghadang di tengah pagar rumahnya hingga mobil pria itu tidak bisa keluar. Dengan sangat marah, Arnold turun dari mobil untuk mengusir paksa Patmi yang telah membuat sesak pemandangan. Saat tiba di depan Patmi, Arnold sangat kaget karena ternyata perempuan tua itu mengeluarkan pisau dari saku jubahnya. Arnold langsung memasang posisi siap siaga sebagai antisipasi kalau mantan mertuanya itu akan menyakitinya. "Apa yang kau lakukan di depan pagar rumahku sambil membawa pisau, Patmi?"Bukannya menjawab, Patmi malah meraih tangan Arnold, kemudian memindahkan pisau tersebut ke tangan pria itu. Di sini Arnold sudah siap menyelamatkan diri jika perempuan tua itu nekat menusuk telapak tangannya sewaktu-waktu. Ketika pisau telah berpindah ke tangan Arnold, Patmi mengukir senyum lebar, kemudian berkata, "Daripada kau memasukkan aku ke penjara, lebih baik kau bunuh aku saja." Suaranya
Read more

62. Kesempatan Besar

Kezia sangat syok ketika mendapat kabar tentang penangkapan Arnold. Dia yang sudah mematuhi ucapan suaminya sepanjang tiga hari untuk tidak keluar rumah sama sekali, akhirnya siang ini tak mampu mempertahankan kepatuhan itu. Dengan diantar sopir rumah, dia bergegas menuju kantor polisi untuk menengok kondisi suaminya. "Apa yang terjadi, Arnold?" tanya Kezia dengan wajah cemas. Satu tangannya menggenggam erat tangan Arnold di atas meja, sementara tangan yang lain mengelus permukaan perut yang semakin hari makin membuncit saja. "Aku juga tidak tahu, Kezia." Arnold menggeleng lemah dengan wajah tertunduk. "Patmi benar-benar perempuan licik. Sampai beberapa menit sebelum kematiannya pun, dia masih sempat menjebakku untuk masuk penjara.""Tolong ceritakan padaku secara rinci. Aku sulit percaya bagaimana kau bisa terjerumus pada permainan Patmi."Di meja kantor polisi itu, Arnold bercerita dengan terang tentang kejadian pagi itu. Di mana Patmi tiba-tiba d
Read more

63. Belum Siap Balas Dendam

Kezia duduk bersama Eva di ruang jenguk. Mereka sedang menunggu polisi memanggilkan Arnold untuk dibawa ke hadapan mereka. "Mengapa wajahmu sangat tidak bersemangat, Sayang?" Eva berbisik pelan sembari menyenggol lengan putrinya. Dengan sangat lemah, Kezia menggeleng. Dia mengelus perutnya berulang-ulang. Hamil besar semakin payah, apalagi ketika suaminya tak bisa lagi menemaninya setiap saat sekarang. "Kau tidak melupakan apa saja yang harus kau katakan pada Arnold nanti, kan?" Eva bertanya memastikan. Matanya menatap penuh selidik. Suaranya masih berbisik sambil sesekali memeriksa pintu untuk memastikan kalau Arnold belum datang. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pria itu muncul diiringi oleh polisi bertubuh tambun di belakangnya. Yang pertama Arnold lihat hanya Kezia. Ia sama sekali tak melirik ke arah Eva seolah mertuanya itu tidak ada. Kezia langsung mengangkat tubuh dari kursinya. Dia maju beberapa saat untuk men
Read more

64. Ide Brilian Eva

"Tentu aku bahagia, Ma." Kezia membenarkan posisi duduknya. Ia menolehkan muka ke arah sang mama yang detik ini sedang duduk di belakang kemudi, bersiap menyalakan mesin mobil. "Tadi aku hanya terlalu terbawa suasana," tambahnya seraya mengukir senyum untuk meyakinkan. Eva manggut-manggut. Dia percaya saja karena yakin kalau anaknya tidak mungkin mengkhianati rencana mereka.Setibanya di rumah, Kezia langsung lari ke kamar Narendra. Dia memakai alasan sangat rindu pada putranya itu hingga tak sabar ingin memeluk. Eva tak menaruh curiga berlebih. Ia langsung pergi ke kamar barunya di rumah ini untuk istirahat. Di kamar bayi bernuansa biru itu, Kezia meminta agar Pilar keluar. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada pembantu yang sudah menolongnya menjaga Narendra selama ditinggal menjenguk Arnold ke penjara tadi. "Sayang...." Kezia berucap lirih sembari mengelus-elus rambut Narendra. Bayi itu sedang bermain bongkar pasang sambil tertawa-tawa
Read more

65. Peretas Akun Perusahaan

Kezia diam beberapa saat ketika mendengar ide yang usai dicetuskan Eva. Kepalanya berkedut-kedut karena berpikir."Bagaimana? Kamu setuju, kan, sama rencana Mama?" tanya Eva dengan suara gemas karena tak kunjung mendapat jawaban dari anaknya. "Tunggu, Ma." Kini Kezia menegakkan punggungnya. Posisi duduknya terlihat serba tak nyaman sebab perut yang membesar. "Apa ide Mama nanti bukannya malah akan membuat nama baikku rusak? Bisa saja Arnold beranggapan aku yang tak becus mengurus perusahaannya.""Bukan begitu, Sayang." Di seberang, Eva bersuara dengan semakin gemas. "Mama tidak mungkin membuat ide yang malah akan menjatuhkanmu. Maka dari itu, sejak awal sudah Mama katakan kalau kamu harus mencari korban. Korban itulah nanti yang akan terkena tuduhan sebagai perusak keuangan perusahaan, kemudian kau ada untuk mempertahankan perusahaan tersebut agar jangan sampai bangkrut. Di sinilah Arnold akan meyakini kalau kau adalah pahlawan yang sesungguhnya."Kezia t
Read more

66. Akhir Pertemuan yang Kaku

Siang yang terik berjalan tak beriringan dengan wajah dua manusia dalam mobil itu. Kilau matahari merekah ganas, mengepakkan seluruh sinar untuk memanggang bumi. Namun, Kezia dan Andrew tinggal dalam air muka yang sama-sama mendung seolah hujan berpetir akan segera meretakkan langit mereka. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Arnold nanti ketika mendengar kabar ini," gumam Kezia yang duduk di jok depan sebelah kiri. Rongga matanya menguarkan kecemasan yang sangat banyak. Dia tak melirik sedikit pun ke arah Andrew yang detik ini tengah berada di sampingnya, memegang kemudi pada mobil Arnold yang mereka tumpangi. Setelah memanggil Gabriel dan kawan-kawan ke ruangannya tadi pagi, Kezia kembali memanggil Andrew. Mereka melewati diskusi panjang mengenai kandidat-kandidat yang mereka pandang untuk menyelesaikan masalah ini. Andrew menyebut beberapa nama yang ia kenal sangat ahli dalam bidang komputer dan kemungkinan bisa mengorek data tentang peretas i
Read more

67. Menjadi Kaya Secara Tiba-Tiba

Tanpa sepengetahuan Kezia, keesokan harinya Andrew datang lagi ke kantor polisi untuk berbicara empat mata saja dengan Arnold. Ada banyak hal yang tersangkut di tenggorokannya dan terus memberontak untuk diluncurkan dalam pertemuan mereka kemarin. Namun, tentu saja Andrew tak kuasa berbicara banyak hal sebab sadar keadaan. "Apa menurutmu istriku ada sangkut pautnya dengan masalah ini?" Arnold langsung meluncurkan pertanyaan tanpa memberi basa-basi sedikit pun. Lembap dan bau lantai penjara sudah cukup sulit membuatnya tidur dalam beberapa hari. Dan tadi malam, ia sama sekali tak bisa tidur sebab memikirkan kabar yang masuk ke telinganya kemarin siang. Harapannya dikabulkan Tuhan karena akhinya hari ini Andrew datang lagi seorang diri. Ia sudah tak tahan ingin bertanya banyak hal pada pria itu terkait perusahaannya selama ia tidak ada. Andrew diam sejenak. Ia menyorot lurus pada wajah Arnold, berusaha menyelam dalam redup matanya. "Kalau menurut saya, Bu Kezia
Read more

68. Kambing Hitam

"Uang Mama sangat banyak sekarang. Jadi, apa salah kalau Mama belanja ini semua?" Eva membalas pertanyaan Kezia dengan wajah protes. Terang saja dia tidak nyaman pada ekspresi muka anaknya yang terlihat tak setuju kalau ia bersenang-senang seperti ini. "Mama!" Kezia amat geram detik ini. Giginya bergemeletuk dan tulang rahangnya mengeras. "Uang yang berhasil kita ambil dari perusahaan Arnold memang tak sedikit, tapi tolong hentikan ini semua.""Memangnya kenapa?" sahut Eva yang sekarang berubah jadi garang.Kezia menarik napas panjang, kemudian maju beberapa langkah untuk mendudukkan dirinya di atas sofa. Sesekali tangannya mengelus perut yang semakin hari bertambah berat saja. "Dalam beberapa hari ke depan, sidang Arnold akan digelar. Dia sudah menyewa pengacara paling mahal di negeri ini yang kemungkinan besar akan membebaskannya dari kesalahan yang tak diperbuatnya.""Terus?" Eva menampilkan wajah tak peduli seolah informasi yang baru disampaikan anakn
Read more

69. Berkhianat Karena Uang

Matahari bersinar lembut mengecup bumi. Desau angin bergesekan lirih di sela-sela kuping. Kezia turun dari mobil dan melangkah penuh percaya diri. Ia yakin di depan ruangannya sana, Andrew sudah menunggu kedatangannya. Tadi pagi-pagi sehabis ia mandi, ponselnya telah menampilkan notifikasi pesan masuk dari Andrew yang menuturkan telah mendapat sedikit jejak dari ahli komputer yang dibayarnya mahal. Benar saja. Ketika baru saja tiba di lantai tempat ruangan Arnold berada, mata Kezia sudah mendapati sebentuk wujud Andrew sedang duduk di bangku panjang yang ada di depan ruangan itu. Pria tersebut langsung bangun dari duduknya ketika menangkap perempuan berperut besar berjalan mendekat. "Selamat pagi, Bu Kezia," sapa Andrew sopan setelah istri bosnya tiba di depannya."Pagi, Andrew." Kezia segera membuka pintu ruangan, kemudian mempersilakan sekretaris suaminya masuk. Andrew menaruh tubuh di sofa ruangan. Ia membawa satu map yang langsung dibukany
Read more

70. Sidang Penentuan Nasib

Kezia sudah bersiap di depan cermin sejak pertama kali matahari mengumumkan kehadirannya di kaki langit. Ini adalah hari di mana nasib Arnold akan dipertaruhkan di ruang persidangan. Bangkai Patmi mungkin sudah melebur bersama tanah kuburan, tapi jejak kematian perempuan itu masih meninggalkan misteri di benak polisi yang hari ini akan diusut tuntas.Ketika perempuan berusia dua puluh satu tahun itu telah menyempurnakan riasannya hari ini, ada panggilan masuk dari Eva. Handphone meraung seolah mewakili orang di seberang yang sudah tak sabar agar panggilannya segera dijawab. "Selamat pagi, Ma," sapa Kezia dengan suara renyah. Dia tak bisa bohong pada hatinya sendiri tentang keantusiasan hari ini. Setelah melewati malam-malam panjang tanpa kekasih di sisi, akhirnya ia akan mendapat imbalan berupa kabar kebebasan Arnold. Kezia sangat yakin untuk itu. "Hari ini Arnold jadi sidang?" tanya Eva di seberang dengan suara buru-buru. Kezia curiga mamanya baru bangu
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status